Monday, March 06, 2006

Untuk sebuah penyegaran ...

08.30
Hampir kesiangan! terburu-buru saya menyambar jus dalam kulkas dan mie goreng yang sudah tersaji di meja. Hari ini agendanya saya sudah sampai di Delft setidaknya pukul dua belas. Sambil jalan, saya mempelajari lagi rencana perjalanan yang sudah saya salin di selembar kertas. Jam 09.23 naik kereta dari maastricht randwijk dan pukul 09.26 saya sudah sampai di Maastricht centraal station. lalu ganti kereta yang ke Harlem yang berangkat jam 09.29. ganti kereta lagi di Eindhoven pukul 10.33 dan jam 12.02 saya akan sampai di Delft. Dari situ naik bis ke tempat tujuan.

Eh lagi menunggu kereta gitu, lewat kereta jelek yang menuju Liege dan tebak siapa didalamnya; Ayako! dia langsung loncat-loncat melambaikan tangan dari dalam kereta, didepannya juga ada seorang gadis jepang. Saya langsung kirim sms: hey! mau ke paris ? itu adikmu yah ? senangnya ketemu kamu!!! dia langsung balas; kami mau ke brugge! dan yah itu adik saya! senang juga lihat kamu! kejutan banget!

Lucu juga. sejak saya pindah, kami cuma saling berkirim email. Saling mengeluh betapa sulitnya ketemu padahal kami tinggal di kota yang sama, cuma dipisahkan sungai tapi kayaknya jauhnya minta ampun

Dikereta
Seperti di Indonesia, disini juga ada masinis (kondektur) yang bulak-balik memeriksa tiket. Biasanya dalam perjalanan Maastricht- Delft, bisa sampai ada tiga kali pemeriksaan. Saya ingat waktu arrange perjalanan tadi di situs ns.nl ada tanda vertragging di Delft. Dan mengingat pengalaman transfer-tranfer yang nyebelin, saya nanya ke kondekturnya. "Alles in orde? ik will graag naar Delf gaan " si kondektur berunding dengan rekannya. Lalu dia menjawab dalam bahasa Belanda juga (nah,lo! iseng sih pake bahasa Belanda segala) tapi saya menangkap,'ganti kereta', 'rotterdam centraal'. Wah ? do you mean i have to transfer in Rotterdam ? ada masalah ? si kondektur berunding lagi. Lalu dia bilang, kali ini terbata-bata dalam bahasa Inggris (inilah salah satu enaknya tinggal di Belanda, orang lumayan gampang diajak pindah-pindah bahasa). Ya, di Eindhoven juga bisa, di peron sisi lain.

Saya pikir semuanya lancar sampai beberapa menit kemudian si kondektur datang lagi sambil membawa PDA ditangannya.Dia memastikan lagi saya mau kemana lalu mengutak-ngutik PDA-nya kemudian menjelaskan dalam bahasa Belanda yang cuma bisa saya tangkap, 'niet Eindhoven', 'anders station', 'vertragging', 'naar Tillburg' Saya mengeluarkan kertas yang berisi rencana perjalanan. "saya harus berhenti di stasiun lain setelah Eindhoven ? lalu ke Tillburg setelah itu ke Delft ?" si Kondektur mengangguk. Dia lalu mencatatkan nama-nama station dan nomor peronnya dikertas saya. Dia bilang, saya akan terlambat setengah jam dari jadwal yang saya tulis. Oke, ga pa pa. Janjiannya juga pas setengah satu.

Alhamdulillah, senang kalau dapat kemudahan-kemudahan seperti ini di jalan. Waktu pertama kali ke Delft, naik kereta sendiri untuk yang pertama kali, saya juga harus dioper-oper. Pihak stasiun Belanda biasanya memang banyak melakukan perbaikan di akhir pekan seperti ini. Saya tidak akan tahu kalau saya harus pindah ke bus yang menunggu penumpang yang ingin ke Eindhoven seandainya saja tidak ada mahasiswi Belanda yang berangkat bersama saya. Dari dia saya tahu bahwa kami akan dioper sebelum Eindhoven dengan naik bus yang sudah disediakan pihak stasiun. Waktu itu dia bilang, "ikutin saya aja, saya juga lewat Eidnhoven".

Akhirnya kereta berhenti di s'Hertogenbosch. Begitu keluar kereta saya bingung mencari peron yang dimaksud. Ada kondektur yang tadi berdiri mengawasi penumpang. Rupanya dia tahu kalau saya bingung, karena begitu saya mendekat dan baru bilang "Meneer,..." dia langsung mengarahkan ke peron yang saya cari.

