Saturday, December 09, 2006

some good news

Alhamdulillah, hari ini dapat email dari professor saya, mengabarkan kalau permohonan dana yang saya ajukan kepada sebuah yayasan di Belanda untuk program ekspansi DOTS TB dikabulkan. Anggaran yang diajukan sih 9000 euro dan yang dikabulin 5000 euro. Lumayan, walaupun kelihatannya sedikit, tapi itu sudah membantu untuk menutupi celah utama yang jadi potensi masalah gagalnya penanganan masalah TB. Dana utama dari program ini sebenarnya datang dari Flobal Fund Aids-Tuberculosis-Malaria (GF ATM), tapi dalam aplikasinya dilapangan ada beberapa permasalahan yang muncul diluar skema pembiayaan, jadi kudu nyari sendiri lah sisa-sisanya. Mungkin juga karena dana GF ATM ini datang lewat skema pembiayaan pemerintah, jadi untuk sekedar ngajuin anggaran supaya pasien-pasien TB yang duafa itu punya ongkos untuk ambil obat dari rumahnya ke klinik-klinik LKC, birokrasinya minta ampun rumitnya.

Yang jelas senang, mudah-mudahan programnya terus berhasil. Dana yang masuk itu insya Allah peruntukkannya adalah untuk pemberian makanan tambahan bagi pasien TB, subsidi ongkos transport dan produksi media untuk penyebarluasan info lewat penyuluhan soal TB (walaupun ga banyak kali yah).

ada yang berminat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan TB ?

Thursday, October 19, 2006

Mak Nyuuuuus.....!

Suatu siang, dalam suhu Jakarta musim kering, bulan puasa pula, apalagi yang paling enak kalau bukan klekeran dikarpet depan televisi. Bulak-balik dari satu stasiun ke stasiun yang lain akhirnya pilihan saya jatuh pada salah satu acara favorit saya Wisata Kuliner di Trans TV. Pembawa acaranya bapak-bapak berwajah hangat bernama Bondan Winarno beliau juga dikenal sebagai salah satu pengamat kuliner Indonesia.

Siang itu, melihat si Bapak bolak-balik menghadapi mangkuk, piring berisi makanan-makanan lezat, menyeruput sop konro sambil tak lupa berkata “ehmmm.. mak nyuuuus” rasanya saya rela deh dibayar berapa buat menggantikan posisi dia. Walaupun sempat berdebat dengan kakak saya tentang apakah pak Bondan itu hanya sekedar icip-icip segala makanan yang serba berlemak, bersantan dan tinggi kolesterol itu, ataukah dia makan betulan semua itu (yang kemudian membuat saya berpikir pasti dia harus bayar premi asuransi kesehatan yang mahal karena profesinya yang beresiko tinggi terhadap ancaman diabetes dan lain-lain) tetap menyenangkan melihatnya berkeliling memperkenalkan makanan-makanan khas indonesia mulai dari yang paling sophisticated dengan lebih dari 11 jenis bumbu (Kolonel Sanders, ayam goreng anda tidak terlalu mengesankan untuk ukuran orang Indonesia dalam hal bumbu) sampai makanan-makanan jajanan pasar yang sederhana seperti colenak.

Dulu kalau sedang makan bersama Ayako, salah satu obyek narsisme saya soal masakan (karena apapun yang saya masak pasti dia komentari dengan antusias sambil tak lupa ber ‘eeehm, aaah, uuuh .. this is goood’) sambil makan, obrolan favorit kami tentu saja juga tidak jauh dari masakan.

Saya percaya bahwa karakter sebuah bangsa bisa juga terbaca dari masakannnya (selain-kata teman saya- dari media massa, halte, terminal sampai tong sampahnya). Masakan Indonesia selalu menggunakan banyak bumbu, mengingat kondisi alam yang kaya sehingga eksplorasi terhadap segala sumber makanan memiliki banyak pilihan.

Sama halnya dengan masakan-masakan dari daerah-daerah Asia lainnya seperti Malaysia, Thailand atau India. Bahan dasar masakan biasanya akan di-marinade dengan segala macam bumbu itu hingga kadang sampai kehilangan watak dasarnya. Ingat saja gudek yang rasa nangkanya sudah tak terasa lagi akibat proses pemasakan yang over cooked hingga nir-gizi.

Menurut saya sih, ini pasti juga berkaitan dengan kondisi dimana Indonesia sangat kaya dengan sentuhan kultural dari bangsa lain. Akulturasi banyak terjadi, melahirkan budaya baru yang kadang menghilangkan karakter lama. Dalam hal ini, Indonesia itu memang semestinya bisa sedikit ‘nyombong’ sebagai bangsa yang terbiasa dengan perbedaan ‘dari sononya’ dan punya local genius yang teruji dengan menyerap, kemudian melahirkan yang baru (sst, soal terbiasa dengan perbedaan, kita tidak bicara soal realita saat ini yah)

Orang Jepang senang memasak dengan bumbu minimalis, karena yang diutamakan adalah kesegaran dan rasa asli bahan dasar. Pernah baca Toto Chan yang disekolahnya diwajibkan membawa bekal dengan rumusan ‘sesuatu dari gunung dan sesuatu dari laut’? banyak makanan yang dicontohkan hanyalah berupa sayuran yang digosok dengan garam, atau diolah dengan bumbu yang sederhana.

Begitu pula dengan masakan Belanda yang menggunakan bumbu sederhana bahkan nyaris membosankan (garam,merica,bawang bombay, krim kental). Rata-rata masakan Barat kebanyakan bahan dasarnya dipisah dari sausnya sehingga daging ya tetap berasa daging, ikan tetap berasa ikan, asparagus tetap berasa asparagus, tinggal kemudian cocolan sausnya yang akan memberikan rasa berbeda. Tapi anda tetap mengenali bahan dasarnya.

Apa ini cerminan dari karakter mereka yang secara umum homogen secara budaya, agama, sejarah, sehingga agak menjaga jarak terhadap infiltrasi budaya lain ? rasa lain ?

Jadi semakin heteregon bumbu yang dipakai dalam kuliner suatu bangsa, semakin heterogen nilai dan budaya dalam bangsa itu dan sebaliknya ?

Ayako bilang orang Jepang sangat homogen.

Masakan Belanda dan negara-negara dengan empat musim kebanyakan mengikuti musim. Kata teman saya, stampot (beginikah menulisnya?) dan sup-supan cenderung lebih banyak dimakan pada saat musim-musim dingin dimana orang perlu banyak energi untuk mempertahankan suhu tubuh secara normal. Walaupun kemudian kalau saya pikir-pikir lagi itu sama saja dengan makanan sepanjangn tahun, karena Belanda memang dingin adanya.

Dilihat dari waktu proses pemasakan, masakan Indonesia lebih banyak makan waktu dibanding masakan Belanda (saya pernah membuat kue lapis dari jam sebelas siang dan baru selesai pukul empat sore, duh itu pasti hari yang sangat-tidak-ada-kerjaan). Orang Indonesia tidak pernah punya waktu dimana matahari hadir begitu singkat hingga semua harus dikerjakan secepat dan seefektif mungkin. Apa itu juga karena kita hidup dalam suhu yang relatif nyaman dan konstan sehingga selalu ada waktu untuk masak ?

Orang Indonesia juga mengenal makanan-makanan dengan aspek religi. Tumpeng, bubur merah-bubur putih, nasi kuning, adalah masakah-masakan yang agak sulit dimakan tanpa diembel-embeli “dalam rangka...”. contohnya seperti tumpeng yang dimasak ketika orang-orang Dieng ingin meruwat dan memotong rambut anak gimbal. Orang Belanda juga punya makanan dengan aspek ritual walaupun tidak banyak. Ada yang namanya beschuat, biskuit yang ditaburi cokelat bagi ibu yang baru melahirkan bayi. Cokelatnya merah jambu jika bayinya perempuan, dan biru jika bayinya laki-laki.

Saya pikir semakin banyak makanan beraspek ritual dan religi semakin menunjukkan peran agama dan kepercayaan bagi sebuah bangsa. Jadi sebaliknya, semakin sedikit, bisa jadi semakin sekuler suatu bangsa.

Apakah cara penyajian makanan juga menunjukkan kerumitan (agak tidak berselera menggunakan ‘ketinggian’) sebuah peradaban ? contohnya, konon menurut Montgomery Watt, orang-orang Arab di Spanyol pada masa kejayaan Abbasiyyah lah yang mengenalkan seni dan aturan memisah-misahkan makanan dalam porsi dan kategorisasi yang kemudian dikenal saat ini (starter,appetizer,main course,dessert). Tokohnya bernama Ziryab yang hidup di Cordova tahun 822. Dia juga yang membagi pakaian dan perhiasan menurut musim yang kemudian ditiru oleh orang Eropa.

Jadi ketika anda makan sebuah makanan yang dihidangkan dalam bungkus daun talas, anda bisa memperkirakan seberapa rumit peradaban masyarakat yang bersangkutan (dan saya orang yang percaya sederhana tidak berarti rendah).

Anda tidak perlu setuju dengan semua yang diatas itu. Tokh kita bicara dalam kerangka budaya yang sifatnya terbuka terhadap segala interpretasi. Tapi salah satu yang saya suka dari acara model wisata kulinernya pak Bondan ini adalah tak peduli sesederhana apapun sebuah masakan, jangan pernah meremehkannya karena didalamnya kita bisa membaca diri kita.

Tak perlu malu makan colenak, combro dan segala makanan rakyat yang berbunyi aneh dan tidak gaya. Selain itu kita, seperti kata Pak Bondan, rasanya “ehm.....mak nyuuuuus!”

Ehm, ngomong-ngomong... buka puasa masih lama yah ? (he he he he)

Wednesday, October 11, 2006

jelang 10 hari terakhir

Setiap penemuan akan pengetahuan, entah apakah itu mengenai agama sebagai jalan hidup ataukah pengetahuan mengenai hukum yang mengatur alam ini, akan mengantar kita pada kenyataan bahwa segalanya memiliki keterkaitan yang erat.

Ibaratnya taman yang padat dengan berbagai tumbuhan. Diatas permukaan, tampaknya setiap bunga dan semak-semak menempati sepetak tanah milik mereka masing-masing, namun begitu kita menggali ke bawah tanah, maka yang ada adalah akar yang saling menjalin dan terkait satu sama lain.

Buah apel yang jatuh ternyata punya kaitan mulai dari bulan yang tetap setia di orbitnya mengiringi bumi hingga keteraturan konstelasi tata surya.

Ketika kita memulai berdoa dengan memuji Allah SWT dan mengakhirnya dengan alhamdulillah kita juga bicara tentang kerendahan hati, bahwa tak ada sekejap pun dalam kehidupan manusia tidak membutuhkan kemurahan Tuhan, dan karena itulah kalaupun akhirnya doa yang kita panjatkan tidak diperkenankan, kita akan tetap memujinya karena kemurahan kasih sayang Allah yang telah kita terima.

Ramadhan sudah lewat dari pertengahannya. Dalam beberapa hari kedepan kita sudah mulai memasuki sepuluh hari terakhir. Hari-hari dimana dahulu Rasulullah lebih bersungguh-sungguh lagi menjalani Ramadhan. Di hari-hari itu harapan dan kekhawatiran bercampur jadi satu. Semoga setelah berusaha sebaik mungkin mengisi ramadhan dengan amal ibadah semaksimal yang bisa kita lakukan, akhirnya kita akan masuk dalam mereka yang memperoleh kemenangan, semoga letih dan penat akan berefek pada akhlak yang lebih baik kepada Allah, kepada manusia dan lingkungan sekitar. Semoga ketulusan kita, prasangka baik kita bahwa Allah itu dekat dan senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita akan membuat doa-doa yang kita panjatkan layak untuk dikabulkan.

Ketika usaha sudah dijalankan, ketika doa sudah dipanjatkan, ketika sebagai manusia kita sudah menjalankan ikhtiar dalam batas yang bisa dilakukan, maka yang kemudian dilakukan adalah bertawakal, menjadikan Allah sebagai ‘wakil’ terhadap segalanya. Karena tawakal bukan berarti penyerahan mutlak kepada Allah tanpa didahului dengan usaha yang manusiawi.

Boleh jadi kita salah melangkah, boleh jadi keputusan-keputusan yang kita buat tidak tepat, namun dengan menjadikan Allah sebagai wakil kesedihan itu tidak akan berlarut-larut karena kita yakin bahwa sebagai wakil, Allah telah bertindak dengan sangat bijaksana dalam menetapkan segalanya.

Maka ketika kita telah melakukan bagian kita sebagai manusia, ramadhan adalah momen untuk mengingatkan bahwa kita memiliki Allah sebagai sebaik-baik wakil tempat kita menyerahkan segala urusan.

