Tuesday, March 28, 2006

Kejutan Hari Ini


Ini beneran kejutan. Waktu habis beli sabun cuci di AH, saya putuskan untuk menyantap bekal saya di salah satu bangku di lapangan depan AH di daerah Ceramique. Sedang asyik gitu tahu-tahu ada bapak-bapak bule yang tampaknya juga baru keluar dari AH. Membawa seikat bunga tulip dan menuntun seekor anjing. Si om itu tersenyum terus bilang "smakelijk" (selamat makan), saya balas dengan senyum juga "dank u". si Om itu terus terdiam dan memandang saya sejenak. Dan guess what, dia lalu menyerahkan bunga tulipnya untuk saya!"dit is voor jouw" (ini untuk kamu) Hah?! gelagapan saya terima bunganya "really? for me? waarom ? (mengapa)" sambil berlalu dia mengatakan sesuatu dalam bahasa belanda yang saya tidak mengerti artinya. Saya cuma bilang terima kasih sekali lagi. si Om melambaikan tangan.

aneh...

tapi

ya senang juga, soalnya dari kemarin-kemarin memang niat ingin beli bunga baru untuk dikamar.

Ma kasih ya Allah untuk bunganya...
*ternyata dikasih bunga itu memang membahagiakan yah =b*

Monday, March 20, 2006

yeap.. mereka datang...

Seminggu kemarin kalau pulang, yang pertama ditanya pasti "ada kiriman yang datang ?". Atau ga kalau kebetulan dirumah, langsung melototin tukang pos yang biasanya datang sekitar jam setengah dua belas siang. dan yup! akhirnya mereka datang!

Yang pertama sekali adalah bukunya teks Health Promotion dari Jeanie Naidoo. Dikampus sebenarnya pakai Keith Tones. Tapi begitu baca resensinya saya pikir saya perlu buku ini juga untuk melengkapi Keith Tones yang levelnya lebih advance. Kemudian bukunya Marc Buellens menyusul. Agak sedikit ber-'doggy ears' mungkin karena paketnya tidak rapi. Sebel, tapi begitu lihat data penjualnya,.. ooh penjual baru toh, ya sudah lah. masih amatir soal bungkus-bungkus mungkin. Tinggalin feedback aja. Bukunya punya doggy ears tapi sampai tepat waktu, saya puas.

Besok-besok buku Nursing Research sampai, bersamaan dengan The Case of Islamo-Christian Civilization-nya Richard W Buellet. Yang terakhir ini bukan buku teks, tapi tertarik aja untuk baca dan tambah senang waktu saya baca reviewnya sedikit di resonansi Republika. Yiiha! pas deh!

Niatan beli buku teks ini akhirnya dilaksanakan setelah menimbang-nimbang, kok buku-buku yang saya punya fotokopian semua yah? ga keren banget sih. Bisa-bisa anak saya nanti (kalau nanti punya anak, maksudnya*tersipu*) komen "mom, you're so uncool, all of them are fotokopian?"

Dan sekarang yang dinanti-nanti adalah Through The Lens, National Geographic Greates Photographes! kumpulan foto dari National Geographic. Terus terang beli buku ini dengan merem. Habisnya serem juga melihat jumlah pounds yang terus merangkak di daftar buku yang saya beli dari amazon.co.uk. Hitung-hitung, konversi ke rupiah... yaah, harga segitu untuk buku hardcover, 504 halaman pula, dan National Geographic bo! National Geographic gitu loh! pantas lah. Buku kerudung cantik 75 halaman punya ratih sang yang 'haw-haw' gitu aja 75 ribu, ini National Geographic!? akhirnya diputuskan lah untuk diambil saja.

Dan tagihan itu terus merangkak. Tinggal nangis akhir bulan nanti. Belum lagi janji sama beberapa orang untuk membelikan buku sebagai oleh-oleh. Susah juga kalau oleh-oleh punya strata. Yang umum-umum aja sudah disiapkan coklat, yang istimewa disiapkan barang-barang tahan lama (gantungan kunci, dsb), yang istimewa sekali saya pilihkan buku.

Kalau dulu suka ngeluh-ngeluh betapa mahalnya buku di Indonesia, sekarang tahu rasa! contohnya waktu mau beli The Adventures of Ibnu Battutah-nya Rose E Dunn, harganya bisa sampai 10 ponds termasuk pajak dan ongkos kirim. Eh, waktu lihat ke site punya penerbit obor, buku yang sama harganya 42 ribu rupiah saja! huaaa, sebel banget. Cuma payahnya, begitu saya tanya ke penerbitnya, buku itu masih ada stoknya atau ga, sampai sekarang ga dijawab tuh. Dan Ibn Batuttah masih dengan setia mengisi wish list saya.

