Tuesday, April 04, 2006

Biblio-something

Koneksi internet di rumah masih belum beres. Jadinya hanya mengandalkan signal yang tertangkap dari tetangga kiri kanan yang kadang tidak di protect. Itupun lemah sekali. Jadi terasa juga ya kehilangan ritual ngobrol pagi-pagi dengan teman-teman di Jakarta yang lumayan jadi obat kangen.

Het is Lente, katanya. Sudah masuk musim semi. Suhu sedikit beranjak naik, walaupun jadi sering turun hujan. Beberapa pohon sudah mulai menunjukkan tanda-tanda hidup kembali, masa-masa musim dingin yang katanya menaikan level stress orang-orang Eropa sudah mulai melangkah pergi.

Banyak yang terjadi. Sudah ketemu Ayako lagi, sempat makan malam dan pergi ke Gym bareng (setelah berbulan-bulan bikin janji), sudah tahu apa yang akan terjadi di serial Grey's Anatomy dua episode ke depan (thank's to Benny yang sudah mendownload gratisan he he), sudah nraktir kebab dengan agak-agak nggak ikhlas (habis miladnya kapan, traktirannya kapan).

Hal lain yang menarik karena akhir Maret sampai tanggal 2 April kemarin ada Boekenfestijn atau festival buku di Maastricht. Jelas penasaran ingin tahu seperti apa sih yang namanya festival buku di Belanda. Saya pikir saya beruntung karena setelah melihat jadwalnya, tampaknya festival buku ini hanya diselenggarakan setahun sekali di kota-kota tertentu di Belanda dan Belgia. Di Belanda festival buku hanya ada di Maastricht, Utrecht, Leuven, Amsterdam, Rotterdam, dan Eindhoven.

Di Maastricht, festival buku ini mengambil tempat di Forum MECC, tidak jauh dari rumah dan tentu dekat sekali dengan kampus. Jadi hari Jumat seusai kuliah, saya dan Astri memutuskan untuk melihat-lihat.

Ternyata yang namanya boekenfestijn itu sangat sederhana atau dalam istilah lain, fungsional sekali. Di pintu masuk yang ditandai dengan pembatas plastik pengunjung yang membawa tas besar dipersilahkan menitipkan tasnya. Pengunjung disediakan keranjang dan juga trolli untuk dibawa masuk ke area boekenfestijn. Area-nya sendiri dibatasi dengan kerangka-kerangka besi yang berfungsi sebagai partisi portable. Masuk ke dalam dari pintu masuk berjajar meja-meja panjang berisi buku-buku dalam berbagai macam kategori. Ada kategori reizen & atlassen (travelling), kunst & art (seni), hobby, medische & new age (istilah yang terakhir tadinya ga ngerti, tapi setelah dilihat ternyata isinya soal reiki, yoga dan sebangsanya), novel dan literure, kamus, varia (aneka macam, termasuk puzzle,mainan anak-anak, buku tulis dsb), sejarah, agama dan banyak kategori lainnya.

Yang menarik adalah boekenfestijn ini memang seperti janjinya, een grote ontdekking (a big discovery), why pay more?! dan ternyata beneran a great discovery dan murah banget! buku Milestones of 20th Century yang hardcover dengan tebal hampir 400 halaman harganya hanya 2,50 euro! selain membeli buku itu (tentu saja), banyak juga coffe table picture book yang asli keren banget. Akhirnya setelah menimbang-nimbang saya putusakan untuk men-drop buku sejarah komplit Perang Dunia II dan menggantinya dengan 100 Great Wonders of The World dan The Art of National Geographic (isinya ilustrasi-ilustrasi terbaik yang pernah di muat di NG). Ada juga Junior Chronicle of the 20th century, hampir sama dengan buku Milestone itu, hanya saja ini lebih concise dan lebih banyak gambar karena memang untuk anak-anak. Dan semua ini hardcover dengan kertas artpaper! huik,huik.. Ooh yang di Jakarta, envy me! Sebenarnya saya mencari buku yang berkaitan dengan seni dan arsitektur islam. Tapi saya kurang beruntung karena dari hasil browsing hanya menemukan beberapa yang menggunakan bahasa Belanda. Jadi walaupun bagus, khawatirnya tidak akan terlalu bermanfaat. Astri yang lebih teliti dan lebih sabar berhasil menemukan buku dengan tema Islam yang lumayan bagus untuk dijadikan referensi.

Di meja dengan kategori popular science, saya menemukan buku-buku hardcover dengan sampul menarik karangan Francis Fukuyama (Our Posthuman Future, salah satunya), ada Mind Over Matter; Conversation with the Cosmos, Deeper than Darwin, Cassel's Law of Nature, A Brief history of the Human Race, buku-buku tentang rekayasa genetik, buku-buku tentang teori evolusi dan kritiknya, The Origins of Creativity, The Mystery of Thing, Endangered Minds, ada juga buku-buku 'lucu' seperti The Sourcebook of uneXplained (yang agak sedikit menyesal kenapa saya beli, karena kalau dibaca malam-malam ada rasa-rasa gimanaaa gitu) dan The Science of Harry Potter (the nimbus two thousand's ability to fly no longer seems so incredible in light of the discovery of "gravity-shielding effects"; masa? yu mas bi joking rait?). Saking bagusnya sampul buku-buku ini, saya yakin mereka yang tidak terlalu tertarik dengan fisika atau bioteknologi (seperti saya) pasti juga senang kalau punya salah satu, salah dua atau salah tiga dari buku ini (yang bilang dont judge the book by it's cover, jangan dekat-dekat deh).