Dan kepada-Nya dikembalikan segala persoalan, maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya (11:123)

Wednesday, September 20, 2006

Pilihan-pilihan

Siang itu saya dan Hamzah berjalan kaki bersama menuju perpustakaan.
"Hamzah mau pilih jalan lewat mana? kalau lewat jembatan Hamzah bisa lihat bebek dan angsa, tapi kalau lewat jalan besar, Hamzah bisa lihat banyak mobil."
mata bulatnya terlihat sedang menimbang-nimbang.
"Hamzah pilih jalan besar aja, ah!" pilihnya.
dan kami pun terus berjalan.

Sejak kecil, kita hidup dengan pilihan-pilihan. Orang tua kita, entah disadari atau tidak mengajarkan ketrampilan hidup dengan membuat kita untuk melakukan pilihan. Mau pakai baju warna merah atau biru ? mau belajar setelah main atau mau belajar dulu baru main ? belajar memilih dari hal-hal yang sederhana karena semakin kita dewasa, pilihan itu makin sulit dan makin rumit.

Kita orang-orang Islam di ajarkan bahwa kitalah yang punya kemampuan untuk merubah nasib kita. Dari awal semua dibekali potensi untuk memilih jalan takwa atau fujur. Ingat cerita tentang seorang penjahat yang melakukan 99 kali pembunuhan ? kemudian dia bermaksud bertobat dan atas saran seorang pendeta, dia pergi ke kota yang lebih baik namun dalam perjalanan akhirnya meninggal. Dan malaikat pun akhirnya memutuskan bahwa dia berhak atas syurga dan ampunan Allah karena pilihannya.

Maka kita saat ini-atau untuk ukuran yang lebih abadi,kita diakhirat nanti- adalah hasil dari pilihan-pilihan yang kita buat di masa lalu. Pilihan-pilihan kitalah yang membuat sang waktu mengungkapkan rahasia yang dipendamnya.

Lalu sebagai makhluk sosial pilihan-pilihan kita juga membawa dampak yang lebih luas pada lingkaran hidup orang lain. memilih pendamping hidup yang baik untuk kita saat ini, jadi hadiah yang indah untuk keturunan kita dimasa depan. Mungkin karena itu Rasulullah menyatakan bahwa salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah dengan memilihkan ayah atau ibu yang baik. Memilih berhutang banyak-banyak, semena-mena terhadap alam adalah pilihan yang menyulitkan bagi mereka yang hidup setelah kita. Jika semua kerusakan itu diperkirakan muncul 500 tahun lagi, apakah kita tidak punya solidaritas terhadap mereka yang menjalani hidup pada saat itu ?

Lalu apa yang kita gunakan untuk memilih ? saya pikir tentu semua perangkat yang Allah berikan buat kita dalam menjalani hidup. Mulai dari akal untuk fungsi logika dan rasionalitas hingga qalbu. istafti qalbak kalau kata Rasululllah SAW. minta nasihat pada hati mu dan setelah itu biarlah Allah yang menjadi wakil segala urusan kita.

wallahu a'lam bisshawab

Monday, September 18, 2006

Macam-macam Ketika Sudah Sampai....

Sudah kembali ada di tanah air lebih dari dua minggu yang lalu. Waktu masih di Maastricht dan seorang teman di Jakarta bilang “duh, motor tuh sekarang disini udah kayak sampah! Ada dimana-mana!” saya berusaha keras membayangkan. Karena setahun lalu saja saya sudah berpikir bahwa motor itu sudah seperti sampah, berarti sekarang tambah parah dunk?!

Dan ternyata memang dunk! Dulu rasanya dirumah saya yang memang terletak di pinggir jalan, masih ada saat-saat sepi dan segar buat sekedar lari pagi atau bersepi-sepi ria. Sepi itu penting loh. Sama pentingnya seperti tidur, puasa, dan segala macam pause yang memberi kita kesempatan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri atau dengan Tuhan.

Lah sekarang? Tidak siang tidak malam, suara motor itu kok yah nggak berhenti lalu lalang. Sepi itu semakin larut datangnya dan semakin pagi perginya. Ini juga si Adek pake beli motor segala! Apa nggak baca soal kondisi udara di Jakarta yang memburuk dan bla,bla,blanya ??! Tapi niat untuk ngedumel jadi padam waktu dia bilang pakai uang jajan dan bisnis kecil-kecilan ala mahasiswa yang dikumpul-kumpul supaya bisa membayar motor yang membawanya lebih cepat sampai ke kampus.

Ah, ga tega lah merusak harga diri laki-laki kecil yang sedang belajar dewasa, yang sedang belajar perlahan-lahan untuk membuat keputusan dan bertanggung jawab terhadap pilihan-pilihannya.

Kembali lagi ke urusan motor. Bukan hanya kebisingan dan kontribusinya terhadap polusi udara di Jakarta yang makin naudzubillah, tapi kelakuan si empunya yang masya Allah suka bikin urut dada. Aduh, apa nggak mau pulang ke rumah dengan utuh itu orang?

Jadi punya motor itu salah ? loh… saya kan nggak bilang begitu. Siapapun akan memilih untuk sampai secepatnya dengan biaya yang murah dibandingkan harus bayar ongkos transportasi umum yang makin mencekik plus segala ketidaknyamanannya. Kalau sudah begitu apa mau dilarang orang yang ingin beli motor ? terjebak macet, tua di jalan itu cost nya secara makro ekonomi kan besar juga. Rugi dari aspek waktu, produktifitas dan meningkatkan level stress. Siapa yang bisa bekerja dalam kondisi seperti itu ?yah orang Indonesia doong...

Kalau buat orang awam seperti saya berpikirnya kan sederhana, kenapa tidak dinaikkan saja pajak kendaraan bermotor itu, parkirnya juga, dinaikkan sampai orang malas untuk punya mobil, lalu kompensasi dari pajak tinggi itu di alokasikan untuk perbaikan transport umum, ya busway lah, monorail lah, pedestrian lah, kalau perlu buat jalur khusus untuk kendaraan roda dua seperti motor dan sepeda. Jangan lupa jalur hijaunya diperbanyak dong Pak Gubernur, jangan lah semua pohon dipotong habis untuk jadi lahan parkir seperti di kampus saya di depok itu. Sekarang dimana-mana serba panas. Sungai dan kali kecil tidak usah ditanya lagi nasibnya.

Mall di mana-mana juga bertambah banyak. Duh, apa tidak dipikir2 dulu yah waktu mengeluarkan ijin pembangunan mal-mal itu. Pastinya kan ada perhitungan dalam skala berapa ratus ribu, masyarakat itu butuh pusat perbelanjaan. Toh, kan bukan cuma mall yang dibutuhkan, tapi juga perpustakaan, lapangan bola, tempat bermain, museum lah kalau mau sedikit belajar dari masa lalu, atau sekedar taman kecil dan bangku nyaman tempat orang bisa duduk dan ...ya itu, bersepi dan berdiam ria.

Ah, jadi teringat pada Maastricht. Pada pagi-pagi langka, dimana udara cukup hangat bersahabat dan saya bisa lari pagi, menyusuri sungai. Pada sungai-sungai kecil dimana ada bebek dan angsa liar tempat saya suka mengajak Hamzah, anak host family saya disana yang berusia 4 tahun, untuk main dan memberi makan bebek-bebek itu sambil bercerita tentang malin kundang. Jadi, kalau ada hal yang saya rindukan dari Maastricht maka jawabannya adalah pada pohon, pada burung, kelinci dan sungai besar yang terjaga.

Mungkin selalu begitu. Ketika Allah memberi kita sedikit, kita akan lebih berhati-hati dan menyadari bahwa setiap persegi tanah yang ada begitu berharga. Dan ketika Allah melimpahi kita dengan banyak hal, jika tak punya hati dan akal, kita akan jadi lebih mudah untuk bersikap abai karena tokh masih ada banyak yang kita punya.

Menjelang bulan Ramadhan, Indonesia saat ini masih menjalani musim kering. Ah, betapa beruntung dan betapa senangnya bisa memasuki bulan Ramadhan dalam kondisi yang tenang. Memasuki Ramadhan bersama mereka yang senantiasa mengingatkan betapa bulan ini begitu istimewa sehingga layak di nanti.

Di beberapa tempat,banyak orang tentunya butuh upaya lebih keras untuk berkonsentrasi memusatkan hati pada Ramadhan sementara pada saat yang bersamaan, rumah, ladang bahkan makam terendam lumpur panas Lapindo.

Semoga Allah yang Maha Lembut memberikan kita kekuatan untuk meraih keberkahan Ramadhan.

Thursday, August 31, 2006

Terakhir sebelum pulang...

"Jangan nangis, jangan nangis" katanya, tertawa dengan air mata membayang dipelupuknya.
"Nggak, nggak nangis. siapa yang nangis?" kata saya galak sambil memicingkan mata saya. kemudian kami berpandangan sesaat dan akhirnya tergelak dengan air mata meleleh di pipi masing-masing.

Lalu kami sama-sama saling membelakangi berusaha menyembunyikan air mata. Tapi akhirnya, ah sudahlah... apa yang salah dengan air mata. Kami akhirnya berpelukan, dalam hati saya ingin berkata "jadi anak baik yah, jadi muslim yang baik, jaga mama jaga papa, jaga nunu. berusaha sekuat mungkin jadi muslim yang baik. semampu kamu. sesulit apapun, tak peduli sedikit apapun yang bisa kamu lakukan untuk itu, yang terpenting kamu adalah seorang gadis muslim. ingat itu..." tapi yang keluar hanya ucapan "brave meisje..."dan dia tergelak, seperti yang selalu dilakukan tiap kali saya mengatakan sesuatu dalam bahasa belanda.

Beberapa malam sebelumnya dia menginap dikamar saya. Paginya saya ajak dia membawa kamera menyusuri sungai Maas, menyeberangi jembatan, ke taman, ke parit ke speeltuin. Menunjukkan museum, perpustakaan, dan mengoceh tentang Maastricht dan Uni Eropa sampai soal sekolah dan anak cowok yang dia suka. Waktu itu ketika kami sama-sama sedang berayun-ayun di menara tali dia bilang "tante, kalau tante datang lagi... mungkin Laura sudah besar sekali yah.." saya meringis. "Mudah-mudahan tidak terlalu besar sekali."

Saya 26 tahun dan dia 10 tahun. Tapi saya tersentuh waktu chatting terakhir kami, dia berkata
dia:"tante itu teman Laura..."
saya: (terharu) "kamu juga teman tante. jangan lupa ambil sepeda dirumah, ya schat"
dia: "insya Allah"

Ah, gadis kecilku... semoga Allah menjaga diri dan jiwa kita.

Thursday, August 03, 2006

Diujung Hari

Sudah menghitung hari kepulangan.
Hari-hari terakhir di isi dengan nge-pak, kirim-kirim buku dan barang ke Indonesia, dan keliling-keliling sekitar Belanda saja.

Puncak musim panas yang beberapa waktu lalu mencapai 37 derajat sudah lewat. Hari-hari sekarang mulai basah dan serba hujan dan dingin lagi. Hmm.. negeri yang aneh. Kalau terus-terusan mendung begini, bisa gagal total rencana untuk duduk-duduk sambil liat sunset dipinggir sungai Maas dengan beberapa teman.

Cuma sekedar duduk dan mungkin kalau sudah terasa cukup banyak bicara, hanya diam dan menikmati sore-sore terakhir di Maastricht.
Sedih karena harus meninggalkan Belanda ? entah. mungkin juga iya. mungkin juga tidak. atau mungkin bukan sedih, tapi lagi-lagi terpikir tentang apa yang akan saya lakukan di Indonesia (terpikir tentang sms-sms dari kawan sekantor mulai dari atasan hingga mas-mas yang tanggung jawab jadi teknisi kalau ada kabel korslet, yang dengan setia bertanya kapan saya pulang)

Saya ingat percakapan, keluh kesah bersama salah satu teman saya yang mengambil art and heritage disini. mulai dari kacaunya policy pemerintah dalam melestarikan peninggalan sejarah di Indonesia, di Jakarta. Tentang betapa kota kaya sejarah itu makin kehilangan dirinya ditengah lautan mall dan hypermart. Merembet sampai soal langkanya ruang publik, tawuran, sistem yang membuat mentalitas dan jiwa kita makin berkarat sampai ujung-ujungnya cuma harapan buram tentang apa yang bisa dia lakukan selain ngomel-ngomel menjual konsepnya tentang art dan heritage di tengah negara yang rakyatnya masih harus ribut menuntut hak dasarnya yang diabaikan negara.

goede middag belanda,*
aku datang dengan senyuman yang mengembang untuk merajut masa depan
belajar serta menghapal rumus-rumus matematika kehidupan
mencatatkan puluhan kisah dan ceritera di halaman buku-bukuku yang lusuh
tentang kincir angin, bunga-bunga tulip dan musim dingin yang tak pernah bosan


Satu tahun kami disini. Ada yang datang belajar karena ketidaksengajaan, ada yang datang karenan tuntutan karir, ada yang datang untuk lari dari kebuntuan, ada yang datang dengan cita-cita dan mimpi. Namun kami toh tetap pulang juga, dengan kepala yang semoga lebih berisi, dengan hati yang mudah-mudahan lebih peka. Satu tahun adalah 365 hari yang cukup meninggalkan jejak pahatannya dalam karakter dan jiwa kami. Mudah-mudaha itu adalah pahatan yang menambah keindahan dan bukannya menambah daftar nama pembuat masalah.

