Monday, September 27, 2004

Menjadi Ibu

Cita-cita : Menjadi ibu rumah tangga. Kening saya berkerut. saya amati lagi mahasiswi baru, junior saya, yang siang itu meminta tanda tangan saya. bukan, pernyataan ini bukan ditulis oleh seorang akhwat yang secara bergurau sering dilabeli WO , Walimah Oriented. Bahkan dari akhwat sekalipun, saya belum ketemu sama mereka yang secara official, mencantumkan menjadi ibu rumah tangga sebagai cita-citanya. Wartawan, penulis, dokter, ya. tapi ibu rumah tangga ? padahal sang junior cantik didepan saya, berpenampilan standar anak nongrong MTV.

"Karena jadi ibu itu ga mudah," inti jawaban panjang lebarnya ketika menjawab pertanyaan klise saya; kenapa sih kamu tertarik jadi ibu ? *jiee..., mirip banget ama pertanyaan wartawan gosip yaks?* . Saya kagum seharian itu-ampe sekarang juga sih- dengan keberaniannya mencantumkan cita-cita model begitu. Apa ga khawatir ya di kritik sebagai perempuan ga sadar gender yang terjebak dalam struktur patriarki dimana terjadi penetapan bahwa ranah domestik adalah milik perempuan dan ranah publik adalah teritori laki-laki *hiks, ini tipikal pernyataan mahasiswa yang puyeng dapet mata kuliah tentang gender*

Tapi, saya pikir, ketika dia melakukan pilihan itu secara sadar, merdeka, dan memahami betul arti pilihannya, entah itu sepenuhnya mendedikasikan diri pada keluarga atau berkontribusi dalam kehidupan publik karena kapabilitasnya dalam melaksanakan fardu kifayah-nya, maka sepenuhnya, ia adalah manusia merdeka.

Karena menjadi ibu itu ga mudah. Siapa di dunia yang ga setuju ? saya yakin itu walaupun belum ngalamin sendiri. menempatkannya sebagai cita-cita, sama halnya dengan keinginan kita, cita-cita kita setiap harinya untuk mencapai kesempurnaan sebagai hamba Allah. menjadikan ibu sebagai cita-cita bisa jadi merupakan kesadaran bahwa, seperti halnya menjadi hamba Allah yang baik, itu merupakan sebuah proses being dan bukannya becoming. dalam becoming akan ada garis akhir dimana semuanya akhirnya tercapai, selesai, namun being mengisyaratkan sesuatu yang tidak pernah berhenti untuk menjadi, setidaknya dalam rentang waktu manusia. ia tidak sama dengan cita-cita kanak-kanak kita seperti menjadi wartawan, dokter, insinyur. Karena setelah dewasa, kita dapati bahwa hal itu tidak cukup lagi. Setelah jadi dokter lalu apa ? kalau sudah jadi wartawan mau gimana ?

Karena menjadi ibu tidak mudah. Jawaban simel yang pasti banyak benernya dibanding salahnya. Sebagai seorang anak, ibu saya, menjadi salah satu teladan saya bukan karena semata ia sempurna dan selalu siaga sebagai ibu. ia tidak selalu siap bercerita, mendengarkan atau pun mengerti anak-anaknya. sebagai seorang anak saya menyaksikan pergulatannya, perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya untuk menjadi seorang ibu. Ia pernah tidak sabar suatu kali, pernah marah suatu kali. ada masanya ketika saya berpikiran bahwa kami tidak akan pernah saling memahami. dan baru kemarin sore saya sadar bahwa itu semua bagian dari perjalanannya menjadi ibu.

Karena menjadi ibu tidak mudah. tentu saja. ia bukan sekedar proses pembuahan, mengandung dan melahirkan, voila! jadilah anda ibu. Anak dan keluarga bukan seperangkat alat elektronik yang datang bersama buku manual penggunaannya. Butuh kecerdasan dan kepandaian untuk selalu menemukan, merumuskan, bahkan kalau perlu mengganti formula lama dengan yang baru. Formula itu bisa berupa cubitan, hukuman, dan dilain kesempatan bisa jadi berupa telinga dan hati yang terbuka. "Didiklah anakmu karena ia akan hidup di zaman yang berbeda denganmu," nasehat sayyidina Ali. nasehatnya mengisyaratkan pada semua yang terlibat dalam pendidikan anak untuk senantiasa awas dan tanggap membaca zaman.

Karenanya, jika seorang ibu saat ini mempertanyakan kemampuannya menjadi ibu, karena begitu mudah terbakar, begitu gampang kehabisan kesabaran oleh kelakuan anak-anaknya, mudah-mudahan tidak ada yang berputus asa, baik dirinya maupun orang-orang disekelilingnya. mudah-mudahan cukup ada kesadaran bahwa benturan-benturan itu, adalah bagian dari perjalanan 'menjadi' mereka. mudah-mudahan tidak ada yang berkecil hati karena dalam proses 'menjadi' , kegagalan dan kesuksesan adalah sesuatu yang bertukar dan beriringan.

*dimuat dimajalah Ummi waktu saya masih semester enam atau tujuh. Diedit lagi, dipendekin lagi seperlunya. Kalau dibaca sekarang ... kesanya sok teu banget yaks ? kek kek kek kek *

2 comments:

Irfan Toni H said...

hmm. tulisan ini bikin aku nangis. :) wah kamu bisa jadi copywriter terkenal nih, kalau bisa terus nulis seperti ini.

Anonymous said...

Wonderful and informative web site. I used information from that site its great. Directions to use propecia Gambling casino onlinebonus verizon wireless blackberry web client Ab exercise paxil cost of rhinoplasty Baytown plastic surgeon Governmernt tax recall sales dildo Applewoods skin care