Thursday, August 25, 2005

The Prep (4) Masalah Housing

Ini masalah yang lumayan buat deg-degan juga. Pertama karena begitu banyak yang mewanti-wanti, termasuk dari NEC sendiri untuk segera meng-arrange housing dengan universitas terkait. Kenapa ini penting ? pertama ya buat tempat tinggal lah. Bayangkan saja jika setelah menempuh 13 jam perjalanan (ditambah 3,5 jam naik kereta dari Amsterdam-Maastricht), masih jetlag, dan kita tidak tahu dimana kita bisa tidur. Memangnya disini, bisa numpang tidur di masjid ? kedua, ini lebih penting lagi. Housing diperlukan karena bank memerlukan alamat ketika kita membuka rekening di bank. Tidak ada alamat, tidak ada rekening. Tidak ada rekening, berarti tidak ada uang beasiswa dan itu artinya, temanku, adalah sengsara di negeri orang.

Di Universiteeit Maastricht, mahasiswa internasional bisa tinggal di Guesthouse. Reservasi secara online harus dilakukan mandiri karena universitas tidak menanganinya lagi tahun ini. Saran dari teman yang sudah disana? “Pilih yang single dan dekat kampus. Kalau single kan kamu bebas mau ngapain aja, mau senam kek, mau tidur kek. Kalau double walaupun lebih murah kan kamu tidak tahu teman sekamar kamu itu kayak gimana orangnya.” Oke, maka single dan dekat kampus intinya.

Tapi ternyata yang berpikir begitu bukan saya seorang. Ratusan mahasiswa baik yang internasional maupun yang dari Belanda rupanya sependapat dengan teman saya itu. Dan dengan resource kamar yang terbatas, beberapa orang yang tabah dan baik hati di takdirkan harus mengalah untuk tidak dipenuhi keinginannya. Dan, yup! Sayalah salah satu orang yang tabah dan baik hati tersebut he he he…

Beberapa hari yang lalu saya dapat konfirmasi dari Guesthouse kalau pesanan saya dilokasi yang dekat kampus dan single tidak bisa dipenuhi. Saya kebagian di kamar yang double room. Tapi ada dapur sendiri (biasanya dapur umum) lengkap dengan kulkas (saya lupa ada oven atau microwave nggak yah tapi biasanya ada), kamar dengan televisi dan--this the best part –koneksi internet! Tapi karena double, konsekuensi dari harga murah adalah berbagi kamar dengan mahasiswa lain.

Masalah berbagi kamar, entah di Guesthouse di sebuah negeri bernama Belanda atau kah di kos-kosan di Depok adalah roomate. Yup, a single soul that would be ur partner for the next one year. Kalau di kos-kos an mungkin masalah kebiasaan keseharian (kalau si jorok ketemu sama si super rapih, bisa ribut), maka di Guesthouse masalah ini diperumit dengan perbedaan budaya, bahasa, dan agama.

Di buku panduan yang diberikan NEC ada cerita dari seorang alumni tentang mahasiswi Indonesia yang masih lajang yang berbagi kamar dengan seorang mahasiswi Spanyol. Kamar mereka hanya dipisahkan oleh sekat setengah dinding. Suatu ketika si anak Spanyol bertanya pada si anak Indonesia, boleh tidak pacarnya main ke kamar mereka. Karena tidak berpikir macam-macam, si anak Indonesia ini tidak keberatan. Rupanya istilah main ini bukan sekedar minum-minum teh sambil makan gorengan seperti di Indonesia. Tengah malam si anak Spanyol ini datang bersama pacarnya dan tentu aja mereka tidak datang tengah malam untuk minum teh sambil makan gorengan. Dan .. terjadilah hal-hal horor tersebut.

Jelas, anak perawan mana yang tidak shock kalau dalam jarak beberapa meter terdengar derit suara ranjang dan orang bercinta, maka esok harinya mereka bertengkar hebat hingga harus dibawa ke kantor Guesthouse dan akhirnya kamar mereka dipisahkan. Jelas-jelas bukan contoh cerita yang mengenakkan tentang share room dengan orang asing bukan ?

Dan siang ini saya baru saja mendapat jawaban siapa orang yang jadi teman sekamar saya. Ternyata namanya Irene dan hiks… dia orang Spanyol.

Itu baru satu hal. Belum lagi masalah perbedaan agama. Bagaimana cara terbaik mengkomunikasikan bahwa seorang muslim melakukan shalat lima kali sehari, bagaimana caranya supaya dia tidak terganggu kalau saya tilawah, bagaimana menerangkan dia untuk tidak kaget kalau bisa saja tengah malam saya bangun untuk shalat malam, bahwa saya akan puasa selama satu bulan, bahwa saya tidak makan ini tidak minum itu, that back to where I belong im just a commoners who watch spongebob squarepants!