Entah sudah berapa generasi sebelum kami datang dan pergi dari negeri ini dan negeri-negeri semacam ini. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka tapi kenapa perbaikan tak kunjung kelihatan dan semakin bingung harus dimulai dari mana.
Apakah mereka kalah? apakah mereka menyerah? ataukah tidak peduli ?

ah mengerikannya, mudah-mudahan tidak ada yang menulis dengan curiga seperti ini sepuluh-dua puluh tahun lagi.

*puisi favorit pinjaman dari Bang Anto*

Monday, July 24, 2006

Lagi suka ini ...

Father and Son

(Father)
It's not time to make a change
Just relax, take it easy
You're still young, that's your fault
There's so much you have to know
Find a girl, settle down
If you want you can marry
Look at me, I am old, but I'm happy
I was once like you are now and I know that it's not easy
To be calm when you've found something going on
But take your time, think a lot
Think of everything you've got
For you will still be here tomorrow, but your dreams may not

(Son)
How can I try to explain, when I do he turns away again
It's always been the same, same old story
From the moment I could talk I was ordered to listen
Now there's a way and I know that I have to go away
I know I have to go

(Father)
I was once like you are now and I know that it's not easy
To be calm when you've found something going on
But take your time, think a lot
Think of everything you've got
For you will still be here tomorrow, but your dreams may not

(Son)
All the times that I cried keeping all the things I knew inside
It's hard, but it's harder to ignore it
If they were right, I'd agree but it's them THEY know not me
Now there's a way and I know that I have to go away I know I have to go

(http://www.youtube.com/watch?v=_ZBfnccgNB0)

Tiap dengar selalu jadi terharu biru ...

Friday, June 16, 2006

Sleepless

Lagi-lagi soal perubahan musim. Kalau kemarin saat winter malam begitu panjang (jam lima sore sudah maghrib dan jam setengah tujuh baru subuh) di musim semi menjelang musim panas begini, matahari lebih dekat dan siang jadi panjang. Jam 3 pagi sudah subuh dan jam 9.30 malam baru datang maghrib.

Temperatur udara pun ampun-ampunan tidak konsistennya. Suatu hari saya hampir kisut kering dibawah sinar matahari 31 derajat, lalu besok paginya tiba-tiba drop jadi 20 derajat celcius. Sumuk, panas menusuk, memupuskan harapan yang dipupuk sejak winter bahwa saya bisa pulang ke Indonesia dengan kulit seputih Mariana Renata.

Adaptasi terhadap waktu shalat yang baru yang sangat terasa. Bentuk adaptasi pertama tentu saja dengan setia menunggu waktu shalat. Diawal-awal sampai terkantuk-kantuk menunggu Isya yang baru datang jam setengah sebelas (sekarang jam 12) malam. Adaptasi kedua dilakukan dengan menjama' maghrib dan isya kalau dirasa sudah tidak kuat lagi (secara fikih ini diperbolehkan), lalu blass bisa langsung tidur.

Tapi datang saat-saat dimana memang saya harus tidur malam (kalau nonton Grey's Anatomy, atau mengerjakan tugas misalnya) sehingga menggabung shalat semacam itu tentu saja tidak nyaman secara psikologis karena saya ternyata masih terjaga hingga jam dua belas malam.

Adaptasi ketiga yang akhirnya mengubah saya dari makhluk diurnal menjadi nocturnal. Tidur setelah Asar yaitu sekitar jam 6 atau jam 7, lalu secara otomatis akan terjaga pukul 9 atau sepuluh malam (karena jam biologis saya belum menangkap tanda-tanda 'malam' dengan matahari yang masih bersinar di jendela) sahalt maghrib, isya pada waktunya. Lalu terjaga hingga subuh datang sekitar jam 3, kemudian tidur setelah shalat subuh hingga pukul 7 untuk sarapan dan kuliah. Keuntungannya tentu saja selain bisa mengerjakan hal-hal yang bermanfaat (nyicil tesis) dan tidak bermanfaat (nulis blog semacam ini) dengan lebih tenang dan nyaman. Lebih sejuk dan tentu saja damai.

Tapi kadang manipulasi terhadap circadian ryhtm ini suka kebablasan. Contohnya hari ini, malam ini, saat ini. Pukul satu malam saya baru bangun setelah tidur dari jam tujuh malam. Masalahnya, tirai jendela saya tutup, kamar jadi gelap, maka jadilah 'malam' dan tubuh saya meresponnya dengan mengartikan, oke jamnya tidur, maka bablaslah 6 jam digunakan sebagai waktu tidur lalu terbangun karena tubuh saya sudah cukup dengan jatah tidurnya.

dan saya mungkin terus akan jadi sleeples in Maastricht begini, setidaknya sampai matahari sedikit menjauh lagi.

Thursday, June 08, 2006

PhD?

"Nanti langsung mau PhD ? banyak kan yang begitu?"
saya ingat banyak teman yang bertanya seperti itu menjelang keberangkatan saya kesini. Pertanyaan itu muncul lagi saat sedang menyelesaikan master thesis semacam ini. "Kenapa ga bikin proposal PhD, sekalian ?"

Duh,

Buat teman-teman saya yang memang datang dari bidang kesehatan, pastinya akan menarik untuk mencari kesempatan memperdalam ilmunya dengan merencanakan mengambil PhD nanti. Tapi buat orang yang crossover dari bidang jurnalistik ke bidang kesehatan semacam saya, butuh waktu untuk dapat 'insight' dari bidang ini. Dan caranya tak lain dan tak bukan yang dengan melihat sejauh mana saya bisa memanfaatkannya di dunia nyata nanti, di tempat kerja saya.

Sampai nanti, mungkin suatu pagi ketika baru bangun dari tidur saya langsung berpikir "Ok,kayaknya gw harus ambil PhD, nih" he he... maksudnya gini loh, punya ilmu itu berat tanggung jawabnya, di dunia maupun di akhirat. Dulu waktu memutuskan untuk sekolah lagi dorongannya adalah karena banyak pertanyaan berkaitan dengan dunia kerja yang saya hadapi yang tidak saya tahu jawabannya dan tidak ada yang dapat memberikan jawaban memuaskan (kenapa kita harus bikin program ini, kenapa tidak itu blah,blah,blah). Dan kemudian saya pikir, oke, ga bisa begini terus-terusan. saya harus sekolah.

Dan hal yang sama, akan berlaku pula untuk PhD. Saya yakin, insya Allah, akan ada masanya untuk itu. Dan sebagai orang yang percaya bahwa 'setengah gelas penuh', insya Allah kesempatan dan rejeki itu, jika membawa kebaikan untuk kehidupan dunia dan akhirat saya, juga pasti datang.

Tapi tidak pada saat saya merasa belum matang dan memahami dengan baik amanah ilmu yang saya pikul saat ini. Saya khawatir kalau akselerasinya terlalu cepat, jatuhnya jadi ilmu yang instan.

Kan ga lucu kalau setting di akhirat nanti saya ditanya, kenapa ambil PhD, lalu saya jawab
"Habis, keren aja" *grin*

Karena terus terang, saya belum menemukan alasan yang kuat selain itu untuk saat ini.

Monday, June 05, 2006

mengekspresikan perasaan

Lieve Mama

In mijn hart boem-boem
Groeit een reuzenbloem

ze is so groot!
ze is so mooi!

Wie maak ik reuzeblij?
dat ben jij!

-----------
Mama sayang,

Dalam debar hatiku
tumbuh sekuntum bunga mawar

ia sangat besar!
ia sangat indah!

Siapa yang membuat hatiku begitu berbunga?
Engkaulah dia!

----------------
Itu salah stau puisi yang dibacakan anak-anak waktu Moeder Dag (Hari Ibu) bulan Mei kemarin, manis yah? katanya, salah satu cara mengajarkan kecerdasan emosional pada anak adalah belajar menamai perasaan dan juga belajar mengkomunikasikannya. Kalau matamu berbinar dan senyummu melebar, nak.. itu artinya bahagia. Kalau ada air mata menetes dan dadamu serasa sesak, itu namanya sedih.

Mungkin disini ada perbedaan dengan kultur orang Timur yang biasanya diajarkan untuk memendam perasaan (benar ga?). Yah, kalau tidak suka dengan istilah memendam ya katakanlah tidak mengekspresikannya dengan berlebihan. Naah, term berlebihan sendiri sudah relatif sekali sifatnya. Yang berlebihan itu yang mana ? Kalau ibunda Khadijah dulu suka pada pemuda jujur dan baik bernama Muhammad dan kemudian mengekspresikannya dengan meminta pemuda baik itu menikah dengannya, berlebihan kah ? ataukah itu justru sikap ksatria yang tentu sah-sah saja jadi milik laki-laki dan juga perempuan ? *eh, kok ini yah contohnya?*

Yang jelas *maksa* saya setuju kalau kita diajarkan untuk mengekspresikan perasaan secara tepat, cermat dan bersahaja sejak dini. Nabi SAW sendiri mencontohkan demikian. Contohnya tentu doa yang senantiasa kita hapal sebagai anak untuk orang tua

ampuni kami
juga ayah bunda kami

sayangi mereka
bagai mereka sayang kami

Belajar mengekspresikan kasih sayang itu saya pikir perlu karena kalau tidak, jatuhnya akan berujung pada sifat overacting yang sangat-sangat tidak nyaman untuk orang lain, maupun memendam dalam-dalam yang jatuhnya pada penyesalan. Saya ingat waktu almarhum Bapak saya meninggal, diam-diam saya bertanya dalam hati, bahwa kalaupun belum sempat membalas segala kebaikan dan pelajaran yang beliau berikan, adakah saya sudah memberikan kesempatan pada dirinya untuk tahu betapa besar rasa cinta saya untuknya ? juga untuk mamah saya ? karena saya tidak sempat menulis puisi kemudian memandang matanya sambil berkata

wie maak ik reuzeblij?
dat ben je!

Thursday, June 01, 2006

Negeri Seribu Bencana

Ya Allah
untuk segala duka yang Kau masukkan kedalam kehidupan bangsa kami
jadikan itu sebagai ujian yang menguatkan
bantu kami untuk berdiri
mendongakkan wajah kami menantang matahari
menaklukkan segala kebusukan yang tersembunyi

Maafkan kami atas lautan luas yang mendangkal
sungai yang menghitam
hutan yang terbakar
oleh kerakusan dan keserakahan

rusak sudah akhlak kami
berjalan kami dengan jiwa yang retak
hati tak hidup kepala tak berisi

moga Kau ampuni

Namun jangan sampai kau biarkan kami lelah dan payah
menggigil sendirian dalam duka

Bantu kami untuk percaya
bahwa kami cukup mulia untuk kelak
melahirkan jiwa-jiwa pemberani dan kstaria
moga jika bukan untuk kami, jika tidak saat ini masanya
dapat kami titipkan cita-cita
pada mereka yang berjiwa ksatria.

Monday, May 29, 2006

Het Land Van

Kom uit het land van Pim Fortuin en Volkert van de G.
Het land van Theo van Gogh en Mohammed B
Kom uit het land van kroketten, frikadellen
Die je tot aan de Spaanse kust kunt bestellen
Kom uit het land waar Air Max nooit uit de mode raken
Waar ze je kraken op het moment dat je het groot gaat maken
Kom uit het land van rood-wit-blauw en de gouden leeuw
Plunderen de wereld noemen het de gouden eeuw
Kom uit het land van wietplantages en fietsvierdaagses
Het land waar je een junkie om een fiets kan vragen
Het land dat kampioen werd in ‘88
Het land van haring happen, dijken en grachten
Kom uit het land van, het land van Lange Fransie
Dit is het land waar ik thuis kom na vakantie

Kom uit het land waar ik in 1982 geboren ben
Waar ik me guldens aan de euro verloren ben
Het land dat meedoet aan de oorlog in Irak
Want ome Bush heeft Balkenende in zijn zak
Het land van gierig zijn
een rondje geven is te duur
de vette hap van de Febo trek je uit de muur
Het land van rellen tussen Ajax en Feyenoord
Maar wanneer Oranje speelt iedereen er bij hoort
Het land van Johan Cruijf en Abe Lenstra
Het legioen laat de leeuw niet in zijn hemd staan
Het land waar we elke dag hopen op wat beter weer
Die Piet Paulusma vertrouw ik voor geen meter meer
Het land dat vrij is sinds ‘45
Het land waar ik blijf, 'k vind het er heerlijk Eerlijk

Ik kom uit het land waar je door heen rijdt in 3 uurtjes
Met een ander dialect elke 10 minuutjes
Kom uit het land waar op papier een plek voor iedereen is
En XTC export nummer 1 is
Kom uit het land waar Andre Hazes Over 100 jaar in
elk café nog steeds de baas is
Kom uit het land waar Peter, Gert-Jan, Raymond en Jutten Frans,
Bart en Ali de game runnen
Kom uit het land waar hiphop een kind van 30 is
En je mag zelf weer gaan vullen hoe vet dat is
Het land waar als je rijk wordt je zoveel inlevert
Dat je bij jezelf denkt, hoeveel zin heeft het?
Het land waar prostitutie en blowen mag
Het land van sinterklaas en koninginnedag
Dit is het land waar ik verloren heb, bedrogen ben
Kom uit het land waar ik geboren en getogen ben

Kom uit het land met de meeste culturen per vierkante meter
Maar men is bang om bij de buren te gaan eten
En integratie is een schitterend woord
Maar shit is fucking bitter wanneer niemand het hoort
Ik deel mijn land met Turken en Marokanen, Antilianen, Molukkers en Surinamers
Het land waar we samen veels te veel opkroppen
En wereldwijd gerepresent zijn door Harry Potter
Het land waar apartheid, internationaal het meest bekende woord is uit de Nederlandse taal Kom uit het land wat tikt als een tijdbom
Het land dat eet om zes uur en ook nog eens op tijd komt
Dit is het land waar ik zal overwinnen aan het einde
Totdat je deze meezingt aan de ArenA-lijnen
En tot die tijd zal ik schijnen ik heb mijn hart verpand

Dit is voor Nederland, Baas B, Lange Frans
-----

I come from the country of Pim Fortuin (famous murdered politician in Netherlands) and Folkert van der G (the murderer) This is the same country that Theo van Gogh ( a controvercial murdered cinematographer who made the film of "Submission") and Mohammed B come from ( his murderer) This is the country with the kroketten and frikadellen (typical dutch snackbar food) that you can order even untill you pass the Spanish borders. I come from the country where Air Max shoes will never be out of fashion, the country where they will crush you when you'll become an important person.

