Saturday, December 24, 2005

bye ...

"This is it attin...i had to say good bye..." Irene berdiri di tengah kamar. Dalam balutan T-Shirt dan celana jeans, tanpa make up, wajahnya kelihatan jauh lebih muda. Wah, kok tiba- tiba jadi terharu yah. Kami berpelukan "thank you for being such a nice roomate" bisik saya. "Succes..." Kami terus cengengesan gak jelas.
Ini, orang yang dari awal saya sudah ketar ketir bakal bawa cowok ke kamar,yang dari awal saya bayangin yang 'gawat-gawat' tapi akhirnya ... empat bulan terlewati dengan baik-baik saja.
Kami memang berbeda, tapi saya tidak bisa bilang hal-hal yang jahat tentang gadis ini. Masih ingat waktu pertama kali duduk bareng saling tukar informasi kebiasaan dan keseharian masing-masing, langkah yang saya pikir sangat cerdas untuk menghindari alis yang terangkat. Masih ingat waktu dia minta ijin kalau ada teman cowoknya yang akan datang dari Madrid dan mau nginep di kamar, dan entah bagaimana ekspresi yang saya tampakkan, tapi dengan paniknya dia langsung bilang "no,no,no! he's not my boyfriend!" dan cowok itu, entah bagaimana tidak pernah sampai ke kamar kami, walau saya bilang "yaaah, kalau dia penting sekali buat kamu, aku ga keberatan dia tidur di kamar buat istirahat tapi setelah aku pergi kuliah".
Komunikasi yang kami lakukan lebih banyak bersifat metakomunikasi. Minggu ini dia buang sampah, oke kalau begitu minggu depan giliran saya, dan minggu depannya dia, begitu seterusnya. Begitu juga soal bersih-bersih kamar dan stove. Dia lebih jarang bersih-bersih, tapi kalau bersih-bersih hasilnya kinclong sekali sampai saya ga akan tega pakai kompor buat masak. Jadinya heran juga waktu Ayako tanya apa kami bagi-bagi tugas. Ga tuh, cuma saling ngebaca aja satu sama lain.

Kami sama-sama suka masak (ehmm, buat saya sebenarnya 'kepepet untuk masak'), saya akan dengan senang hati menyisakan sepotong dua potong kue untuk dia cicipi, tapi dia tidak akan pernah menawarkan masakannya buat saya "You not eat, what I eat", katanya. Jadilah kulkas kami isinya barang 'halal dan haram' he he... rak atas jatah saya, sementara daging-dagingan dan bir-bir-an milik dia ada di rak bawah.

Dia bangun jam satu siang, saya bangun subuh. Tapi kalau bangun, saya ga berani nyalain lampu kecuali lampu belajar sampai dia bangun. Saya tidur jam setengah sebelas, dia tidur jam empat. Dia akan matiin lampu kecuali lampu belajar kalau saya sudah menunjukkan gelagat mau tidur. Suatu kali sepupunya datang, nyalain komputer dan mp3, begitu saya mau shalat, saya dengar dia minta sepupunya dalam bahasa spanyol, buat matiin musik. Ini memang request dari awal. Kamu boleh dengerin lagu kapan aja, kecuali kalau aku lagi 'pray' tolong di kecilin ya volumenya.

Saya juga ingat betapa entengnya waktu dia cerita,"My parent is a catholic but they dont practice. so I am .. what you call in english? hmm... Atheis" sementara saya berusaha keras pasang tampang penuh pengertian sambil dalam hati berseru-seru "what?! gila lo yeh, emangnya gampang apa jadi atheis?!memangnya mudah nemuin jawaban buat semua persoalan di alam yang maha dahsyat ini sendirian?!"

he he
dan empat bulan akhirnya berlalu tanpa konflik berarti. Alhamdulillah.Pelan-pelan, saya lepas papan nama yang dia buat untuk pintu kamar kami. Witing tresno jalaran soko kulino,itu teori yang masih valid juga rupanya. Koridor kami tambah sepi. Tetangga kiri kanan sudah kosong. Tiba-tiba mata saya menghangat...

Sendirian itu
tidak selalu enak