Jadi...
Indonesia itu tetap 'surga' kayaknya...
setidaknya untuk beberapa hal macam gini.

Sunday, March 19, 2006

Little House on The Prairie

Dapat postingan ini di bulletin board Friendster. Kayaknya sih dari blog seseorang... jadi yang merasa nulis, kalau suatu saat nyampe juga ke blog ini, saya minta ijin yah buat naruh tulisannya di sini (dah difait accompli duluan he he)

Dulu kayaknya ini tonotnan wajib banget tiap hari minggu. Pake punya bukunya pulak. Koleksi saya berhenti sampai Laura Ingalls menikah sama Almanzo Wilder dan beranak pinak....

Jadi gini tulisannya :

Sebuah karavan sederhana berjalan pelan-pelandengan ditarik seekor kuda. Terseok-seok di atas jalan tanah berdebu. Siang yang panas di sebuah bukit landai berpadang rumput luas. Seorang lelaki kekar berwajah ramah menarik-narik tali kekang kuda yang menghela karavannya. Istrinya yang cantik semampai duduk mendampinginya dengan selalu menyunggingkan senyum manis...
Tiga orang gadis kecil berbeda usia berlarian menuruni lereng bukit yang dihampari rumput-rumput tinggi menghijau. Bunga-bunga rumput berayun-ayun riang mengikuti hentakan kaki-kaki mungil melompat-lompat turun. -- Halah, bahasamu toh ...---.Didahului oleh seekor anjing berbulu lebat yang lincah menderap menuju ke bawah. Gadis yang berkepang dua tak kalah lincah segera mengejarnya, diikuti kakaknya yang berambut panjang indah. Sedangkan si adik terkecil tertatih-tatih di belakang berusaha mengikuti lompatan-lompatan kedua kakaknya... Ups,kaki mungilnya tersandung dan jatuh tergulingbeberapa depa di lereng bukit. Tapi untunglah lapisan rumput itu cukup empuk, sehingga si kecil bisa segera bangkit dan kembali tertawa riang...(hehehehe.. begitu katanya.. kali :D) ---- sumpe loh deskripsinya ga nahan...

Acara hari minggu di 80-an bagi yang ingin tinggal di rumah saja sambil menonton tivi tampaknya sudah tercetak di sebuah prasasti batu yang tidak mungkin diubah lagi. Nonton Unyil, Ria Jenaka, dan Album Minggu. --oh iya, album minggu, album minggu kitaa... dengan penyiar wanita masih berambut singa...

Lalu sebagai penutup menjelang waktu tidur siang di hari yang terik, suguhan tetap setiap akhir minggu adalah kisah tentang keluarga sederhana yang hidup di kota kecil dengan berbagai intrik dan kejadian menyentuh. Keluarga Ingalls dalam serial LITTLE HOUSE ON THE PRAIRIE.Film ini diangkat dari buku karya Laura Ingalls Wilder (Laura Ingalls yang beneran, bukan yang dipelem ini) tentang suka duka kehidupannya diWalnut Grove. Jadi critanya Keluarga Ingalls ini asalnya dari Kansas, trus pindah ke Walnut Groove mencoba mencari peruntungan baru di kota yang baru tumbuhini. Si Pa Charles Ingalls yang rambutnya gondrong megar---tapi ganteng loh,bo!---, bersama Emak Caroline yangberwajah manis tapi teduh, memboyong tiga anakgadisnya Mary, Laura (dengan kepang dua dan gigi kelincinya), dan Carrie tinggal di rumah sederhana. Eh.. ada yang ketinggalan, anjingnya si Jack (wuih!,anjing dikasih nama 'Jack'! )

Kehidupan di Walnut GroveWalnut Grove ini kota yang sangat kecil, mungkin lebih pantes dibilang desa kali. Punya satu gereja kecil dengan pendeta Alden sebagai pemukanya.Gereja ini juga dipake buat sekolah anak2. Yanga ku heran, itu sekolah kelasnya cuma satu ya diruangan gereja itu. Semua anak Walnut Grove dengan berbagai usia diajarnya yang nyampur disitu.Gurunya juga cuma satu, Ms. Beadle. Jadi nggak ada tingkatan kelasnya dong ya? ato gimana?-- yah kayak gitu memang...--