I come from the country with red white and blue (you know what they mean laaa) and the golden lion. I come from the country with marihuana growing nurseries and the 4-day biking tours. The country where you can ask a junk to get you a bike. The country that became (football) champion in 1988. The county where you can bite haring-fish, where you have dikes (for water flooding prevention) and canals. I come from the country of lange Fransie, the country that I return to after I go for hollidays.

I come from the country where I was born in 1982, where I lost my guldens to the euro's, the country that participates in the Iraqui war,because uncle Bush has prime minister Balkenende in his pocket. The country where people aren't generous, to treat your friends on a drink is too expensive they think. The fat food from the Febo (snackbar) can be gotten directly from the wall (hmmm.. here, they have little boxes in the wall the put the fast food to take away)

The country with the fights between Ajax and feijenoord (Amsterdam and Rotterdams soccer teams) but when the united Orange team is playing everybody joins the party. The country from Johan Cruijf and Abe Lenstra (football hero's) The big team won't let the lion stand there in his underwear (famous football song: don't let the lion be in his underwear) The country where we have hope for better weather every day, I don't trust Piet paulusma at all anymore (weather forcast reader from national television) The country that has been free ever since 1945. The country where I'll stay, I love this country, honestly..

I come from the country that you can drive through in only three hours. Every ten minutes you'll find another dialect (yeah right,you have to come to Indonesia then). I come from the country that has a place to stay for everyone, at least when it's written on paper. XTC is export product number 1. I come from the country where Andre Hazes (singer that passed away last year), will still be the big boss after 100 year. I come from the country where Peter, gert-Jan, Raymond and Jutten, Frans, Bart and Ali, run the game.

I come from the country where hip is is a thirty year old kid. And you can feel it yourself how 'vet' (cool) this is. The country where you have to return such a huge amount of money when you'll get rich that you'll wonder what the use of getting rich is anyway.(high tax for the rich, poor end up being almost as rich, even without working hard or having a job at all) The country where it is allowed to have prostitution and it's ok to smoke marihuana. The country where the celebrate Sinterklaas (december 5) and Queensday. This is the country where I lost, that I have been mislead in, the country where I was born and raised.

I come from the country where they have the most cultures in one aquare meter. people are scared to go and have diner with their neighbours. Integration is a beautifull word, but it's damn sad when nobody hears this word. I share my country with the Turkish, Marrokans, Antillians, Moluks and Surinams. The country where we build up our frustration too much. The country that is represented world wide by our prime minister Balkenende. The country where the word 'apartheid' is internationally the most famous word from the Dutch Language. I come from the country that make the ticking sound like a timebomb.

The country where people eat at six pm, and still they are always in time. This is the country where I'll survive in the end, untill you're able to sing this song standing on the lines of the football arena stadion. Untill that time I'll shine, I gave away my hart, this is for the Netherlands,

from Lange Lrans and Baas B
--------------
Lagu ini saya dengar pertama kali di minggu-minggu pertama kedatangan saya di Belanda. Jadi mendengarkannya lagi, menciptakan semacam suasana 'dejavu' pada apa yang saya rasakan pada masa-masa awal tersebut. Semangat, kesepian, rasa ingin tahu, khawatir, excited sekaligus sakit perut tiap kali harus keluar kamar untuk belanja atau bersepeda.

Dinyanyikan oleh dua rapper Belanda, Lange Frans dan Baas B. Waktu dengar ini, somehow insting nyeni saya (jiee, punya gitu?) bilang bahwa ini lagu yang bercerita sesuatu tentang Belanda. Mungkin semacam otokritik, mungkin semacam harapan.

Apa yang mereka ceritakan merupakan refleksi keseharian nilai dan norma yang ada di masyarakat Belanda. Marihuana, prostitusi, sikap hemat (pelit), kebiasaan makan ikan harring, hingga Theo van Gogh. Yang terakhir ini tokoh sineas Belanda yang membuat film Submission yang melecehkan Islam dengan fakta getir bahwa film itu dibuat berdasarkan naskah Ayyan Hirsi Ali, muslimah asal Somalia yang jadi anggota parlemen Belanda (terakhir kewarganegaraan Belanda Ali di tarik oleh Rita Verdonk, menteri imigrasi Belanda dengan tuduhan memberikan keterangan palsu dalam aplikasi kewarganegaraannya).

Tentu saja menarik bagaimana sebuah lagu bisa jadi refleksi keadaan sebuah masyarakat. untuk kita, Iwan Fals saya pikir masih jagonya untuk urusan ini. Tragedi Bintaro, kebijakan (aih, paling males deh pake bahasa beginian) penggusuran hingga nepotisme dalam birokrasi bisa kita telusuri dalam lagu-lagunya. Dan kita bisa bilang, oh ini waktu ada kejadian ini, itu tentang si anu, atau menebak-nebak siapa sebenarnya si Bento itu.

Namun, sedihnya untuk kita, suasana yang terjadi dalam masyarakat seringkali jadi 'dejavu' untuk lagunya Iwan Fals. Pastinya masih muda sekali saya waktu Iwan menulis lirik tentang "BBM naik tinggi-susu tak terbeli- orang pintar tarik subsidi " tapi tetap lagu itu masih relevan pada saat saya sudah tidak semuda dulu lagi (jadi intinya teteb masih muda, oi!)

Kalau sudah begitu
Yah, menghela napas pastinya, karena kita berarti belum kemana-mana.
*lalu saya mulai berpikir mestinya Iwan tetap mengarang lagu cinta saja, daripada bikin lagu yang model-modelnya jadi 'kutukan' buat Indonesia begini*

Friday, May 19, 2006

Janji

...namun selama aku bernyawa
aku kan mencoba
menjadi seperti yang Kau pinta

(Chrisye)

--dalam renungan dalam. apapun itu semoga tetap karena Kau adanya--

Monday, May 08, 2006

Pembelajaran dari sebuah kekesalan

Rasanya sudah lama yah tidak -ngeblog-. Sedikit iri juga pada teman yang tampaknya rajin-rajin mengupdate dan menulis. Kesibukan menulis thesis sepertinya bukan jadi alasan yang berkelas mengingat toh saya juga tidak rajin-rajin amat-yang-sampai-segitunya.
Bukan pula tidak ada yang berkesan dan penting. Tapi justru dalam momen-momen tertentu rasanya hal-hal yang masuk kategori berkesan itu jadi terlalu sakral buat dibagi-bagi (ta elaah..) dan saya lebih memilih untuk menikmatinya sambil melamun memandang matahari yang mulai tenggelam pelan-pelan seperti saat ini.
Baru saja pulang dari dikusi kelompok yang ke sekian kalinya untuk merampungkan tugas need assesment. Kali ini berpasangan dengan teman yang lucunya diawal-awal bukan masuk kategori favorit saya. kalau mau lebih kuat lagi mungkin bisa juga dipakai istilah 'orang-nyebelin' dan hampir-hampir pernah dibikin kesel bin bete bin jutek bin mangkel.
Yang ini cerdasnya bikin sebel. Bukan, bukan cerdasnya sih, karena saya biasanya mudah suka pada orang yang cerdas, apalagi kalau baik hati dan tidak sombong (kepengen mode ON) Namun diawal saya merasa ni orang jiwa kompetitifnya kuat banget sih. Saat itu kalau sedang diskusi dikelas sepertinya semua opini saya dia nggak terima, kalau saya bilang A, dia bilang B, kalau saya bilang C, dia akan bilang tidak, tapi D. Hhalah, pokoknya bikin keuheul-lah (kesel). Dalam hati saya suka mencak-mencak, nyantai aja lah kalau ada yang nggak setuju sama pendapat kamu. Ugh, pokoknya nyebelin banget, oke saya tahu kamu cerdas tapi toh saya pun datang kesini tidak dengan otak yang melompong. Saya ingat saking kesalnya suatu saat saya pernah malas untuk berkontak mata pada yang bersangkutan. Dan saya sadar, biasanya kalau sudah pada sampai tahapan avoiding begini, berarti kesel bin sebelnya beneran serius.
Tapi toh, saya bukan orang yang betah dikomporin setan seperti itu. Dan percaya lah hidup dalam dunia sebal-keuheul-and mangkel begitu memang ga enak. Kalau kata Rasulullah SAW, rasa dengki itu bisa membakar habis amal kebaikan seseorang. Hua, ya rugi bandar dong. Udah sebel, pahala yang ga seberapa habis pula, sementara yang bersangkutan mungkin ga ngerasa dan enak-enak bobo.
Lalu kemudian saya pikir-pikir lagi, merasionalisasi secara sadar (eh, memang harus sadar kan yah, kalau ga sadar pingsan dong namanya) apa sih yang sebenarnya saya sebelin. Cerdasnya, ilmunya ? wah, yang ini walaupun kata Nabi Muhammad SAW masuk kategori hal yang boleh membuat seorang muslim iri pada manusia lain, tapi bukan alasan untuk sebel.
Ah, ya saya pikir mungkin ya dominannya itu, yah kompetitifnya itu yang bikin males. Lalu saya pikir-pikir apa itu naturenya laki-laki yah untuk punya jiwa kompetitif, sementara perempuan kecenderungannya adalah untuk konformitas dan kerjasama ? mungkin kebetulan saja si bapak yang satu ini tidak (belum) pandai mengartikulasikan pemikiran dan opininya dalam bentuk yang tidak ofensif.
Lalu ndilalah karena memang kelas kami kecil, dalam suatu kesempatan saya pun akhirnya mendapat giliran untuk bekerja sama dengan si bapak itu. Wuah, bingung and sebel (again). karena teamwork biasanya ga akan sukses kalau orang-orang didalamnya punya masalah interpersonal. Atau setidaknya dalam kasus saya, saya punya masalah interpersonal toward orang ini.
Berdasarkan pengalaman saya selama ini, hal-hal semodel ini hanya selesai kalau dikomunikasikan. waduh, gimana caranya ? orang ini bukan teman dekat saya, yang biasanya masalah akan terselesaikan dengan pelukan dan saling bermaafan (ntar dia bilang-lah salah apa gue ama lu, kudu minta maaf?). karena pada teman-teman dekat saya bisa bilang "aku bilang ini karena aku cinta". Siapa yang tahu apa reaksinya kalau saya bilang "Aku perlu bicara, karena apa yang kamu katakan di kelas tadi bikin aku merasakan hal yang ga nyaman terhadap kamu." akan marahkah dia? akan terima kah dia? saya tidak cukup dekat untuk meramal sikapnya.
Bukan pula orang yang berbagi nilai dan landasan ideologi yang sama dengan saya. Kalau saya punya perasaan yang nggak enak pada seseorang, biasanya akan saya bacakan doa rabithtah, doa pengikat hati, memohon kepada Allah untuk menghilangkan segala kesal dan mendekatkan hati-hati kami. Karena toh, Allah yang menggenggam dan membolak-balikkan hati. Tapi mengerti apa dia tentang betapa dalam arti doa itu tentang cinta dan persahabatan ?
Tapi toh, ikhtiar harus dilaksanakan. jika tidak demi nilai, setidaknya demi perasaan menyenangkan ketika harus duduk semeja dan bekerja sama. Dan pelan-pelan saya berusaha mengeluarkan apa yang saya rasakan."kamu dulu ga pernah juara tiga atau juara dua yah?", suatu kali saya pernah bertanya, pinginnya sekedar dia tahu bahwa ga ada masalah kalau nanti ada masanya opininya tidak tepat atau meleset dikit. Atau sekedar ingin tahu darimana datangnya semangat kompetitif seperti itu. Atau sekedar mengisyaratkan bahwa dia tidak perlu berusaha keras meyakinkan semua orang bahwa dia cerdas, karena jika itu betul adanya, toh waktu yang akan melakukannya.
Entah apakah dia bisa menangkap rasa kesal saya, atau semua yang saya inginkan diatas tidak terlalu penting lagi buat saya (karena katanya lagi pria tidak pandai membaca bahasa-bahasa tidak langsung seperti itu) Yang terpenting buat saya adalah beban akibat rasa kesal dan sebal yang saya rasakan pelan-pelan bisa terangkat.
Dan pelan-pelan saya lega ketika saya bisa jujur berkata dalam hati saya; damn, he's good, tanpa harus merasa ga rela. Dan saya bisa menikmati setiap pembelajaran baru, sekecil apapun itu, yang saya dapat dari diskusi kami atau cukup dengan melihat bagaimana logika berpikirnya atau bagaimana cara dia mengerjakan sesuatu.
saya yakin, saya tidak akan bisa melakukan dan mendapatkan itu semua dengan hati yang penuh dengan rasa kesal dan kebencian. Peringatan Allah untuk itu sudah ada; jangan sampai rasa tidak suka kamu pada suatu kaum membuat kamu bersikap tidak adil. Tidak adil ini tentunya dalam artian tidak objektif lagi menilai segala sesuatu yang berkaitan dengan seseorang karena pandangan kita dikaburkan oleh rasa tidak suka. Dan percayalah, amat sedikit pembelajaran yang bisa dilakukan ketika kita dalam kondisi seperti itu.
*dedicated to my dear friend (kalau baca, you know lah who you are he he he)

Monday, April 24, 2006

dear friends ...