Saya juga harus mencari tahu bagaimana kebiasaan beribadahnya, supaya dia juga bisa enak dan ga terganggu. Fiuuh! semua terlihat melelahkan sekali. Orang Spanyol. What do I know about Spain ? Queen Isabela and King Ferdinand, tidak banyak kenangan manis tentang mereka, bukan? Ferdinan Maghellans? Cordova-Alhambra-Toledo-Granada dimasa-masa kejayaan Islam Dinasti Abbasiyah ? matador ? Barcelona FC ? bagaimana kalau mengawali dengan Hei, I like Antonio Banderas, I think he’s awesome. Huek! taktik seperti ini pernah dipakai untuk teman chatting saya yang orang India, semua jadi lancar ketika saya bilang saya fans Shakrukh Khan dan nonton Kuch-kuch Hota Hai. Tapi kayaknya orang Spanyol perlu pendekatan yang lebih canggih daripada digombalin semacam itu. Pusing. Deg-degan. Yah, mulai baca-baca soal kebudayaan Spanyol deh. Insya Allah pasti menarik. Atau boleh juga mengikuti saran seorang teman:banyak-banyak nonton Dora!

Itu masalah room mate. Masalah lain, walaupun gedung yang saya pilih – eh, dipilihkan untuk saya – bagus, tapi letaknya relatif jauh. 30 menit bersepeda dari Guesthouse ke kampus. Buat kaki melayu saya yang biasa naik angkot, jarak ini tentu bikin ketar-ketir. Dan saya sibuk mengkonfirmasi beberapa orang termasuk teman-teman office boy di kantor yang naik sepeda. Berapa jauh jarak yang bisa saya tempuh dalam waktu tiga puluh menit bersepeda. Dan jawabannya tidak membuat saya lebih tenang :”Oooh, itu dari LKC ke Lebak Bulus Mbak. Eh nggak, lebih jauh deh .. ke Fatmawati kali yah…” itu kata OB di kantor. Kata kakak saya “ Hmmm… itu sih dari Cibubur ke Depok.”

Glek. Saya pun bertanya pada salah satu teman yang sudah pernah tinggal disana, memang seberapa jauh sih ? apakah jauhnya memang very far, far, far away atau jauh yang bisa diperjuangkan ? jawabannya: jauh yang bisa diperjuangkan. Ok, that’s relief. Dan yang lebih melegakan ketika membaca sebuah sms dari teman saya “Insya Allah kamu pasti bisa kok, nggak usah mikir macam-macam.” Itu lebih melegakan lagi. Look at bright side, lebih sehat, kolesterol bisa turun, siapa tahu pulang-pulang lebih berotot dan jadi six pack he he he…(apanya ? perutnya apa betisnya?).

Waktu saya curhat panjang lebar pada mama saya, tentang betapa dari hari ke hari saya makin enggan untuk pergi karena kenyataan itu, tentang mestinya dari awal saya tidak usah mengikuti keinginan untuk belajar lagi, mama saya langsung mengingatkan. “Allah itu tidak buta, Dia Maha Tahu kemampuan kita. Kalau kamu tidak mampu kuliah disana, Dia tidak akan kasih kesempatan ini. Kalau menurut Dia kamu tidak akan mampu tinggal bersama orang asing, Dia tidak akan memberikan orang asing”

Kadang memang kita perlu mendengarkan keyakinan kita lewat suara orang lain, bukan? Saya juga lantas ingat pada kata-kata Alm. Bapak saya kalau menghadapi hal-hal seperti ini, katanya tong keok memeh dipacok, itu peribahasa sunda yang artinya jangan kalah sebelum dipatuk, jangan mundur sebelum berkelahi. Gimana ini, belum apa-apa sudah mikir macam-macam! La yukallifullahu nafsan illa wus aha (tidaklah Allah memberikan cobaan kepada seorang hamba melainkan sesuai dengan kemampuan hamba itu).

Baik kalau begitu. Rasulullah SAW berkata bahwa barangsiapa yang keluar ( dari rumah, daerah, negara-nya) untuk menuntut ilmu, maka dia sedang berjalan di jalan Allah. Artinya sama saja dengan orang yang sedang berjihad di jalan Allah. Jika meninggal, maka meninggalnya pun dalam keadaan syahid. Maka apakah 30 menit naik sepeda akan menahan saya ? I don’t think so. Perkara room mate, kita tinggal berdoa saja. Semoga ada kebaikan yang didapat oleh masing-masing kami berdua dari pertemuan kami. Semoga Allah memudahkan kami untuk saling mengerti dan dimengerti, untuk memahami dan dipahami, semoga Allah menambahkan kemuliaan dari watak baiknya dan Allah lindungi dari watak buruknya. Mau orang Spanyol kek, Itali, Jepang, Nigeria, Timbuktu, semua makhluk milik Allah juga. Jadi kalau mau minta hatinya, minta sama yang punya.

Gimana ? Are You Ready ?

Bismillahi tawwakaltu ‘alallah
Dengan nama Allah, aku berserah diri pada-Nya

Insya Allah, ready-lah …

1 comment:

Anonymous said...

Enjoyed a lot! » »