Pindah ke meja literatur klasik, ternyata lebih seru lagi. Novel-novel klasik seri Wordsworth di jual dengan harga hanya sekitar 1-2 euroan. Ada Uncle Tom's Cabin yang historikal itu, yang Harriet Becher Stowe-nya oleh Abraham Lincoln sebut-sebut sebagai little lady who started the great civil war. Ada The Odyssey-nya Homer, yang walaupun sudah beberapa kali baca tapi kayaknya seru juga kalau punya,Wizard of The Oz yang filmnya bagus (Judi Garland as Dorothy) dan penuh makna itu, The Hunchback of Notre Dame, English Fairy Tales, ada Journey to the centre of the earth-nya Jules Verne (walaupun sebenarnya yang dicari-cari cerita yang dibawah laut yang ada kapten Nemo-nya), ada The Little Prince-nya Antoine De Saint Exupary, Tale of Two Cities punya Charles Dickens dan ada Little Women karangan Louisa May Alcott yang dulu film kartunnya pernah diputar (lupa stasiun TV mana) dan saya suka banget.

Pokoknya keren banget deh seksi literatur klasik ini. Beberapa buku kumpulan karya Geoge Elliot, William Shakeaspeare, Edgar Allan Poe, Jane Austen dan beberapa pengarang lainnya yang tebalnya kalau kata anak abg segede-gede gedi juga ada, dijual hanya seharga 6 euro-an. Tadinya ingin beli tapi dipikir-pikir sangat tidak handy sekali untuk dibaca diangkot atau dimasukan ke dalam tas. Lagipula Shakeaspeare gituloh, yang bahasa inggrisnya sophisticated banget, sementara my english as broken as my heart, jadi terima kasih deh.

Dari situ pindah ke barisan buku novel-novel baru. Ada beberapa buku Tom Clancy yang akhirnya saya ambil, dan juga Stephen L Carter yang berjudul The Emperor of Ocean Park. Sebenarnya tidak tahu siapa Carter ini, tapi berhubung di sampulnya ada label Jhon Grisham's Today Show Pict jadi pastinya keren lah. Hardcover-nya Stephen King juga ada. Lagi-lagi dengan harga menggiurkan.

Buku-buku farmasi dan kedokteran juga banyak. termasuk buku Gray's Anatomy dan Sobota yang besar-besar dan bagus-bagus itu (hanya 16 euro sajah), buku-buku pediatrics, gynecolog, nursing dan sebangsanya. Tapi buku kesehatan masyarakat hampir tidak ada sepertinya. Satu-satunya buku yang berhasil saya temukan hanya Health and Ilness in the Community, yang lainnya... nihil.

Sampai dirumah, setelah membongkar semua buku yang saya beli jadi teringat tulisan Putu Wijaya dalam Selisik yang mengulas bukunya Tom Raabe yang berjudul Biblioholism, The Literary Addicition. Kalau kamu punya hasrat untuk membeli, membaca, menyimpan, dan mengagumi buku yang cenderung berlebihan, hasrat itu disebut biblioholisme --sedang orangnya disebut biblioholik (seperti alcoholic untuk pecandu alkohol, dan workaholic untuk pecandu kerja).

Tapi kita tahu bukan bahwa yang terlalu berlebihan selalu tak baik. Karenanya, seperti dia tulis, ada dua jenis biblioholisme yaitu bibliomania (gila buku) dan bibliofil (cinta buku). Beda antara keduanya adalah niatan atau motivasi dalam membeli buku. Seorang bibliomania membeli buku hanya untuk menumpuknya, sedang bibliofil mengharap dapat menguras isi dan kebijakan dari buku-bukunya.

Contohnya Boulard ahli hukum asal Perancis pada abad ke-18. Sampai meninggalnya, Boulard memiliki 600 ribu sampai 800 ribu jilid buku. Dan ketika diloakkan, semuanya baru habis setelah lima tahun. Masalahnya: ia tak membaca buku yang ia beli.

Tapi, haruskah kita membaca semua buku yang kita beli? berapa persen buku milik kita yang harus kita baca agar bisa ada dilevel bibliofil? Sembilan puluh persen? Lima puluh persen? Atau hanya dua puluh persen? Jawabannya kata Tom Raabe akan berbeda setiap orang, hanya orang itulah yang tahu apakah ia gila atau cinta.

Tapi mudah-mudahan jangan sampai jatuh pada level biblionarsisis (biblionarcissist). Asal katanya dari mitologi Yunani tentang pemuda amat tampan bernama Narcissus --saking tampannya sampai-sampai ia jatuh cinta pada ketampanannya yang ia lihat terpantul dari sebuah kolam. Terus menerus menatap kolam, tak makan dan minum sampai akhirnya mati, dan berubah menjadi bunga Narsisis. Nah biblionarsisis ini adalah orang-orang yang mengkoleksi buku --enskilopedi komplet dengan lemari khusus, misalnya-- hanya untuk berlagak, bermegah-megah, pamer, dan mengagumi diri sendiri. Menurut agama, itu riya' (atau kita ganti saja istilahnya menjadi biblioriya'?).

Hmm..
Am I?
Are you?

sst.. jawabannya simpan sendiri-sendiri saja kalau begitu

2 comments:

Anonymous said...

Jangan sampai "biblionarsis" deh. Salam, Anwar.

solilokui said...

amin, jangan sampai deh..
tulisannya bagus mas, aku link yah multiplynya