Assalamualaikum, say...

Disini sudah musim semi. Cuaca semakin sejuk dan cerah, walaupun kadang mendung, tapi aku ga bisa komplain soal itu. Karena hujannya juga mengingatkan pada hujan di Indonesia yang membuat sejuk dan nyaman. Tidak seperti musim dingin lalu dimana hujan membuat kita tambah tertekan karena dingin yang menusuk.

Bunga-bungan yang ditanam dipetak-petak halaman rumah tetangga, taman dan pinggir jalan mulai berbunga. Aku jadi lebih suka jalan ke kampus dibandingkan naik sepeda. Alam benar-benar memanjakan mata kita dengan warna-warninya. Dibukit buatan depan kampus, bunga liar kecil yang berwarna putih mulai marak jadi corak ditengah hamparan karpet rumput berwarna hijau.

Semua tampak berlomba untuk tumbuh dan berbunga.

Kadang aku sampai tertegun melihat bunga atau pohon yang seingat aku waktu musim dingin tampaknya tidak punya harapan hidup lagi. waw, you're manage to survive, gorgeous!

Kondisi hati ... tentunya tidak sebaik jika ada ditengah-tengah kalian. Rindu pastinya selalu ada, bahkan jika hari akan terus senantiasa musim semi. Tapi menjelang kepulangan dalam beberapa bulan kedepan, rasa rindu itu mulai bercampur sedikit kkekhawatiran. Khawatir ilmu yang dibawa tidak seberapa membawa manfaat, khawatir tidak siap menerima segala keterbatasan yang ada di kampung halaman setelah termanjakan dengan semua fasilitas dan kemudahan hidup di negara maju. khawatir tidak cukup keras belajar dan berusaha untuk menimba ilmu. khawatir, setelah nanti menengok ke belakang baru sadar betapa ada banyak kesempatan dan waktu yang dilalaikan.

tapi bukankah harus selalu ada ruang untuk kekhawatiran ?
tidak hanyak untuk kehidupan dunia
tapi juga akhirat semestinya
divine unsecurity
mudah-mudahan ruang kosong itu yang senantiasa menjaga kita dari takdir manusia yang tidak membawa manfaat untuk kehidupan sekitarnya, atau penyesalan kekal yang siksanya tidak tertanggungkan.

Sambil jalan ke kampus, aku ingat salah satu cerita yang aku suka tentang roda yang tidak sempurna. Ceritanya begini, ada sebuah roda yang kehilangan potongannya. Roda itu merasa tidak sempurna dan menghabiskan waktunya untuk mencari kepingan yang hilang.

sepanjang jalan dia bertanya pada bunga, pada binatang, pada serangga yang dulu tidak pernah disapanya, adakah mereka melihat kepingan roda miliknya. Dia berputar dengan lambat, cukup lambat untuk sekedar menikmati betapa banyak keindahan sederhana yang ia lewatkan kala ia berputar sempurna karena memiliki segalanya.

Hingga suatu saat, ia menemukan kepingannya. Dia tentu saja sangat gembira dan mulai berjalan dengan cepat dengan sedemikian lancarnya, sehingga ia kehilangan kesempatan untuk menyapa bunga, binatang dan serangga yang pernah mengisi ketidaksempurnaannya.

saat itulah dia sadar. ada banyak keindahan dan pelajaran dalam ketidaksempurnaan yang justru menjadikannya merasakan kecukupan yang berlimpah.

Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman baik yang datang ke tempatku. Dia mengeluhkan tentang belum datangnya buah hati dalam pernikahan yang menurutku masih berumur dini. Dan aku bahkan belum menemukan kepingan hatiku, pikirku waktu itu.

Aku suka berpikir tentang komentar "mungkin Allah menilai kita belum siap untuk itu" yang sering dilontarkan jika ada keinginan yang tak terwujudkan. Ingin menemukan pasangan, ingin memiliki keturunan, ingin kekayaan atau ketenaran. Jika benar adanya Allah menahan semua itu karena kita belum memiliki kapabilitas untuk menjalani semua itu, bahwa kita akan menyia-nyiakan anugerah itu karena ketidaksiapan kita, lalu apa penjelasan tentang mereka yang bercerai, mereka yang gagal menanam benih-benih kemuliaan di dada anak-anak mereka, atau mabuk dalam kegelimangan harta? jika pada prinsipnya mereka diberikan itu semua karena mereka" sudah siap" dan memiliki "kapabilitas" untuk menerima semua kenikmatan itu ?

aku lebih percaya bahwa dalam semua kondisi yang Allah berikan pada hakikatnya adalah ujian yang didalamnya tentu saja ada kenikmatan, jika saja kita mau memberi sedikit waktu untuk 'berputar lebih lambat'.

Jiwa yang tidak siap dengan kefakiran yang Allah berikan hanya akan membawa pada kondisi yang mendekatkan pada kekafiran. Dan mereka yangn tidak menyiapkan jiwa dalam kekayaan pastinya akan terjebak dalam kekufuran.

Dalam hati aku yakin, kita manusia akan selamanya jadi roda yang selalu kehilangan kepingannya. kita akan selalu bertanya pada pada Tuhan, pada semua, dimana kepingan yang hilang itu. Jika Tuhan menginginkan kebaikan pada kehidupan dunia dan akhirat kita, aku yakin kita akan dibantu-Nya untuk menangkap keindahan dan pelajaran dari ketidaksempurnaan dengan bertanya pada bunga-bunga.

wassalam
kepingan hatimu

My Favourite Part (The Little Prince-Antoine De Saint Exupary)

But it happened that after walking for a long time through sand, and rocks, and snow, the little prince at last came upon a road. And all roads lead to the abodes of men.

"Good morning," he said.
He was standing before a garden, all a-bloom with roses.
"Good morning," said the roses.
The little prince gazed at them. They all looked like his flower.
"Who are you?" he demanded, thunderstruck.
"We are roses," the roses said.
And he was overcome with sadness. His flower had told him that she was the only one of her kind in all the universe. And here were five thousand of them, all alike, in one single garden!
"She would be very much annoyed," he said to himself, "if she should see that . . . She would cough most dreadfully, and she would pretend that she was dying, to avoid being laughed at. And I should be obliged to pretend that I was nursing her back to life--for if I did not do that, to humble myself also, she would really allow herself to die. . ."
Then he went on with his reflections: "I thought that I was rich, with a flower that was unique in all the world; and all I had was a common rose. A common rose, and three volcanoes that come up to my knees--and one of them perhaps extinct forever . . . That doesn't make me a very great prince . . ."
And he lay down in the grass and cried.

---------------------------
It was then that the fox appeared.
"Good morning," said the fox.
"Good morning," the little prince responded politely, although when he turned around he saw nothing.
"I am right here," the voice said, "under the apple tree."

"Who are you?" asked the little prince, and added, "You are very pretty to look at."
"I am a fox," the fox said.
"Come and play with me," proposed the little prince. "I am so unhappy."
"I cannot play with you," the fox said. "I am not tamed."
"Ah! Please excuse me," said the little prince.
But, after some thought, he added:
"What does that mean--'tame'?"
"You do not live here," said the fox. "What is it that you are looking for?"
"I am looking for men," said the little prince. "What does that mean--'tame'?"
"Men," said the fox. "They have guns, and they hunt. It is very disturbing. They also raise chickens. These are their only interests. Are you looking for chickens?"
"No," said the little prince. "I am looking for friends. What does that mean--'tame'?"
"It is an act too often neglected," said the fox. It means to establish ties."
"'To establish ties'?"
"Just that," said the fox. "To me, you are still nothing more than a little boy who is just like a hundred thousand other little boys. And I have no need of you. And you, on your part, have no need of me. To you, I am nothing more than a fox like a hundred thousand other foxes. But if you tame me, then we shall need each other. To me, you will be unique in all the world. To you, I shall be unique in all the world . . ."
"I am beginning to understand," said the little prince. "There is a flower . . . I think that she has tamed me . . ."
-----------

"My life is very monotonous," the fox said. "I hunt chickens; men hunt me. All the chickens are just alike, and all the men are just alike. And, in consequence, I am a little bored. But if you tame me, it will be as if the sun came to shine on my life. I shall know the sound of a step that will be different from all the others. Other steps send me hurrying back underneath the ground. Yours will call me, like music, out of my burrow. And then look: you see the grain-fields down yonder? I do not eat bread. Wheat is of no use to me. The wheat fields have nothing to say to me. And that is sad. But you have hair that is the color of gold. Think how wonderful that will be when you have tamed me! The grain, which is also golden, will bring me back the thought of you. And I shall love to listen to the wind in the wheat . . ."
The fox gazed at the little prince, for a long time.

"Please--tame me!" he said.
"I want to, very much," the little prince replied. "But I have not much time. I have friends to discover, and a great many things to understand."
"One only understands the things that one tames," said the fox. "Men have no more time to understand anything. They buy things all ready made at the shops. But there is no shop anywhere where one can buy friendship, and so men have no friends any more. If you want a friend, tame me . . ."
-----------------


So the little prince tamed the fox. And when the hour of his departure drew near--
"Ah," said the fox, "I shall cry."
"It is your own fault," said the little prince. "I never wished you any sort of harm; but you wanted me to tame you . . ."
"Yes, that is so," said the fox.
"But now you are going to cry!" said the little prince.
"Yes, that is so," said the fox.
"Then it has done you no good at all!"
"It has done me good," said the fox, "because of the color of the wheat fields." And then he added:
"Go and look again at the roses. You will understand now that yours is unique in all the world. Then come back to say goodbye to me, and I will make you a present of a secret."

The little prince went away, to look again at the roses.
"You are not at all like my rose," he said. "As yet you are nothing. No one has tamed you, and you have tamed no one. You are like my fox when I first knew him. He was only a fox like a hundred thousand other foxes. But I have made him my friend, and now he is unique in all the world."
And the roses were very much embarassed.
"You are beautiful, but you are empty," he went on. "One could not die for you. To be sure, an ordinary passerby would think that my rose looked just like you--the rose that belongs to me. But in herself alone she is more important than all the hundreds of you other roses: because it is she that I have watered; because it is she that I have put under the glass globe; because it is she that I have sheltered behind the screen; because it is for her that I have killed the caterpillars (except the two or three that we saved to become butterflies); because it is she that I have listened to, when she grumbled, or boasted, or ever sometimes when she said nothing.

Because she is my rose.

(dan tiba-tiba air mata saya meleleh ...)

Monday, April 10, 2006

Cool Reminder

Narrated Abu Darda: Kathir ibn Qays said: I was sitting with Abu Darda in the mosque of Damascus. A man came to him and said: Abu Darda, I have come to you from the town of the Apostle of Allah for a tradition that I have heard you relate from the Apostle of Allah . I have come for no other purpose. He said: I heard the Apostle of Allah say: If anyone travels on a road in search of knowledge, Allah will cause him to travel on one of the roads of Paradise. The angels will lower their wings in their great pleasure with one who seeks knowledge, the inhabitants of the heavens and the Earth and the fish in the deep waters will ask forgiveness for the learned man. The superiority of the learned man over the devout is like that of the moon, on the night when it is full, over the rest of the stars. The learned are the heirs of the Prophets, and the Prophets leave neither dinar nor dirham, leaving only knowledge, and he who takes it takes an abundant portion.( Abu Dawud, Book 25, Number 3634 )


Giao Yo!
semangat, gal!