15.30
Sesudah acara. Rencananya ingin menghabiskan waktu lebih lama. Cuma sebulan sekali kopi darat, selebihnya ym jelas tidak mencukupi untuk menumbuhkan ikatan hati. Hal-hal beginian kan bukan semata persoalan 'materi-alistik' tapi juga dimensi-dimensi lainnya. Dari ujung mata saya bisa melihat bis yang menuju stasiun Delft sudah lewat. Sudahlah, berarti harus menunggu setengah jam lagi disini. Tak apa, daripada setengah jam menunggu sendirian dalam suhu minus, rasanya pasti seperti seabad (hiperbolik mode ON).

Stasiun Delft
Menunggu bis limat menit dan akhirnya sampai ke stasiun Delft. Setelah menunggu 20 menit di stasiun, pukul 17.02 kereta Intercity yang langsung ke Eindhoven datang juga. Jam setengah tujuh mestinya saya akan sampai dan ganti kereta yang langsung ke Maastricht. Jam setengah delapan semestinya saya sudah dirumah

Di Eindhoven
Lihat jadwal kereta, loh yang langsung ke Maastricht ternyata baru datang jam 18.59. Ah, begini rentetannya kalau telat. Suhu yang dingin semakin membuat saya menggigil. Menunggu di peron terbuka jelas tidak nyaman. Saya memutuskan untuk turun ke basement stasiun. Di stasiun Eindhoven yang besar, ada banyak toko mulai dari makanan, bunga, toko buku sampai toko besar semacam Albert Heijn. Kayaknya enaknya minum yang hangat. Melewati sepasang manusia yang tampak sibuk dengan bibir pasangan masing-masing, saya menuju kios terdekat. Satu gelas cokelat hangat, alstublieft. Melewati pasangan itu kembali yang masih sibuk saling memagut. Ya, ampun belum selesai juga ? get a room! ga punya uang buat beli yang hangat-hangat apa ?!

Cultural competency mudah-mudahan tidak sama dengan kematian hati. Dulu saya suka terkaget-kaget dengan hal semacam ini. Saya pernah terdiam seharian karena melihat 'pengaman' tergeletak di meja Irene. Atau waktu suatu pagi keluar ke kamar mandi, masih terhuyung-huyung antara sadar dan tidak saya melihat seorang lelaki bercelana pendek keluar dari salah satu kamar. Terkantuk-kantuk saya bertanya dalam hati, memang ada cowok dikoridor ini ? Dan saya langsung berjengit waktu sadar dari mana laki-laki itu keluar. Itu kan kamarnya Callista. Lalu suara Karen terngiang-ngiang di telinga "Her boy friend will spend some nights in our room, so i had to move to Mei Ting's room." saya terhenyak di kloset. Jadi ?!ternyata?!ya, ampun?! astaghfrullahaladzhim! saya buru-buru memberikan 'pernapasan buatan' buat yang terpingsan-pingsan di kepala saya. oke, tenang, ini Belanda, ini Belanda ...

Terus terang, makin lama disini saya khawatir saya bisa kehilangan sensitifitas dalam hal-hal semacam ini...

Kini, yang suka terpingsan-pingsan itu mulai mafhum dengan hal-hal seperti itu. Cuma bisa beristighfar dan memalingkan muka. Mudah-mudahan selemah apapun, iman itu tetap ada.

Tiga menit sebelum kereta datang saya naik ke atas. Yah, ternyata vertraging lagi 15 menit. empat puluh lima menit berarti menunggu. Dan akhirnya keretanya datang. Hampir jam setengah sembilan malam akhirnya keretanya tiba di stasiun Maastricht. Mau terus ke Randwijk ? berarti saya harus ganti kereta dan dari situ masih jalan empat puluh lima menit ke rumah. Atau mau naik bis saja, turun di halte dekat rumah. Dari situ mungkin hanya dua puluh menit jalan kaki. Akhirnya saya putuskan naik bis. Menunggu lagi dalam dingin. Dan akhirnya bisnya datang.

08.45
Akhirnya sampai dirumah.
Jadi ingat dulu sebelum berangkat saya bertanya pada yang punya wewenang dalam 'hal-hal beginian" bagaimana seandainya ke Achen saja ? lebih dekat dibandingkan harus tiga jam melintasi separuh negeri datar ini. Dan bla,bla beliau mengingatkan kondisi yang lain yang lebih susah demi sebuah pencerahan. Saya pernah tanya yang lain yang tinggal di Jerman. Berapa lama waktunya untuk hal-hal seperti ini? si mas bilang "enam jam"
hiks. Ternyata ...
ini belum seberapa
ini ga ada artinya.

No comments: