Tuesday, September 06, 2005

Bersepeda

Untuk urusan ini saya janji bakal kasih oleh-oleh cokelat banyak-banyak buat Anam dan Pak Ratman, ofifice boys di kantor yang udah rela minjemin saya sepedanya. Sebenarnya bukan minjemin, tapi rela dibajak, lha wong saya bilang pinjam sambil langsung dinaikin gitu sepedanya sebelum mereka sempat bilang boleh tidaknya. Saya tentu saja bisa naik sepeda. Tapi terakhir naik sepeda adalah dua belas tahun yang lalu. Dan karena di Indonesia yang naik sepeda itu Cuma anak kecil plus tata kotanya memang tidak didesain ramah buat yang naik sepeda maupun pedestarian, jadilah saya angkoters dan sepeda pun terlupakan. Sepeda mereka yang saya manfaatkan buat mengembalikan ketrampilan naik sepeda. Dulu kalau naik sepeda dikantor pasti sama Pak Hadi, the satpam atau OB-OB suka diledekin, wah mba masa kecilnya kurang bahagia yah ?? he he kalau kurang bahagia masa sih mau diulang-ulang ?

Sepeda pertama yang saya naiki di Maastricht adalah sepeda yang saya pinjam dari Radian, teman Ical. Joknya dipasang tinggi sekali. Kaki saya jauh dari tanah ketika saya duduk disadelnya. Dan ini sangat menyusahkan ketika harus berhenti di lampu merah. Saya harus buru-buru mencari trotoar untuk tumpuan kaki, persis seperti pengendara motor Harley Davidson. Konsentrasi saya untuk memperhatikan jalan juga rusak karena sibuk dengan upaya bagaimana caranya supaya bertahan menyeimbangkan diri diatas sadel yang tinggi itu, sampai-sampai beberapa kali saya diomeli bule-bule yang mau menyalip (dari sebelah kiri! Hah! Tentu saja, untuk pertama kali susah membiasakan diri dengan aturan serba kanan ini).

Dan saya mulai merindukan naik angkot di Jakarta …

Hari ke lima. Setelah mempelajari dan membiasakan diri menggunakan strippenkart untuk naik bis, mulai terasa betapa naik sepeda akan lebih memudahkan mobilisasi dan tentu saja lebih murah. Dibantu Oey, mahasiswa dari Thailand, saya dan Astri mencari sepeda di toko sepeda dekat Guesthouse kami. Sepeda baru di jual dalam kisaran 500 euro ke atas. Dan jelas, itu bukan kelasnya student. Lagipula, cukup dengan membeli sepeda second, murah, dan kondisinya baik, kebutuhan transportasi sudah bisa terpenuhi. Sepeda mahal Cuma akan mengundang maling sepeda tergiur mengincar sepeda kita. Di toko sepeda itu saya mendapat sepeda bekas, jenisnya mountain bike, dengan harga 50 euro (tidak berlaku tawar menawar, hiks maaf tapi ketrampilan itu disini ga banyak gunanya). Kecil, mungkin disini hanya akan dipakai oleh anak kecil, but who cares, yang penting enak, nyaman dan berfungsi dengan baik. Mereknya traxxi, dan karena diperuntukkan untuk anak perempuan (damefiets), sepeda berwarna merah jingga itu ada gambar bunga-bunganya he he he … kalau di Indonesia, sepeda ini sama ukurannya dengan sepeda Pak Ratman yang dulu biasa saya naiki.

Tapi di toko yang namanya George Walstock, mungkin itu nama om-om gendut yang melayani kami, tidak ada sepeda lain untuk Astri. Si Om menyarankan untuk kembali lagi besok mencari peruntungan. Esoknya kami kembali. Masih ditemani Oey dan ditambah Dani. Alhamdulillah, ada sepeda yang bagus untuk Astri (damefiets model konvensional yang bagus dan ada giginya juga) dan Dani (karena dia sama kecilnya seperti saya, maka dia juga memilih sepeda anak-anak, tapi model anak cowok).

Sore itu kami habiskan bersepeda disepanjang jalan perumahan dekat kampus. Sepeda kami menerobos angin summer yang sore itu terasa begitu sejuk dan segar seperti udara dipuncak ….

Dan theme song sore itu saya rasa ….

I want to ride my bicycle, I want to ride my bike
I want to ride my bycicle, I want to ride it where I like …

(Queen)

3 comments:

Anonymous said...

Excellent, love it! » »

Anonymous said...

Wonderful and informative web site. I used information from that site its great. » »

Anonymous said...

Very cool design! Useful information. Go on! » »