Wednesday, December 21, 2005

Nggak Jelas ?

Kelihatannya, dikebanyakan orang, yang namanya belum punya pasangan alias jomblo (katanya siy itu istilah ngga bagus yah, di budaya tertentu, artinya kira kira “nggak laku” tapi jadi nge-tren sebagai orang yang ngga punya pasangan hihihi) biasanya ribut ribut masalah “nggak jelas”.
Umumnya, yang disebut sebagai hal yang “nggak jelas” itu adalah ketidak-konsistenan dari sikap seseorang yang “dimaksud” sebagai pasangan. Saya gunakan tanda kutip sebagai tanda bahwa banyak hal yang melatarbelakangi dan membumbui kata dimaksud itu. Misalkan saja, seseorang yang bermaksud menjadikan seseorang lainnya (ribet deh, bahasanya! Hehehe) sebagai pasangan menemukan sikap yang tidak kondusif (apa siy!? Hihi) dari seseorang yang “dituju”nya.
Niat menjadikan pasangan ini sekurang kurangnya ada 2: Ada yang untuk pasangan hidup dalam arti serius ingin menikah dengannya atau hendak menjadikannya pasangan “setengah hidup”. Maksudnya, kalau cocok menikah boleh juga, kalo ngga ya temenan aja. Hehehe. Ketidakjelasan ini kadang imbas dari karakter dan kebiasaan seseorang. Baik yang menginginkan seseorang menjadi pasangan maupun yang menjadi “yang diinginkan”.Misalkan saja. Ada orang yang salah paham dengan sikap seseorang yang awalnya tidak diinginkannya menjadi pasangan alias ‘temenan’ saja. Namun lambat laun ia menjadi berpikir untuk menjadikan temannya itu menjadi orang yang diinginkan menjadi pasangannya. Dengan sekian kualifikasi ternyata sang teman masuk ke dalam kategori pasangan yang ideal bagi seseorang itu. Ditambah lagi sang teman itupun disinyalir menginginkan hubungan mereka lebih pasti dari “apakah sekadar berteman” atau “diseriusin” saja.
Singkat cerita, ternyata sang teman itu menikah dengan orang lain. Dan ternyata lagi, salah seorang teman saya bilang, tidak hanya si seseorang itu yang menyangka bahwa si teman menginginkannya sebagai pasangan. Tapi lebih dari satu orang! Hehehehe.Itu baru satu contoh.
Contoh lain. Misalkan seseorang bernama Rani menaruh perhatian pada si Rano. Singkat cerita (kali ini bener bener singkat. Hihihi) mereka “selisipan” jalan. Rani lebih dulu menginginkan Rano sebagai pasangannya. Dan berhenti berharap karena menurutnya Rano tidak juga “ngeh” akan penantiannya. Saat Rano berganti menginginkannya sebagai pasangan (bukan pasangan hidup. Karena cerita ini cerita teman saya jaman SMP. Hehehe. Jadi dapat dipastikan mereka belum berpikir untuk berpasangan sebagai teman hidup)Tapi, Rani tidak lagi menginginkannya. Ia sudah mendapatkan calon pasangan lain yang diperkirakan lebih menjanjikan suatu hubungan yang jelas.
Sampai hari ini saya dan teman teman masih suka menceritakan hal itu sambil tertawa tawa. Lucu sekali. “Selisipan suka”. Sembari tidak satupun dari mereka yang mengetahui hal itu. Kok bisa? Iyalah. Masing masing pihak cerita ke temannya tanpa konfirmasi kepada yang berwenang alias bukan langsung ke masing masing orang yang mereka tuju.
Herannya. Sepertinya urusan “nggak jelas” ini kadang memang bisa jadi topik biasa dikalangan orang orang yang belum punya pasangan tetap (pasangan hidup atau “setengah hidup” itu) bahkan sampai saat ini, saat sudah tuwir (baca: tidak muda lagi) begini, saya masih saja menemukan urusan seperti ini di antara kenalan saya yang sama tuwir-nya sama saya. Hihihihi.Saya mengerti siy mengapa ketidakjelasan ketidakjelasan itu bisa hadir. Ada yang beda banget karakternya. Sampai sampai yang bermaksud sekadar baik jadi dikira “ada apa apa” atau sebaliknya. “ada apa apa” tapi dikira “sekadar memang tipikal baik hati dan gemar menolong” hehehe.
Ada yang memang malas mengklarifikasi. Atau gengsian. Atau memang senang aja memanfaatkan situasi “nggak jelas” tanpa berpikir untuk serius memikirkannya lebih jauh (kurang ajar yang ini mah. Hihihi)Entah apa sebabnya, paling tidak ke“ngga jelas”an ini bisa ditanggapi dengan 2 cara: Minimal loh. Cara pertama: Ya Tanya aja. Susah amat. Hehe. Cara kedua: Ya cuekin aja. Kalo tauk “ngga jelas” itu ngga enak kenapa harus pusing pusing mikirin yang “nggak jelas”? Hihihihi.

sambil makan bakwan jagung baca postingan di blog lama si
Ge, sahabat yang dengan manisnya suka manggil saya dengan sebutan 'sekeping hatiku' (duh, Ge..aku padamu deh). Jadi terpikir soal urusan ga jelas ini. Buat saya hal-hal semacam itu, sudahlah cukup jadi jatah siklus-ujian-standar pendewasaan dari Allah buat anak kuliahan semester dua atau tiga (there's always time for stupidity for everyone, ya kan?) . Kalau sekarang ? hmmm ...hare gene masih ga jelas ?

katanya, orang beriman
tidak melakukan
kesalahan berulang (Brothers)

jadi

maap-maap

ga berminat.

3 comments:

jamil said...

cuma mo bilang

"yup
ngga ya
ngga banget
hare gene

yang ngga jelas
buang aja
kasih ke si pus
gantinya ikan asin"

:p

(ngga oke banget siyh comment nya)

Anonymous said...

Hehehe...wah,wah, jadi bikin merenung, napak tilas perjalanan hidup sebelum 4 tahun lalu nih. Ikut empaty krn sama kok ngalamin gmn jd jomblo diusia kritis. Sabar aja ya, Insya Allah pasti disuatu hari akan ketemu juga kok pasangan hatimu. Amin. coba tengok cerpenku di http://kafemuslimah.com/article_detail.php?id=564 atau disini http://www.agus-haris.net/modules.php?name=News&file=print&sid=320

solilokui said...

hah? usia kritis yah? kok ga ngerasa yah?*=b gubraks!*