Ada satu toko kelontong dengan beraneka ragam dagangan yang dimiliki keluarga kaya Oleson.Keluarga Oleson ini menjadi bagian yang paling banyak disorot di serial ini, tentunya setelahpara Ingalls. Tapi mereka lebih sering kebagian sosok antagonis sih. Pasti nggak ada yang bisa lupa sama tampang kejamnya Mrs. Harriet Olesonyang ala nenek sihir jahat. huh... galak dan jutek bener! pengen deh nimpuk :D -- iya, beneran sebel banget, hebat tuh artis yang jadi Mrs.Harriet---Eh, setelah aku liat gambar2 Nyonya Harriet Oleson ini.. aku jadi bertanya2, kenapa sih para antagonis cewek yang licik sering digambarkan suka pake aneka macam topi aneh? Apa topi2 aneh itu identik dengan karakter congkak dan culas ya? --masa sih ? Cruella de Ville.. nggak tuh---Bandingin deh ama Jilly di Return To Eden. Cuman tentu saja Jilly jauh lebih muda dan cantik ;) Mrs. Harriet ini punya suami Nels Oleson. Orangnya sebenernya baik sama semua orang para tetangga diWalnut Groove, tapi karena pak Nels ini tergabung dalam ISTI (Ikatan Suami Takut Istri) ya jadinya sering kali dia harus mengikuti kehendak istrinya yang pelit dan sombong sama orang sekitar.Melengkapi keculasan Mrs. Harriet, adalah anak perempuannya Nellie Oleson. Sama kayak emaknya,congkak, culas dan manjanya nggak ketulungan. Suaranya sering diset di oktaf tertinggi. Tapi mendinglah, masih cantik :D. Yang paling diingat dari Nellie ini, selain sikapnya, adalah rambutnya yang pirang bergulung-gulung... --diem-diem saya pikir rambutnya cool loh kayak gitu---Ada lagi adik laki2nya Willie Oleson. Ini anak juga bandelnya minta ampun. Pokoknya keluarga Oleson ini seringkali bikin keluarga Ingalls dan warga Walnut Grove lainnya makan ati. Penonton juga paling kesel ama kombinasi Emak dan 2 anak bandel itu.

Ada lagi keluarga Mr. Edwards dengan anak2 angkatnya. Juga keluarga Garvey. Jonathan Garvey dan Pa Charles sohib-an banget. Terus ada Doctor Baker, satu2nya dokter yang siap dihubungi kapan saja kalo ada warga yang sakit.Rumah Mungil Keluarga Ingalls Rumah yang ditinggali keluarga Ingalls memang kecil dan sederhana. Terbuat dari kayu, berdiri ditengah2 padang rumput yang nyaris gersang. Ya iyalah, cocok sama judulnya kan. Perabotannyasemua juga dari kayu. Ruang utamanya cuma dilengkapi dengan perapian dan satu set meja makanyang merangkap meja tamu dan meja belajar anak2.Mary dan Laura tidurnya di loteng atap yangnaiknya pake tangga vertikal. Di samping rumah adapompa dragon (hehe) tempat anak2 cuci muka sebelum berangkat sekolah (jorok deh, gak pake mandi :D )

Si Pa kayaknya kerja serabutan gitu. Kadang dipabrik penggilingan yang ada kincir airnya itu,kadang ngangkut2 karung atau jerami di pertanian,kadang juga sibuk membajak ladangnya sendiri. Yang jelas dia bekerja keras sepanjang hari untuk menghidupi keluarganya. Bahkan waktu tulang iganya ada yang patah karena jatuh dari pohon, dia tetap memaksakan diri mengangkat karung2 jagung :( ..duh, babe) ..---iya, saya ingat episode ini... sampe terharu nontonnya---Sedangkan si Ma Caroline adalah tipe ibu rumah tangga sejati yang sabar dan setia. Dan anak2 gadisnya adalah anak2 yang penurut dan baik hati.Saat si Pa sakit tapi ada kerjaan yang harus diselesaikan, mereka lah yang bergotong royong memanggul karung2 jagung. Sekali2 emang suka bandel, terutama Laura, tapi itu karena dorongan keingintahuan seorang anak2 yang dapat diluruskankembali.Pokoknya keluarga kecil yang meskipun tidak berkelebihan tapi hidupnya saling mencintai dan harmonis lah...

