Thursday, June 08, 2006

PhD?

"Nanti langsung mau PhD ? banyak kan yang begitu?"
saya ingat banyak teman yang bertanya seperti itu menjelang keberangkatan saya kesini. Pertanyaan itu muncul lagi saat sedang menyelesaikan master thesis semacam ini. "Kenapa ga bikin proposal PhD, sekalian ?"

Duh,

Buat teman-teman saya yang memang datang dari bidang kesehatan, pastinya akan menarik untuk mencari kesempatan memperdalam ilmunya dengan merencanakan mengambil PhD nanti. Tapi buat orang yang crossover dari bidang jurnalistik ke bidang kesehatan semacam saya, butuh waktu untuk dapat 'insight' dari bidang ini. Dan caranya tak lain dan tak bukan yang dengan melihat sejauh mana saya bisa memanfaatkannya di dunia nyata nanti, di tempat kerja saya.

Sampai nanti, mungkin suatu pagi ketika baru bangun dari tidur saya langsung berpikir "Ok,kayaknya gw harus ambil PhD, nih" he he... maksudnya gini loh, punya ilmu itu berat tanggung jawabnya, di dunia maupun di akhirat. Dulu waktu memutuskan untuk sekolah lagi dorongannya adalah karena banyak pertanyaan berkaitan dengan dunia kerja yang saya hadapi yang tidak saya tahu jawabannya dan tidak ada yang dapat memberikan jawaban memuaskan (kenapa kita harus bikin program ini, kenapa tidak itu blah,blah,blah). Dan kemudian saya pikir, oke, ga bisa begini terus-terusan. saya harus sekolah.

Dan hal yang sama, akan berlaku pula untuk PhD. Saya yakin, insya Allah, akan ada masanya untuk itu. Dan sebagai orang yang percaya bahwa 'setengah gelas penuh', insya Allah kesempatan dan rejeki itu, jika membawa kebaikan untuk kehidupan dunia dan akhirat saya, juga pasti datang.

Tapi tidak pada saat saya merasa belum matang dan memahami dengan baik amanah ilmu yang saya pikul saat ini. Saya khawatir kalau akselerasinya terlalu cepat, jatuhnya jadi ilmu yang instan.

Kan ga lucu kalau setting di akhirat nanti saya ditanya, kenapa ambil PhD, lalu saya jawab
"Habis, keren aja" *grin*

Karena terus terang, saya belum menemukan alasan yang kuat selain itu untuk saat ini.

5 comments:

Anonymous said...

PhD khan ga di bidang kesehatan aza. Kamu cocok kali PhD di bidang ....makanan :D

Anonymous said...

Atau... di bidang toleransi dan humanitarianisme? (Ataukah PhD humanitarianisme lebih baik dipelajari di the school of life?)

(Kalo di kantor gue sekarang, inilah saat ketika semua rekan satu pit kreatif mengerang dan berkata "Aduuuh, dibahas pula?!")

Anonymous said...

temenku ada juga yang dapet gelar PhD tapi belum lulus S3. PhD : Pakar halaqoh dan Dauroh.... ha ha ha

Aku do'ain mba bisa segera dapet PhD-nya. BTW, kalo boleh nanya kok bisa Mba crossover dari jurnalistik ke kesehatan?

Anonymous said...

You have an outstanding good and well structured site. I enjoyed browsing through it
»

solilokui said...

kok bisa cross over? long story brother, but definitely it's a choice. Iya nih, seru kali ye punya restoran, yang isinya siomay,pempek,martabak telor,bakwan malang,sate,soto madura... (i can go on like this all nite...)