Thursday, November 11, 2004

menjelang perpisahan

Jam 16.50
Kantor, Ciputat

dah ga ada siapa-siapa lagi selain saya. Masih ada yang harus dikerjain, ngejar deathline buat besok.

Ga bisa menikmati sepuluh hari terakhir karena red alert. Sedih banget. Apalagi waktu hari senin temen-temen cerita kalau waktu itikaf di At-Tin, malam senin itu katanya rasanya beda. Dingin (sejuk) hingga mengantuk. Itu malam terakhir saya dalam keadaan suci. Batalin janji itikaf di At-Tin ba'da ifthar jama'i mantan Fisip 98 dan milih buat ngabisin malam di rumah. Nasibnya sama banget deh ama Vita. Shalat dan tilawah ampe kira-kira jam sebelas, setelah itu nyerah, tidur dengan niatan harus bangun jam dua as usual. Tapi ternyata bablas sampe jam setengah empat. Mamah yang biasanya bisa diandelin buat bangun malam juga senasib.

Dan saya cuma termenung di angkot, termenung lagi di 510,meresapi hawa sejuk pagi itu sambil sesekali mencuri pandang, menatap berlama-lama ke langit tenang hari itu. Terus bertanya-tanya dalam hati; semalamkah kejadiannya ? malam tadikah kau tapakkan kakiMu di langit bumi yang hina untuk menemui kekasih-kekasihmu ? oh, terkutuklah rasa kantuk yang menyergap itu. Kau datang Rajaku dan ku abaikan Engkau dalam tirai kenikmatan tidur. Betapa hinanya pengemis penjaga malam yang selalu memaksa-maksa ini ...

Saya ngerasa Ramadhan saya ga sukses tahun ini. Pertama mungkin karena dah 'ompong' duluan. 'dah siap-siap selama bulan rajab (eh, ga ding, sya'ban lah), eh minggu pertama ga ikutan puasa. Waktu orang-orang dah masuk latihan inti, saya baru pemanasan (aerobik, neng ?), eh pas lagi semangat-semangatnya, tauk-tauk red alert (again?). Ini asli diluar kebiasaan. Ga pernah sampe sebulan dua kali begini. Apa karena kecapekan yah ? ah, emangnya ngapain sih ?

Sedih, tapi mau diapain lagi. Itu memang ketentuan Allah buat putri-putri Adam. Yang bikin sedih apa yah ? pastinya karena ada sepuluh malam terakhir yang didalamnya ada Lailatul Qadr. Katanya malam itu nasib manusia untuk satu tahun kedepan ditentukan. Maka mestinya kita banyak-banyak berdoa untuk itu. Well, secara global tentu saya ingin agar Allah jadikan hidup saya sebagai rangkaian kebaikan yang berkesinambungan. Agar tiap episode adalah fragmen-fragmen ketaatan dalam rangka mengibadahi-Nya. Dimanapun saya, apapun yang saya jalani, siapapun orang yang ada disamping saya, semoga semua bagian dari rangkaian kebaikan itu.

Sedih, karena saya tidak dapat meminta itu semua dalam kondisi yang betul-betul membuat saya merasa dekat. Tentunya banyak hal-hal lain yang bisa dihitung jadi amal ibadah buat perempuan-perempuan yang berhalangan. Tapi kenikmatan ketika menyentuhkan dahi, merendahkan diri serendah-rendahnya, tidak mudah didapatkan. Apalagi dalam kondisi seperti ini.

Tapi ya sudah. Mudah-mudahan keluh kesah ini ga terhitung sebagai ketidakredhaan terhadap hukum dan ketetapan Allah. Allah Maha Tahu isi hati hamba-Nya. Hitung-hitungan matematis, ramadhan saya payah banget tahun ini, malu untuk mengharapkan agar Allah menganugerahkan keberkahan ramadhan untuk diri saya (katanya; tanda keberkahan itu adalah ketaatan yang meningkat dan akhlah yang semakin bagus). Tapi Allah Maha Penyayang, dan saya berharap, andainya apa yang ada di hati dapat meminang cinta-Nya...maka, itu pun cukuplah ...

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan suka mengampuni, maka ampunilah kami. Ya Allah, jadikan bulan ini sebagai saksi bagi kami dalam melaksanakan kewajiban pada-Mu, dan jangan Engkau jadikan kami orang yang penat dan bersungguh-sungguh namun tidak memperoleh ridho-Mu

5 comments:

Irfan Toni H said...

"...Dan saya cuma termenung di angkot, termenung lagi di 510,meresapi hawa sejuk pagi itu sambil sesekali mencuri pandang, menatap berlama-lama ke langit tenang hari itu. Terus bertanya-tanya dalam hati; semalamkah kejadiannya ? malam tadikah kau tapakkan kakiMu di langit bumi yang hina untuk menemui kekasih-kekasihmu ? ...

hei! atin, saya suka paragraf ini. saya juga suka menatap lama-lama senja dengan cakrawala merah yang mau jatuh, mengiringi ribuan orang-orang yang lelah bekerja, dengan wajah masai mereka berjalan dalam tunduk, bersama kantong plastik atau koran lusuh di tangan, dan baju yang berbau keringat.

saya suka memandang lekat-lekat langit senja itu sambil nanar menelusuri jejak-jejak kaki-kaki dan langkah-langkah yang mereka lewati, meloncati kubangan dan genangan air selepas turun dari angkot atau bis lusuh yang mengantar mereka pulang.

mereka, seorang ayah dengan urat-urat mengulir berkilat keringat di tangan, seorang ibu dengan wajah rambut yang kacau mengendong dagangan, anak-anak muda yang entah dari mana kantuk itu datang pada mereka, dan bocah-bocah kecil dengan kecrekan di tangan dan rambut berwarna oranye terbakar.

adakah mereka juga merasa kehilangan ramadhan dan segenap berkah di dalamnya? akankah mereka akan merindukan saat saat indah itu? mungkin ya. atau mungkin tidak. sebab bisa jadi mereka berpuasa sepanjang bulan, dan berpuasa sepanjang hari dan sepanjang malam. sehingga mereka lupa akan rasa puasa lahir itu...

--abi luthfi

Anonymous said...

Good design!
[url=http://ugoupcpt.com/bzdy/vlyu.html]My homepage[/url] | [url=http://ndcyqcnf.com/nkar/ezjj.html]Cool site[/url]

Anonymous said...

Good design!
My homepage | Please visit

Anonymous said...

Thank you!
http://ugoupcpt.com/bzdy/vlyu.html | http://enfplkib.com/hyti/lowe.html

Anonymous said...

Best regards from NY! » »