Ingalls vs Oleson
Walaupun keluarga Ingalls adalah pendatang di Walnut Grove dan bukanlah siapa2, tapi mereka mendapat tempat di hati masyarakat Walnut Grove karena ketulusan mereka. Berbeda dengan keluarga Oleson yang kaya raya dan seolah menjadi penguasaWalnut Grove, tapi sering membuat para tetangganya sakit hati karena kecongkakannya.Mrs. Harriet sempat bernafsu menguasai seluruhkota, juga sempat mengusulkan agar Walnut Grove memiliki walikota dan mengajukan Nels sebagaicalonnya. Dia juga suka mengatur2 kurikulums ekolah bahkan sempat memaksa jadi guru pengganti.Nellie nggak beda jauh dengan emaknya, cuman dia lebih fokus untuk menjadi penguasa sekolah.

Romantika Gadis Remaja
Laura kalo pergi ke sekolah biasanya pake rok lebar, sepatu boot (tapi gak pake ransel, entarjadi Dora dong :D), bawa buku dan bawa kaleng.Kaleng? buat apa?... nah itu juga yang sering aku bingung. Bawa kaleng ke sekolah? mungkin buat ngguyur si Nellie yang suka ngejek dia sebagai'gadis desa' (country girl) :D.. Tapi kayaknyasih, ni kaleng buat tempat apel yang entar bakal buat makan siang. Tapi kenapa kaleng? emang nggak ada tas kresek ato kotak bekal gitu... yo embuh,mungkin emang trendnya lagi gitu :p

Satu kali, pas Mary udah mulai tumbuh remaja,Laura ngiri sama pertumbuhan kakaknya. Demi agar bisa terlihat lebih dewasa dan dikagumi cowok2 disekelilingnya, dipasanglah dua buah apel bekal makan siang di dadanya :D ... dan ketika dia disuruh maju ke depan kelas... melorot aja tuhapel ke bawah .. hehehe... Seisi kelas terbahak2dan Laura langsung lari pulang dengan berderai airmata :D ...Mary dari awal punya masalah dengan penglihatannya. Hingga sampai satu saat dia tidakbisa lagi membaca tulisan di papan tulis.Selanjutnya dia harus memakai kacamata, walaupundia harus tahan dengan ejekan teman2nya sebagai si"Mata Empat". Namun Mary tidak menjadi minder,bahkan sempat mewakili kotanya mengikuti kompetisi matematika se-negara bagian dan berhasil menjadijuara kedua. Mary juga sempat ikut mencalonkan diri jadi "school president" (kayak ketua OSISgitu kali ya.. ) menantang Nellie dan seorang lagibernama Elmer, meskipun akhirnya mengundurkan diri.

Soal kisah cinta remaja, sudah tentu ikut menjadibumbu penyedap film ini. Mary sempat jatuh cintadengan John anak angkat Mr.Edwards walau akhirnya harus terpisah. Sementara Laura sering saingan sama Nellie soal rebutan perhatian cowok. Nellie emang lebih wah dandanannya, tapi Laura meskipun tampak lugu dengan gigi kelinci dan rambutkepangnya lebih bisa memikat hati cowok dengan hati emasnya (halah.. bahasanya :p) Episode saat Mary kehilangan penglihatannya,adalah episode yang paling mengharukan. Semuanya sedih, termasuk penonton. --iya ampe kaget gitu, kok bisa dia sih dibikin sedih ceritanya, mestinya dia bisa jadi pengacara atau apa---Mary yang depresi didaftarkan di sekolah khusus tunanetra di Iowa.Untunglah ia mendapat guru yang sangat bersemangatwalaupun tunanetra juga, Adam Kendall. Mary mulai mampu hidup kembali.

Gadis2 itu pun Menikah
Mary akhirnya jatuh hati dan menikah dengan gurunya Adam Kendall. Sementara pada season 6,Laura yang sudah remaja matang terpikat pada saudara laki2 dari guru barunya Ms. Wilder yangbernama Almanzo. Sempet rebutan lagi sama si Nellie. Namun akhirnya Almanzo memilih Laura,bahkan kemudian melamarnya. Pa Charles yangmenganggap Laura masih kecil, masih 16 tahun,memintanya menunggu 2 tahun lagi. Berkat ketulusanAlmanzo syarat itu dikurangi menjadi 1 tahun saja..Adam Kendall, suami Mary, secara mengejutkan bisa melihat setelah pingsan akibat suatu ledakan (aduh.. sinetron banget sih =b). Selanjutnya ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah hukum. Setelah lulus, Adam pun membuka praktek sebagai pengacara di Walnut Grove.

