Saturday, November 12, 2005

Orang Islam di Eropa

Tanggal 15 nanti insya Allah ada studium generale dari Prof.Dr.Tariq Ramadan. Tempatnya di collegezaal-nya UM yang di Tongersestraat. itu dekat tempat saya. wuah, seneng banget dan mudah-mudahan bisa datang buat lihat beliau. Pertama kali baca tentang bapak ini seingat saya di majalah Hidyatullah dan dari situ langsung terkagum-kagum dan ingin tahu lebih jauh tentang pemikirannya. beliau itu cucunya imam syahid Hasan Al Banna tea (kata Astri, oh yang bikin al ma'tsurat itu yah ?*dezig!*).

Ga tahu deh apa kedatangan beliau itu ada hubungannya dengan kejadian kerusuhan di Paris beberapa waktu lalu. Tapi yang jelas, mengamati perkembangan Islam di Eropa itu memang menarik. Saya kaget waktu baca sebuah artikel tulisan Christiato Wibisono di Suara Pembaruan yang diposting di milis. kaum imigran Timur Tengah justru berani menuntut hak eksklusif, separatis dan sektarian secara agama, sosial dan budaya. Mereka memberlakukan syariah di kota-kota, di mana Islam adalah mayoritas dan tidak mengakui hukum perdata yang sudah berlangsung sejak zaman Napoleon. wuah ? masak sih ? kok ga pernah dengar yah ada kota di Eropa yang memberlakukan syariat Islam ? minta daging ada label halalnya aja ga bisa. Yang jelas kemudian ada reaksi dari bang Anto yang menjawab rasa jengah saya waktu baca artikel ini. karena merasa ada sam ting wong aja sama analisanya kalau mengkait-kaitkan antara pembunuhan Theo van Gogh di Belanda beberapa waktu lalu, bom di Madrid, London sampai kerusuhan di Paris sebagai mata rantai mikro dari jihad global kelompok garis keras Islam di seluruh dunia. Ah gak segitunya kaleee...itu menyederhanakan persoalan namanya. Tapi sudah, yang jelas ga tertarik buat bahas tulisan ngaco gtu.

Waktu akan berangkat ke sini,ada yang bilang ga usah khawatir di maastricht itu banyak orang maroko dan turki kok, orang ga aneh lagi melihat perempuan berjilbab. dan betul juga. di kampus saya berseliweran anak-anak kedokteran dan kebidanan yang berjilbab. satu dua saya kenal juga akhirnya. mereka rata-rata dari belgium atau ga jerman. biasanya sudah generasi kedua atau ketiga imigran dari Turki. Kalau yang Maroko, rata-rata warga negara Belanda. salah satunya mba-mba resepsionis di guesthouse saya.

Tadinya ga tahu kalau dia itu muslim, sampai suatu ketika waktu Ramadan kemarin, saya komplain karena kulkas dan lampu dapur saya mati. "im fasting this month, i had to take breakfast very early in the morning, n i dont want to disturb my roomate by turn on the light." dia trus bilang "Oh, ya.. saya juga puasa!" ya, jadilah tahu kalau si mba itu muslim.

Waktu ke Gementee juga saya dilayani sama mba-mba yang cantik sekali seperti Nova Eliza. saya tanya anda asalnya darimana? karena pasti bukan belanda. dia bilang dia orang Maroko dan balik tanya kamu muslim (ya, ampun si mbak! gak lihat nih kudungan ?) dan dia bilang dia juga pakai jilbab sehari-hari, tapi tidak ditempat kerja.

Di kampus saya sendiri, tidak ada kesulitan untuk menunaikan shalat. karena kami bisa shalat di masjid (buat definisi orang indonesia mah, itu mushalla) rumah sakit yang nyambung dengan kampus. Biasanya saya akan bertemu kaum lelaki kalau saya shalat during peak hour, yaitu waktu awal shalat. karena mushalanya kecil (mungkin untuk 10-15 orang) dan tempat wudhunya satu, yang perempuan biasanya akan datang setelah peak hour tersebut.

dan tentu aja, momen terbaik untuk bertemu dengan komunitas islam di maastricht adalah waktu shalat idul fitri kemarin. aduh, jadi bungah aja melihat mereka semua. Waktu itu saya shalat di Al Fath Moskee, masjidnya orang Maroko.Orang Turki shalat di masjid turki yang letaknya berdampingan dengan Al Fath. aneh banget kan ? waktu saya tanya kenapa, ternyata di masjid turki mereka khutbah dengan bahasa turki, dan di masjid maroko, khutbah dalam bahasa arab. Jadi yang orang turki lebih comfort buat shalat di tempat yang pake bahasa merekalah. Kalau bacaan alquran sama aja, pakai bahasa arab. hanya beda dalam pelafazan kayaknya.

