Sunday, January 15, 2006

indonesia (??)

Dulu, waktu masih suka nonton CNN bersama Ayako atau Irene, entah kenapa saya selalu memalingkan wajah tiap kali ada berita tentang Indonesia. Jika tidak tentang bom, konflik yang disebut-sebut berlatar belakang agama di Poso, Aceh yang ga jelas, pasti flu burung atau korupsi. Dan yang bikin merah muka semua itu pasti ditambah catatan kaki 'as the largest moslem country in the world'. Rasanya betapa jauhnya bangsa kita dari peradaban. iklan Malaysia yang mengkalim trully asia itu hilir mudik setiap harinya di layar dunia. tapi Jakarta sudah tak pernah di sebut-sebut dalam ramalan cuaca kota-kota dunia. Kini baca berita soal formalin, bakso tikus, sampai majalah Playboy Indonesia ...

merintih sedih tentang sebuah masterpiece Allah di rantai khatulistiwa yang kita sia-siakan dengan bodohnya ...

yang melintas dalam hati adalah puisi ini;

I

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini

II

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-dera
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road,Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Ulyses dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

III

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomorsatu,

Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang susah dicari tandingan,

Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupudan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,

Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk kantung jas safari,

Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal, anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati, agar orangtua mereka bersenang hati,

Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,

Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak putus dilarang-larang,

Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusatbelanja modal raksasa,

Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,sekarang saja sementara mereka kalah,kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,

Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa EfekJakarta secara resmi,

Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, limabelas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,

Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,

Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror penonton antarkota cumakarena sebagian sangat kecil bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor pertandingan yang disetujui bersama,

Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antar bangsa, lagi pula PialaDunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,

Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, HaurKoneng, Nipah, Santa Cruz dan Irian,ada pula pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-terangan,

Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelamditumpukan jerami selepas menuai padi.

IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road,Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Ulysses dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

Taufik Ismail, 1998— dikutip dari buku MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA, SERATUS PUISI TAUFIQ ISMAIL, 1966 - 1998

2 comments:

Anonymous said...

tak pikir sampeyan orang Pekalongan....
ternyata puisinya mas Taufiq...:)

popularz said...

It's good poets, thats is the picture of Indonesia.
Keep Blogg