Sunday, April 09, 2006

Wat een lekker weer, zeg!

Ah, cuaca bagus sekali hari ini. Sinar matahari meruah menerangi kamar, hangat meresap diwajah. Kalau dalam bahasa sunda, duduk sambil menikmati hangatnya matahari yang suam-suam dari balik jendela kaca seperti ini, 'moyan' --berjemur--namanya.

Cuaca, pergeseran posisi matahari, adalah ayat-ayat kauniyah yang terbaca jelas di negeri ini. Subhanallah. Bandingkan dengan Indonesia yang tidak memiliki perubahan yang signifikan setiap bulannya dari matahari yang menyambangi kita. Dan kenikmatan itu, katanya, baru terasa setelah kita mengalami kehilangan. Kalau hidung sudah mampet karena pilek, baru terasa nikmatnya bisa bernapas dengan lega. Kalau matahari sudah menjauh, baru terasa betapa besar nikmat yang Allah berikan dengan menempatkan kita diposisi terbaik dalam lintang khatulistiwa.

Ah, cuaca bagus sekali hari ini...
Saya ingat sebuah kisah tentang Rasulullah SAW yang menolak kekayaan abadi namun lebih memilih untuk kenyang sehari dan lapar sehari "agar dalam keadaan kenyang aku bisa bersyukur dan dalam keadaan lapar aku bisa bersabar." nikmat itu akan terasa ketika kita pernah mengalami kehilangannya. Indah sekali bagaimana Islam mendidik umatnya. Kita punya bulan Ramadhan, sekedar jeda dari segala kenikmatan keseharian yang mungkin kita abaikan untuk kita syukuri dalam setahun. sebuah lambung yang terisi. Dan berbuka puasa pun Allah sandingkan sebagai kenikmatan terbesar yang dirasakan oleh seorang muslim yang sama besarnya dengan kenikmatan yang ia dapat ketika pada suatu ketika nanti ia bisa bertemu dengan-Nya.

Beruntung juga ada hari-hari yang dinamakan musim dingin, karena jadi sadar betapa nikmatnya hidup dalam limpahan udara yang hangat. Lapar, sedih, kecewa, gagal, ga punya duit, jauh dari sahabat, bete, kehujanan, mati lampu (emang pernah gitu di Belanda?) semua perlu sesekali hadir dalam hidup agar kita bisa merasakan nikmat-nikmat yang Allah hadirkan dalam sepiring makanan lezat, tawa, jus buah, rekening di bank, selimut hangat, susu coklat, atau sahabat yang selalu setia untuk sekedar bertanya "bagaimana kabarnya hari ini? ingin berbagi?"

ah, wat en lekker weer, zeg...

Tuesday, April 04, 2006

Biblio-something

Koneksi internet di rumah masih belum beres. Jadinya hanya mengandalkan signal yang tertangkap dari tetangga kiri kanan yang kadang tidak di protect. Itupun lemah sekali. Jadi terasa juga ya kehilangan ritual ngobrol pagi-pagi dengan teman-teman di Jakarta yang lumayan jadi obat kangen.

Het is Lente, katanya. Sudah masuk musim semi. Suhu sedikit beranjak naik, walaupun jadi sering turun hujan. Beberapa pohon sudah mulai menunjukkan tanda-tanda hidup kembali, masa-masa musim dingin yang katanya menaikan level stress orang-orang Eropa sudah mulai melangkah pergi.

Banyak yang terjadi. Sudah ketemu Ayako lagi, sempat makan malam dan pergi ke Gym bareng (setelah berbulan-bulan bikin janji), sudah tahu apa yang akan terjadi di serial Grey's Anatomy dua episode ke depan (thank's to Benny yang sudah mendownload gratisan he he), sudah nraktir kebab dengan agak-agak nggak ikhlas (habis miladnya kapan, traktirannya kapan).

Hal lain yang menarik karena akhir Maret sampai tanggal 2 April kemarin ada Boekenfestijn atau festival buku di Maastricht. Jelas penasaran ingin tahu seperti apa sih yang namanya festival buku di Belanda. Saya pikir saya beruntung karena setelah melihat jadwalnya, tampaknya festival buku ini hanya diselenggarakan setahun sekali di kota-kota tertentu di Belanda dan Belgia. Di Belanda festival buku hanya ada di Maastricht, Utrecht, Leuven, Amsterdam, Rotterdam, dan Eindhoven.

Di Maastricht, festival buku ini mengambil tempat di Forum MECC, tidak jauh dari rumah dan tentu dekat sekali dengan kampus. Jadi hari Jumat seusai kuliah, saya dan Astri memutuskan untuk melihat-lihat.

Ternyata yang namanya boekenfestijn itu sangat sederhana atau dalam istilah lain, fungsional sekali. Di pintu masuk yang ditandai dengan pembatas plastik pengunjung yang membawa tas besar dipersilahkan menitipkan tasnya. Pengunjung disediakan keranjang dan juga trolli untuk dibawa masuk ke area boekenfestijn. Area-nya sendiri dibatasi dengan kerangka-kerangka besi yang berfungsi sebagai partisi portable. Masuk ke dalam dari pintu masuk berjajar meja-meja panjang berisi buku-buku dalam berbagai macam kategori. Ada kategori reizen & atlassen (travelling), kunst & art (seni), hobby, medische & new age (istilah yang terakhir tadinya ga ngerti, tapi setelah dilihat ternyata isinya soal reiki, yoga dan sebangsanya), novel dan literure, kamus, varia (aneka macam, termasuk puzzle,mainan anak-anak, buku tulis dsb), sejarah, agama dan banyak kategori lainnya.

Yang menarik adalah boekenfestijn ini memang seperti janjinya, een grote ontdekking (a big discovery), why pay more?! dan ternyata beneran a great discovery dan murah banget! buku Milestones of 20th Century yang hardcover dengan tebal hampir 400 halaman harganya hanya 2,50 euro! selain membeli buku itu (tentu saja), banyak juga coffe table picture book yang asli keren banget. Akhirnya setelah menimbang-nimbang saya putusakan untuk men-drop buku sejarah komplit Perang Dunia II dan menggantinya dengan 100 Great Wonders of The World dan The Art of National Geographic (isinya ilustrasi-ilustrasi terbaik yang pernah di muat di NG). Ada juga Junior Chronicle of the 20th century, hampir sama dengan buku Milestone itu, hanya saja ini lebih concise dan lebih banyak gambar karena memang untuk anak-anak. Dan semua ini hardcover dengan kertas artpaper! huik,huik.. Ooh yang di Jakarta, envy me! Sebenarnya saya mencari buku yang berkaitan dengan seni dan arsitektur islam. Tapi saya kurang beruntung karena dari hasil browsing hanya menemukan beberapa yang menggunakan bahasa Belanda. Jadi walaupun bagus, khawatirnya tidak akan terlalu bermanfaat. Astri yang lebih teliti dan lebih sabar berhasil menemukan buku dengan tema Islam yang lumayan bagus untuk dijadikan referensi.

Di meja dengan kategori popular science, saya menemukan buku-buku hardcover dengan sampul menarik karangan Francis Fukuyama (Our Posthuman Future, salah satunya), ada Mind Over Matter; Conversation with the Cosmos, Deeper than Darwin, Cassel's Law of Nature, A Brief history of the Human Race, buku-buku tentang rekayasa genetik, buku-buku tentang teori evolusi dan kritiknya, The Origins of Creativity, The Mystery of Thing, Endangered Minds, ada juga buku-buku 'lucu' seperti The Sourcebook of uneXplained (yang agak sedikit menyesal kenapa saya beli, karena kalau dibaca malam-malam ada rasa-rasa gimanaaa gitu) dan The Science of Harry Potter (the nimbus two thousand's ability to fly no longer seems so incredible in light of the discovery of "gravity-shielding effects"; masa? yu mas bi joking rait?). Saking bagusnya sampul buku-buku ini, saya yakin mereka yang tidak terlalu tertarik dengan fisika atau bioteknologi (seperti saya) pasti juga senang kalau punya salah satu, salah dua atau salah tiga dari buku ini (yang bilang dont judge the book by it's cover, jangan dekat-dekat deh).

Pindah ke meja literatur klasik, ternyata lebih seru lagi. Novel-novel klasik seri Wordsworth di jual dengan harga hanya sekitar 1-2 euroan. Ada Uncle Tom's Cabin yang historikal itu, yang Harriet Becher Stowe-nya oleh Abraham Lincoln sebut-sebut sebagai little lady who started the great civil war. Ada The Odyssey-nya Homer, yang walaupun sudah beberapa kali baca tapi kayaknya seru juga kalau punya,Wizard of The Oz yang filmnya bagus (Judi Garland as Dorothy) dan penuh makna itu, The Hunchback of Notre Dame, English Fairy Tales, ada Journey to the centre of the earth-nya Jules Verne (walaupun sebenarnya yang dicari-cari cerita yang dibawah laut yang ada kapten Nemo-nya), ada The Little Prince-nya Antoine De Saint Exupary, Tale of Two Cities punya Charles Dickens dan ada Little Women karangan Louisa May Alcott yang dulu film kartunnya pernah diputar (lupa stasiun TV mana) dan saya suka banget.

Pokoknya keren banget deh seksi literatur klasik ini. Beberapa buku kumpulan karya Geoge Elliot, William Shakeaspeare, Edgar Allan Poe, Jane Austen dan beberapa pengarang lainnya yang tebalnya kalau kata anak abg segede-gede gedi juga ada, dijual hanya seharga 6 euro-an. Tadinya ingin beli tapi dipikir-pikir sangat tidak handy sekali untuk dibaca diangkot atau dimasukan ke dalam tas. Lagipula Shakeaspeare gituloh, yang bahasa inggrisnya sophisticated banget, sementara my english as broken as my heart, jadi terima kasih deh.

Dari situ pindah ke barisan buku novel-novel baru. Ada beberapa buku Tom Clancy yang akhirnya saya ambil, dan juga Stephen L Carter yang berjudul The Emperor of Ocean Park. Sebenarnya tidak tahu siapa Carter ini, tapi berhubung di sampulnya ada label Jhon Grisham's Today Show Pict jadi pastinya keren lah. Hardcover-nya Stephen King juga ada. Lagi-lagi dengan harga menggiurkan.

Buku-buku farmasi dan kedokteran juga banyak. termasuk buku Gray's Anatomy dan Sobota yang besar-besar dan bagus-bagus itu (hanya 16 euro sajah), buku-buku pediatrics, gynecolog, nursing dan sebangsanya. Tapi buku kesehatan masyarakat hampir tidak ada sepertinya. Satu-satunya buku yang berhasil saya temukan hanya Health and Ilness in the Community, yang lainnya... nihil.

Sampai dirumah, setelah membongkar semua buku yang saya beli jadi teringat tulisan Putu Wijaya dalam Selisik yang mengulas bukunya Tom Raabe yang berjudul Biblioholism, The Literary Addicition. Kalau kamu punya hasrat untuk membeli, membaca, menyimpan, dan mengagumi buku yang cenderung berlebihan, hasrat itu disebut biblioholisme --sedang orangnya disebut biblioholik (seperti alcoholic untuk pecandu alkohol, dan workaholic untuk pecandu kerja).

Tapi kita tahu bukan bahwa yang terlalu berlebihan selalu tak baik. Karenanya, seperti dia tulis, ada dua jenis biblioholisme yaitu bibliomania (gila buku) dan bibliofil (cinta buku). Beda antara keduanya adalah niatan atau motivasi dalam membeli buku. Seorang bibliomania membeli buku hanya untuk menumpuknya, sedang bibliofil mengharap dapat menguras isi dan kebijakan dari buku-bukunya.

Contohnya Boulard ahli hukum asal Perancis pada abad ke-18. Sampai meninggalnya, Boulard memiliki 600 ribu sampai 800 ribu jilid buku. Dan ketika diloakkan, semuanya baru habis setelah lima tahun. Masalahnya: ia tak membaca buku yang ia beli.

Tapi, haruskah kita membaca semua buku yang kita beli? berapa persen buku milik kita yang harus kita baca agar bisa ada dilevel bibliofil? Sembilan puluh persen? Lima puluh persen? Atau hanya dua puluh persen? Jawabannya kata Tom Raabe akan berbeda setiap orang, hanya orang itulah yang tahu apakah ia gila atau cinta.

Tapi mudah-mudahan jangan sampai jatuh pada level biblionarsisis (biblionarcissist). Asal katanya dari mitologi Yunani tentang pemuda amat tampan bernama Narcissus --saking tampannya sampai-sampai ia jatuh cinta pada ketampanannya yang ia lihat terpantul dari sebuah kolam. Terus menerus menatap kolam, tak makan dan minum sampai akhirnya mati, dan berubah menjadi bunga Narsisis. Nah biblionarsisis ini adalah orang-orang yang mengkoleksi buku --enskilopedi komplet dengan lemari khusus, misalnya-- hanya untuk berlagak, bermegah-megah, pamer, dan mengagumi diri sendiri. Menurut agama, itu riya' (atau kita ganti saja istilahnya menjadi biblioriya'?).

