Tuesday, November 01, 2005

Bahasa Pengingatan

Ahad kemarin ikut pengajian online lagi. Saya bisa bilang, ini salah satu hiburan ruhani saya disini. Selalu ada yang rasa yang menyusup ke relung hati tiap kali punya kesempatan 'hadir' dimajelis-majelis seperti ini. Tak peduli materi yang disampaikan sudah saya dengar, sudah saya baca puluhan kali.

Manusia itu pelupa, makanya ripitasi pengingatan itu penting dalam kehidupannya. Allah, Yang Maha Tahu, menunjukkan betapa mudahnya kita lupa lewat pengingatan berulang-ulang soal janji indah tentang surga dan ancaman neraka. ripitasi, pengingatan, dari berbagai sudut dari berbagai sisi, dan akhirnya kita bisa temukan, Islam itu bak kristal yang dari sudut manapun kita pandang, selalu ada perspektif baru, selalu ada keindahan baru yang kita temukan. Tak akan pernah bosan.

Maka, seperti yang dikatakan Jeffrey Lang di bukunya Struggling to Surrender, Al Quran itu seolah-olah tahu pikiran dan suara hati orang yang sedang membacanya. satu ayat bisa jadi begitu personal dalam situasi yang kita hadapi. pernahkan mengalami seperti itu ? lagi bingung, frustasi, bete, buka Al Quran dan kita dibuat terheran-heran dengan betapa ayat yang disaat lain 'ga bunyi', tiba-tiba pada momen itu rasanya 'nyesss' aja di hati.

Jadi, begitulah bahasa pengingatan. Bermain melalui simbol, tanda, momen. Saya pernah ingat satu pertanyaan yang diajukan seorang sahabat, pada seorang sahabat lainnya yang juga menuntut ilmu di negeri ini, sebelum saya. "Apa yang mengingatkan kamu tentang kami ketika ada disana?". itu pertanyaan yang manis sekali. Dan saya ikut terpikir iya, yah, apa yang akan mengingatkan saya tentang mereka jika suatu saat saya akan terpisah ribuan mil jauhnya.dunia ini penuh bahasa simbol.

saya ingat saya selalu suka bau tanah kering yang tersentuh hujan karena itu mengingatkan saya pada kesenangan mandi hujan waktu kecil, jika main ke daerah puncak, bau asap yang sangat khas dari tungku masak di dapur tradisional rumah-rumah penduduk, mengingatkan saya pada liburan sekolah dirumah nenek di Garut.Dan ketika disini, air mata saya meleleh ketika pada suatu kumpulan majelis ilmu, tiba-tiba saya mengingat mereka, wajah-wajah mereka, senyuman, taujih, nasihat, senda gurau, keseleboran, kegilaan tapi balik lagi saling mengingatkan untuk beristighfar.Ah, betapa saya merindu mereka ...

namun tentunya yang membuat saya terenyuh adalah kesempatan yang Allah berikan. Dalam jarak ribuan mil jauhnya dari sebuah tempat yang saya namakan rumah, tempat iman ditanam dan disemai, Dia masih mengumpulkan saya kembali dalam majelis yang penuh keberkahan kasih sayang-Nya. Mengingatkan saya pada sebuah kenyataan yang menenangkan, bahwa seasing apapun semua ini bagi saya, tanah ini adalah kepunyaan-Nya, kekuasaan-Nya. tak ada satu inchi pun yang lepas dari pengawasan-Nya. saat itulah saya ingat, saya tidak pernah sendirian dan tidak semestinya merasa kesepian...

"Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah) dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula membencimu ...Bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim dan Dia melindungimu ? dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung lalu Dia memberikan petunjuk ?" (QS.Ad-Dhuha)