Namanya minoritas, diawal-awal saya punya expektansi yang tinggi. mengingat kalau di Indonesia, kalau ketemu yang jilbaban pasti seneng banget. langsung tukeran salam, tanya-tanya. Dan begitu disini, saya berharap saya dapat kondisi yang serupa. tapi .... ternyata nggak tuh. Paling mentok kalau papasan ya bilang assalamualaikum, ada yang cukup sampai senyum, dan ada juga yang bikin senyum kita ga selesai dan menguap diudara karena ga ada sambutan. Tapi kalau ketemunya waktu shalat biasanya akan lain. bapak-bapak biasanya akan menyapa "sister, do you want to take wudhu?", "sister,have you finished your shalat?" dan ada satu pertanyaan yang lama-lama bikin kesel, yaitu "sister, are you from Malaysia ?" arrrgh,c'mon, walaupun bagaimanapun meskipun apapun yang terjadi, indonesia itu negara dengan populasi muslim terbesar gitu loh, masa tidak kepikiran?

Tapi jangan berpikir juga kalau semua orang Islam disini taat semua. waktu puasa kemarin Irene bilang kalau dia punya banyak temen Turki yang muslim but they did not practice. contohnya si syahid. Syahid bilang alasannya ga puasa karena dia badannya kurus, nanti kalau puasa dia bisa sakit. saya pernah ketemu sama si syahin ini dan ... kalau dia kurus, aming apa dong namanya. Atau tukang doner kebab halal yang ga tahu kapan waktu buka puasa tiba karena dia ga puasa. padahal secara penampakan arab sekale.

Dan ga semua juga warga imigran itu punya status sosial terhormat seperti dokter atau perawat. Karena sejarah datangnya imigran ke Eropa itu karena kebutuhan tenaga buruh, Sperti di Perancis itu, yang cuma jadi tukang bangunan, penjaga wc atau kriminil juga banyak.

Kalau baca tulisan CW itu, kesannya umat Islam di Eropa gimanaaa gitu.saya jadi ingat waktu ikut acara buka puasa bersama di pusat budaya unimaas. aduh, anak smu bisa bikin acara buka puasa yang lebih mutu daripada ini deh. Kalau soal makanan sih ga masalah, tapi konsep acaranya itu loh yang ga jelas. mereka mau ngapain sih ? berhubung waktu itu yang datang bukan cuma orang Islam, tapi ada juga mahasiswa belanda, itali dan lainnya, mbok yah acara intinya dipakai untuk mengenalkan Islam gitu loh. saya ingat, cuma ada cowok manis (ehem!) yang ngebuka acara itu selama lima menit dengan menjelaskan islam berlandaskan ayat pertama surat Al-Alaq: Iqra! dari penjelasan yang cuma sebentar itu terus diem deh, nungguin maghrib. pas maghrib datang ya makan-minum. Kami yang dari Indonesia terus menunggu-nunggu kapan dipanggil untuk shalat. sampai akhirnya lamaa banget baru kami bertanya sama salah satu anak Maroko kenalan bang Hasanul. Ga ada acara shalat maghrib ? eh dia balik nanya, memang biasanya gimana? lhoo? gimana si mas ini...walhasil akhirnya kami shalat maghrib juga.

Setelah itu acaranya putar filem dokumenter. film yang pertama lumayan, ceritanya tentang tiga orang muslimah di Belanda yang pergi kemping di pinggir pantai.Tapi selama film itu berlangsung dan sesudahnya ga ada diskusi mendalam soal isu-isu yang ada didalam film tadi. saya malah lebih asyik diskusi dengan mahasiswa psikologi asal belanda yang tanya-tanya soal jilbab dan sebangsanya. dia kaget waktu saya bilang muslimah di Indonesia bisa menikmati hidup seperti apa adanya. Kemping doang mah biasa banget, kami bisa pergi ke gunung berhari-hari menggembol carrier yang beratnya lebih dari 5 kilo. Masa sih ? menurut kami memakai jilbab itu mengekang kalian, makanya melihat mereka (muslimah2 di film itu) kemping seperti itu aneh sekali. Wah, dia ga tahu kelakuan akhwat di Indonesia seperti apa (wink2).

Begitulah, sepanjang film kami bisik-bisik soal apa arti memakai jilbab dan betapa buat kami itu adalah sebuah kebebasan dan kontrol sepenuhnya terhadap tubuh kami sendiri. Setelah film yang menarik tadi, dilanjutkan dengan film yang muram soal perang di Chechnya. aduh, saya ga ngerti apa maksudnya mereka pasang film itu. dan saking bosannya, rombongan dari Indonesia memutuskan untuk pulang duluan sebelum acara selesai.

Dan sepanjang perjalanan pulang, sambil kehujanan dan kedinginan saya bertanya-tanya, masyarakat muslim di sini bagaimana sih, ngapain aja sekian lama mereka disini ? Tapi begitu baca latar belakang kehadiran mereka di Eropa paska PD II (terpicu oleh tulisan CW tadi) jadi ngerti deh, bahwa perjalanan umat islam di Eropa itu masih jauuuuh dan panjang buat sekedar memberi makna yang signifikan pada masyarakat Eropa.

Makanya terkaget-kaget membaca tulisan itu, karena kalau melihat kenyataan disini, kayaknya analisa model CW begitu omong kosong banget. Jauh panggangan dari sate! mas Anto bilang: tidak reliable dan tidak valid.


1 comment:

Anonymous said...

Keep up the good work »