Hmm..
Am I?
Are you?

sst.. jawabannya simpan sendiri-sendiri saja kalau begitu

Tuesday, March 28, 2006

Kejutan Hari Ini


Ini beneran kejutan. Waktu habis beli sabun cuci di AH, saya putuskan untuk menyantap bekal saya di salah satu bangku di lapangan depan AH di daerah Ceramique. Sedang asyik gitu tahu-tahu ada bapak-bapak bule yang tampaknya juga baru keluar dari AH. Membawa seikat bunga tulip dan menuntun seekor anjing. Si om itu tersenyum terus bilang "smakelijk" (selamat makan), saya balas dengan senyum juga "dank u". si Om itu terus terdiam dan memandang saya sejenak. Dan guess what, dia lalu menyerahkan bunga tulipnya untuk saya!"dit is voor jouw" (ini untuk kamu) Hah?! gelagapan saya terima bunganya "really? for me? waarom ? (mengapa)" sambil berlalu dia mengatakan sesuatu dalam bahasa belanda yang saya tidak mengerti artinya. Saya cuma bilang terima kasih sekali lagi. si Om melambaikan tangan.

aneh...

tapi

ya senang juga, soalnya dari kemarin-kemarin memang niat ingin beli bunga baru untuk dikamar.

Ma kasih ya Allah untuk bunganya...
*ternyata dikasih bunga itu memang membahagiakan yah =b*

Monday, March 20, 2006

yeap.. mereka datang...

Seminggu kemarin kalau pulang, yang pertama ditanya pasti "ada kiriman yang datang ?". Atau ga kalau kebetulan dirumah, langsung melototin tukang pos yang biasanya datang sekitar jam setengah dua belas siang. dan yup! akhirnya mereka datang!

Yang pertama sekali adalah bukunya teks Health Promotion dari Jeanie Naidoo. Dikampus sebenarnya pakai Keith Tones. Tapi begitu baca resensinya saya pikir saya perlu buku ini juga untuk melengkapi Keith Tones yang levelnya lebih advance. Kemudian bukunya Marc Buellens menyusul. Agak sedikit ber-'doggy ears' mungkin karena paketnya tidak rapi. Sebel, tapi begitu lihat data penjualnya,.. ooh penjual baru toh, ya sudah lah. masih amatir soal bungkus-bungkus mungkin. Tinggalin feedback aja. Bukunya punya doggy ears tapi sampai tepat waktu, saya puas.

Besok-besok buku Nursing Research sampai, bersamaan dengan The Case of Islamo-Christian Civilization-nya Richard W Buellet. Yang terakhir ini bukan buku teks, tapi tertarik aja untuk baca dan tambah senang waktu saya baca reviewnya sedikit di resonansi Republika. Yiiha! pas deh!

Niatan beli buku teks ini akhirnya dilaksanakan setelah menimbang-nimbang, kok buku-buku yang saya punya fotokopian semua yah? ga keren banget sih. Bisa-bisa anak saya nanti (kalau nanti punya anak, maksudnya*tersipu*) komen "mom, you're so uncool, all of them are fotokopian?"

Dan sekarang yang dinanti-nanti adalah Through The Lens, National Geographic Greates Photographes! kumpulan foto dari National Geographic. Terus terang beli buku ini dengan merem. Habisnya serem juga melihat jumlah pounds yang terus merangkak di daftar buku yang saya beli dari amazon.co.uk. Hitung-hitung, konversi ke rupiah... yaah, harga segitu untuk buku hardcover, 504 halaman pula, dan National Geographic bo! National Geographic gitu loh! pantas lah. Buku kerudung cantik 75 halaman punya ratih sang yang 'haw-haw' gitu aja 75 ribu, ini National Geographic!? akhirnya diputuskan lah untuk diambil saja.

Dan tagihan itu terus merangkak. Tinggal nangis akhir bulan nanti. Belum lagi janji sama beberapa orang untuk membelikan buku sebagai oleh-oleh. Susah juga kalau oleh-oleh punya strata. Yang umum-umum aja sudah disiapkan coklat, yang istimewa disiapkan barang-barang tahan lama (gantungan kunci, dsb), yang istimewa sekali saya pilihkan buku.

Kalau dulu suka ngeluh-ngeluh betapa mahalnya buku di Indonesia, sekarang tahu rasa! contohnya waktu mau beli The Adventures of Ibnu Battutah-nya Rose E Dunn, harganya bisa sampai 10 ponds termasuk pajak dan ongkos kirim. Eh, waktu lihat ke site punya penerbit obor, buku yang sama harganya 42 ribu rupiah saja! huaaa, sebel banget. Cuma payahnya, begitu saya tanya ke penerbitnya, buku itu masih ada stoknya atau ga, sampai sekarang ga dijawab tuh. Dan Ibn Batuttah masih dengan setia mengisi wish list saya.

Jadi...
Indonesia itu tetap 'surga' kayaknya...
setidaknya untuk beberapa hal macam gini.

Sunday, March 19, 2006

Little House on The Prairie

Dapat postingan ini di bulletin board Friendster. Kayaknya sih dari blog seseorang... jadi yang merasa nulis, kalau suatu saat nyampe juga ke blog ini, saya minta ijin yah buat naruh tulisannya di sini (dah difait accompli duluan he he)

Dulu kayaknya ini tonotnan wajib banget tiap hari minggu. Pake punya bukunya pulak. Koleksi saya berhenti sampai Laura Ingalls menikah sama Almanzo Wilder dan beranak pinak....

Jadi gini tulisannya :

Sebuah karavan sederhana berjalan pelan-pelandengan ditarik seekor kuda. Terseok-seok di atas jalan tanah berdebu. Siang yang panas di sebuah bukit landai berpadang rumput luas. Seorang lelaki kekar berwajah ramah menarik-narik tali kekang kuda yang menghela karavannya. Istrinya yang cantik semampai duduk mendampinginya dengan selalu menyunggingkan senyum manis...
Tiga orang gadis kecil berbeda usia berlarian menuruni lereng bukit yang dihampari rumput-rumput tinggi menghijau. Bunga-bunga rumput berayun-ayun riang mengikuti hentakan kaki-kaki mungil melompat-lompat turun. -- Halah, bahasamu toh ...---.Didahului oleh seekor anjing berbulu lebat yang lincah menderap menuju ke bawah. Gadis yang berkepang dua tak kalah lincah segera mengejarnya, diikuti kakaknya yang berambut panjang indah. Sedangkan si adik terkecil tertatih-tatih di belakang berusaha mengikuti lompatan-lompatan kedua kakaknya... Ups,kaki mungilnya tersandung dan jatuh tergulingbeberapa depa di lereng bukit. Tapi untunglah lapisan rumput itu cukup empuk, sehingga si kecil bisa segera bangkit dan kembali tertawa riang...(hehehehe.. begitu katanya.. kali :D) ---- sumpe loh deskripsinya ga nahan...

Acara hari minggu di 80-an bagi yang ingin tinggal di rumah saja sambil menonton tivi tampaknya sudah tercetak di sebuah prasasti batu yang tidak mungkin diubah lagi. Nonton Unyil, Ria Jenaka, dan Album Minggu. --oh iya, album minggu, album minggu kitaa... dengan penyiar wanita masih berambut singa...

Lalu sebagai penutup menjelang waktu tidur siang di hari yang terik, suguhan tetap setiap akhir minggu adalah kisah tentang keluarga sederhana yang hidup di kota kecil dengan berbagai intrik dan kejadian menyentuh. Keluarga Ingalls dalam serial LITTLE HOUSE ON THE PRAIRIE.Film ini diangkat dari buku karya Laura Ingalls Wilder (Laura Ingalls yang beneran, bukan yang dipelem ini) tentang suka duka kehidupannya diWalnut Grove. Jadi critanya Keluarga Ingalls ini asalnya dari Kansas, trus pindah ke Walnut Groove mencoba mencari peruntungan baru di kota yang baru tumbuhini. Si Pa Charles Ingalls yang rambutnya gondrong megar---tapi ganteng loh,bo!---, bersama Emak Caroline yangberwajah manis tapi teduh, memboyong tiga anakgadisnya Mary, Laura (dengan kepang dua dan gigi kelincinya), dan Carrie tinggal di rumah sederhana. Eh.. ada yang ketinggalan, anjingnya si Jack (wuih!,anjing dikasih nama 'Jack'! )

Kehidupan di Walnut GroveWalnut Grove ini kota yang sangat kecil, mungkin lebih pantes dibilang desa kali. Punya satu gereja kecil dengan pendeta Alden sebagai pemukanya.Gereja ini juga dipake buat sekolah anak2. Yanga ku heran, itu sekolah kelasnya cuma satu ya diruangan gereja itu. Semua anak Walnut Grove dengan berbagai usia diajarnya yang nyampur disitu.Gurunya juga cuma satu, Ms. Beadle. Jadi nggak ada tingkatan kelasnya dong ya? ato gimana?-- yah kayak gitu memang...--

Ada satu toko kelontong dengan beraneka ragam dagangan yang dimiliki keluarga kaya Oleson.Keluarga Oleson ini menjadi bagian yang paling banyak disorot di serial ini, tentunya setelahpara Ingalls. Tapi mereka lebih sering kebagian sosok antagonis sih. Pasti nggak ada yang bisa lupa sama tampang kejamnya Mrs. Harriet Olesonyang ala nenek sihir jahat. huh... galak dan jutek bener! pengen deh nimpuk :D -- iya, beneran sebel banget, hebat tuh artis yang jadi Mrs.Harriet---Eh, setelah aku liat gambar2 Nyonya Harriet Oleson ini.. aku jadi bertanya2, kenapa sih para antagonis cewek yang licik sering digambarkan suka pake aneka macam topi aneh? Apa topi2 aneh itu identik dengan karakter congkak dan culas ya? --masa sih ? Cruella de Ville.. nggak tuh---Bandingin deh ama Jilly di Return To Eden. Cuman tentu saja Jilly jauh lebih muda dan cantik ;) Mrs. Harriet ini punya suami Nels Oleson. Orangnya sebenernya baik sama semua orang para tetangga diWalnut Groove, tapi karena pak Nels ini tergabung dalam ISTI (Ikatan Suami Takut Istri) ya jadinya sering kali dia harus mengikuti kehendak istrinya yang pelit dan sombong sama orang sekitar.Melengkapi keculasan Mrs. Harriet, adalah anak perempuannya Nellie Oleson. Sama kayak emaknya,congkak, culas dan manjanya nggak ketulungan. Suaranya sering diset di oktaf tertinggi. Tapi mendinglah, masih cantik :D. Yang paling diingat dari Nellie ini, selain sikapnya, adalah rambutnya yang pirang bergulung-gulung... --diem-diem saya pikir rambutnya cool loh kayak gitu---Ada lagi adik laki2nya Willie Oleson. Ini anak juga bandelnya minta ampun. Pokoknya keluarga Oleson ini seringkali bikin keluarga Ingalls dan warga Walnut Grove lainnya makan ati. Penonton juga paling kesel ama kombinasi Emak dan 2 anak bandel itu.

Ada lagi keluarga Mr. Edwards dengan anak2 angkatnya. Juga keluarga Garvey. Jonathan Garvey dan Pa Charles sohib-an banget. Terus ada Doctor Baker, satu2nya dokter yang siap dihubungi kapan saja kalo ada warga yang sakit.Rumah Mungil Keluarga Ingalls Rumah yang ditinggali keluarga Ingalls memang kecil dan sederhana. Terbuat dari kayu, berdiri ditengah2 padang rumput yang nyaris gersang. Ya iyalah, cocok sama judulnya kan. Perabotannyasemua juga dari kayu. Ruang utamanya cuma dilengkapi dengan perapian dan satu set meja makanyang merangkap meja tamu dan meja belajar anak2.Mary dan Laura tidurnya di loteng atap yangnaiknya pake tangga vertikal. Di samping rumah adapompa dragon (hehe) tempat anak2 cuci muka sebelum berangkat sekolah (jorok deh, gak pake mandi :D )

Si Pa kayaknya kerja serabutan gitu. Kadang dipabrik penggilingan yang ada kincir airnya itu,kadang ngangkut2 karung atau jerami di pertanian,kadang juga sibuk membajak ladangnya sendiri. Yang jelas dia bekerja keras sepanjang hari untuk menghidupi keluarganya. Bahkan waktu tulang iganya ada yang patah karena jatuh dari pohon, dia tetap memaksakan diri mengangkat karung2 jagung :( ..duh, babe) ..---iya, saya ingat episode ini... sampe terharu nontonnya---Sedangkan si Ma Caroline adalah tipe ibu rumah tangga sejati yang sabar dan setia. Dan anak2 gadisnya adalah anak2 yang penurut dan baik hati.Saat si Pa sakit tapi ada kerjaan yang harus diselesaikan, mereka lah yang bergotong royong memanggul karung2 jagung. Sekali2 emang suka bandel, terutama Laura, tapi itu karena dorongan keingintahuan seorang anak2 yang dapat diluruskankembali.Pokoknya keluarga kecil yang meskipun tidak berkelebihan tapi hidupnya saling mencintai dan harmonis lah...

Ingalls vs Oleson
Walaupun keluarga Ingalls adalah pendatang di Walnut Grove dan bukanlah siapa2, tapi mereka mendapat tempat di hati masyarakat Walnut Grove karena ketulusan mereka. Berbeda dengan keluarga Oleson yang kaya raya dan seolah menjadi penguasaWalnut Grove, tapi sering membuat para tetangganya sakit hati karena kecongkakannya.Mrs. Harriet sempat bernafsu menguasai seluruhkota, juga sempat mengusulkan agar Walnut Grove memiliki walikota dan mengajukan Nels sebagaicalonnya. Dia juga suka mengatur2 kurikulums ekolah bahkan sempat memaksa jadi guru pengganti.Nellie nggak beda jauh dengan emaknya, cuman dia lebih fokus untuk menjadi penguasa sekolah.

Romantika Gadis Remaja
Laura kalo pergi ke sekolah biasanya pake rok lebar, sepatu boot (tapi gak pake ransel, entarjadi Dora dong :D), bawa buku dan bawa kaleng.Kaleng? buat apa?... nah itu juga yang sering aku bingung. Bawa kaleng ke sekolah? mungkin buat ngguyur si Nellie yang suka ngejek dia sebagai'gadis desa' (country girl) :D.. Tapi kayaknyasih, ni kaleng buat tempat apel yang entar bakal buat makan siang. Tapi kenapa kaleng? emang nggak ada tas kresek ato kotak bekal gitu... yo embuh,mungkin emang trendnya lagi gitu :p

Satu kali, pas Mary udah mulai tumbuh remaja,Laura ngiri sama pertumbuhan kakaknya. Demi agar bisa terlihat lebih dewasa dan dikagumi cowok2 disekelilingnya, dipasanglah dua buah apel bekal makan siang di dadanya :D ... dan ketika dia disuruh maju ke depan kelas... melorot aja tuhapel ke bawah .. hehehe... Seisi kelas terbahak2dan Laura langsung lari pulang dengan berderai airmata :D ...Mary dari awal punya masalah dengan penglihatannya. Hingga sampai satu saat dia tidakbisa lagi membaca tulisan di papan tulis.Selanjutnya dia harus memakai kacamata, walaupundia harus tahan dengan ejekan teman2nya sebagai si"Mata Empat". Namun Mary tidak menjadi minder,bahkan sempat mewakili kotanya mengikuti kompetisi matematika se-negara bagian dan berhasil menjadijuara kedua. Mary juga sempat ikut mencalonkan diri jadi "school president" (kayak ketua OSISgitu kali ya.. ) menantang Nellie dan seorang lagibernama Elmer, meskipun akhirnya mengundurkan diri.

Soal kisah cinta remaja, sudah tentu ikut menjadibumbu penyedap film ini. Mary sempat jatuh cintadengan John anak angkat Mr.Edwards walau akhirnya harus terpisah. Sementara Laura sering saingan sama Nellie soal rebutan perhatian cowok. Nellie emang lebih wah dandanannya, tapi Laura meskipun tampak lugu dengan gigi kelinci dan rambutkepangnya lebih bisa memikat hati cowok dengan hati emasnya (halah.. bahasanya :p) Episode saat Mary kehilangan penglihatannya,adalah episode yang paling mengharukan. Semuanya sedih, termasuk penonton. --iya ampe kaget gitu, kok bisa dia sih dibikin sedih ceritanya, mestinya dia bisa jadi pengacara atau apa---Mary yang depresi didaftarkan di sekolah khusus tunanetra di Iowa.Untunglah ia mendapat guru yang sangat bersemangatwalaupun tunanetra juga, Adam Kendall. Mary mulai mampu hidup kembali.

Gadis2 itu pun Menikah
Mary akhirnya jatuh hati dan menikah dengan gurunya Adam Kendall. Sementara pada season 6,Laura yang sudah remaja matang terpikat pada saudara laki2 dari guru barunya Ms. Wilder yangbernama Almanzo. Sempet rebutan lagi sama si Nellie. Namun akhirnya Almanzo memilih Laura,bahkan kemudian melamarnya. Pa Charles yangmenganggap Laura masih kecil, masih 16 tahun,memintanya menunggu 2 tahun lagi. Berkat ketulusanAlmanzo syarat itu dikurangi menjadi 1 tahun saja..Adam Kendall, suami Mary, secara mengejutkan bisa melihat setelah pingsan akibat suatu ledakan (aduh.. sinetron banget sih =b). Selanjutnya ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah hukum. Setelah lulus, Adam pun membuka praktek sebagai pengacara di Walnut Grove.

Laura setelah menikah tidak lagi berkepang dua (yaiyalah, masak mau culun terus). Rambutnya digelungala ibu-ibu dan warna rambutnya berubah jadi kemerahan (udah ada ya semir rambut merah di jaman itu?). Dia kemudian diangkat menjadi guru diWalnut Grove. Sementara Almanzo kerjanya nggak jauh beda ama Pa Charles, apa aja dikerjain.Sedangkan Nellie jatuh cinta pada Percival Dalton yang dipekerjakan Mrs. Harriet untuk mengurusi restoran miliknya. Merekapun juga akhirnya menikah. Masalah muncul ketika Nellie hamil.Keluarga Percival yang Yahudi menginginkan si anakmenjadi Yahudi, sementara Oleson menginginkannya menjadi Kristen. Semuanya terselesaikan ketika ternyata Nellie melahirkan kembar laki-perempuan.Bagi deh atu-atu :D

Tema2 dari Abad ke-19
Setting akhir abad 19, tentunya bersinggungan dengan masa2 koboi dan bandit berkuda berjaya.Juga masa2 bangsa indian menjadi musuh dan diperlakukan secara diskriminatif oleh warga kulitputih. Meskipun jarang banget, tapi ada satu dua episode yang menggambarkan suasana itu. Pernah ada pelarian indian yang minta perlindungan di WalnutGrove. Dan pernah juga penjahat besar Jesse James mampir ke kota kecil ini dan sempat menyanderabeberapa orang.Pada masa itu, teknologi2 baru juga mulai bermunculan dan diperkenalkan dalam kehidupan masyarakat Walnut Grove. Sering kali sih yangdapat kesempatan pertama memanfaatkan adalah keluarga kaya Oleson. Mereka yang pertama kali punya telepon, yang sering dipinjam oleh tetangga2 dan dimanfaatkan oleh Mrs. Harriet untuk menguping demi mendapat gossip2 baru :D. Oleson juga sempat mencetak koran lokal, yang dipakai Mrs. Harriet untuk propaganda kepentingan pribadi dan menjelek2an orang lain. Kereta Api juga nyaris masuk ke Walnut Grove dan beberapa pemukiman hampir digusur untuk jalur kereta, tapi nggak jadi karena warga menolak.Tema diskriminasi terhadap warga kulit hitam jugacukup sering diangkat.Yang paling benci ama kulit hitam ya sapa lagi kalo bukan Nyonya besar HarrietOleson. Dan serial ini memposisikan diri di pihakyang anti diskriminasi rasial.

Tuna Netra dan Anak Angkat
Dari season ke season, tampaknya penulis serial ini (nggak tahu apakah orangnya tetap atau ganti2)suka bikin tema cerita tentang tuna-netra dan anak angkat.Selain Mary yang tunanetra dan kemudian menikah dengan Adam yang awalnya juga tunanetra, di Walnut Grove akhirnya juga dibuka sekolah Tunanetra dengan Mary dan Adam sebagai gurunya. Selanjutnya banyaklah cerita tentang anak2 tunanetra yang berbakat, atau yang kehidupannya tragis. BahkanLaura juga sempat dikisahkan buta saat WalnutGrove terserang wabah Anthrax. Untunglah cuma sementara... sempat ketar-ketir juga sih, takut kalo Laura akhirnya buta kayak Mary.. :(Soal anak angkat, wah banyak banget. Keluarga Ingalls mengangkat remaja Albert menjadi anaknya saat Mary pergi untuk bersekolah di sekolah tunanetra. Terus di season selanjutnya ada sepasang anak James dan Cassandra yang juga diangkat anak oleh keluarga Ingalls.Waktu Nellie menikah dan boyong dari Walnut Grove,keluarga Oleson mengangkat Nancy dari rumah yatim.Nancy ini mirip banget ama Nellie kecil, bahkan lebih bandel. Cocok banget jadi keluarga Oleson.

Sedangkan Laura selain mengasuh anak kandungnya sendiri Rose, juga mengasuh anak dari iparnya yang telah meninggal, Jenny. Bener2 deh.. kota itu dihuni orang2 yang berbudi luhur yang tidak tegaan dengan anak2 telantar :)Ada lagi peristiwa yang terjadi berulang. Caroline pernah kehilangan bayi laki2nya sebelum kemudiania melahirkan putri ke-empatnya, Grace. Mary juga kehilangan bayi-nya yang tewas dalam kejadian kebakaran sekolah tunanetra. Selanjutnya Laura juga tidak berhasil mempertahankan bayi yang bakal jadi adik dari Rose.Berakhir di Season ke-9 Di negara asalnya sana, serial ini season pertamanya diputar pada tahun 1974. Per season rata2 ada 21 episode. Season ke sembilan yangmenjadi season terakhir diputar pada tahun 82-83."Tersanjung" yang cuma sampai 6 itu ya masih kalahlah... :D Nggak tahu mulai tahun berapa diputar diTVRI, kayaknya sih mulai 70-an akhir. Dan season terakhirnya diputar di TVRI sekitar tahun 85-an.Season terakhir ini ditandai dengan keluarnyaMichael Landon dan digantinya judul serial menjadi"Little House: A New Beginning". Karena emang rumah mungil di tengah padang rumput itu tidak didiami lagi oleh keluarga Ingalls. Michael keluar, Leslie Landon anak perempuan kandungnya masuk berperan sebagai Etta Plum, ibu guru baru.Namun tampaknya penonton sudah mulai jenuh dengan serial ini, dan season ke-10 pun tidak diproduksi.Bosen juga sih nonton serial yang sama selamabertahun2. Tapi apa daya... wong saat itu nggakada pilihan lain. Ya kalau hari minggu siang nggak ada acara dan kerjaan mau nggak mau nongkrong didepan tipi nonton Laura.

Setelah Little Househabis masa tayangnya, kita masih bisa nontonaktingnya Michael Landon yang tetap dengangondrong megarnya sebagai malaikat yang turun kebumi dalam Highway to Heaven. Tapi rasanya udahbosen ngeliat tampangnya Michael Landon bertahun2gitu terus :DBerita TerakhirMichael Landon yang di tahun 60-an tampil lebih klimis dalam serial yang juga terkenal dijamannya, "Bonanza",--jadi little Joe yah, imut kayak anak kelinci... tapi seingat saya dulu malah naksir sama abangnya yang lebih macho he he he, sadis.. tua banget sih seleranya--- meninggal pada Mei 1991 karena kanker pankreas. Dia sudah sempat meninggalkan jejak di Hollywood Walk of Fame yang menandai bahwa eksistensinya cukup dihargai dalam dunia perfilman.

Melissa Gilbert juga telah mendapat penghargaan dia badikan di Hollywood Walk of Fame baru2 initahun 1998. Meskipun jarang lagi kita tonton aksinya diputar di Indonesia setelah Little Houseini. Sempat menjabat sebagai presiden dari lembaga Screen Actors Guild selama dua periode. Dan dia menikah dengan aktor Bruce Boxleitner, yang kita kenal dalam serial "Bring 'em Back Alive" dan"Babylon 5". Kebetulan di Babylon 5 Melissa jugaikut main sebagai istrinya Bruce. Cinlok dong... ;)Pemeran yang lain? auk deh... nggak sempet googling lagi, soalnya udah deadline harus segera diposting sih. Kalau nggak mau ditagih terus ama para pengunjung setia blog ini :D...--sapa sih nih yang punya blog, sok tenar amat --- hehehehehe...Tapi kayaknya sih pada nggak terlalu kedengeran lagi setelah main di serial sempat diproduksi selama 8 tahun terus menerus ini.

Yang jelas, serial ini banyak membawa nilai-nilaimoral yang tinggi untuk diserap oleh penontonnya.Tentang persahabatan, kekuatan keluarga yang harmonis, tentang rasa sosial yang tinggi terhadap sesama, pokoknya yang sesuai dengan butir2Pancasila deh :) Nggak pernah ada adegan yang menjurus ke pornoaksi atau pornografi :p tontonan seluruh keluarga deh pokoknya. Meskipun begitutokoh2 utamanya juga digambarkan sangat manusiawiyang tidak lepas dari kesalahan, walaupun padaakhirnya bakalan menyesal dan happy ending.

memang keren abis tuh film--menghela napas--ma kasih yah sudah menulis resume yang menarik =)