Laura setelah menikah tidak lagi berkepang dua (yaiyalah, masak mau culun terus). Rambutnya digelungala ibu-ibu dan warna rambutnya berubah jadi kemerahan (udah ada ya semir rambut merah di jaman itu?). Dia kemudian diangkat menjadi guru diWalnut Grove. Sementara Almanzo kerjanya nggak jauh beda ama Pa Charles, apa aja dikerjain.Sedangkan Nellie jatuh cinta pada Percival Dalton yang dipekerjakan Mrs. Harriet untuk mengurusi restoran miliknya. Merekapun juga akhirnya menikah. Masalah muncul ketika Nellie hamil.Keluarga Percival yang Yahudi menginginkan si anakmenjadi Yahudi, sementara Oleson menginginkannya menjadi Kristen. Semuanya terselesaikan ketika ternyata Nellie melahirkan kembar laki-perempuan.Bagi deh atu-atu :D

Tema2 dari Abad ke-19
Setting akhir abad 19, tentunya bersinggungan dengan masa2 koboi dan bandit berkuda berjaya.Juga masa2 bangsa indian menjadi musuh dan diperlakukan secara diskriminatif oleh warga kulitputih. Meskipun jarang banget, tapi ada satu dua episode yang menggambarkan suasana itu. Pernah ada pelarian indian yang minta perlindungan di WalnutGrove. Dan pernah juga penjahat besar Jesse James mampir ke kota kecil ini dan sempat menyanderabeberapa orang.Pada masa itu, teknologi2 baru juga mulai bermunculan dan diperkenalkan dalam kehidupan masyarakat Walnut Grove. Sering kali sih yangdapat kesempatan pertama memanfaatkan adalah keluarga kaya Oleson. Mereka yang pertama kali punya telepon, yang sering dipinjam oleh tetangga2 dan dimanfaatkan oleh Mrs. Harriet untuk menguping demi mendapat gossip2 baru :D. Oleson juga sempat mencetak koran lokal, yang dipakai Mrs. Harriet untuk propaganda kepentingan pribadi dan menjelek2an orang lain. Kereta Api juga nyaris masuk ke Walnut Grove dan beberapa pemukiman hampir digusur untuk jalur kereta, tapi nggak jadi karena warga menolak.Tema diskriminasi terhadap warga kulit hitam jugacukup sering diangkat.Yang paling benci ama kulit hitam ya sapa lagi kalo bukan Nyonya besar HarrietOleson. Dan serial ini memposisikan diri di pihakyang anti diskriminasi rasial.

Tuna Netra dan Anak Angkat
Dari season ke season, tampaknya penulis serial ini (nggak tahu apakah orangnya tetap atau ganti2)suka bikin tema cerita tentang tuna-netra dan anak angkat.Selain Mary yang tunanetra dan kemudian menikah dengan Adam yang awalnya juga tunanetra, di Walnut Grove akhirnya juga dibuka sekolah Tunanetra dengan Mary dan Adam sebagai gurunya. Selanjutnya banyaklah cerita tentang anak2 tunanetra yang berbakat, atau yang kehidupannya tragis. BahkanLaura juga sempat dikisahkan buta saat WalnutGrove terserang wabah Anthrax. Untunglah cuma sementara... sempat ketar-ketir juga sih, takut kalo Laura akhirnya buta kayak Mary.. :(Soal anak angkat, wah banyak banget. Keluarga Ingalls mengangkat remaja Albert menjadi anaknya saat Mary pergi untuk bersekolah di sekolah tunanetra. Terus di season selanjutnya ada sepasang anak James dan Cassandra yang juga diangkat anak oleh keluarga Ingalls.Waktu Nellie menikah dan boyong dari Walnut Grove,keluarga Oleson mengangkat Nancy dari rumah yatim.Nancy ini mirip banget ama Nellie kecil, bahkan lebih bandel. Cocok banget jadi keluarga Oleson.

Sedangkan Laura selain mengasuh anak kandungnya sendiri Rose, juga mengasuh anak dari iparnya yang telah meninggal, Jenny. Bener2 deh.. kota itu dihuni orang2 yang berbudi luhur yang tidak tegaan dengan anak2 telantar :)Ada lagi peristiwa yang terjadi berulang. Caroline pernah kehilangan bayi laki2nya sebelum kemudiania melahirkan putri ke-empatnya, Grace. Mary juga kehilangan bayi-nya yang tewas dalam kejadian kebakaran sekolah tunanetra. Selanjutnya Laura juga tidak berhasil mempertahankan bayi yang bakal jadi adik dari Rose.Berakhir di Season ke-9 Di negara asalnya sana, serial ini season pertamanya diputar pada tahun 1974. Per season rata2 ada 21 episode. Season ke sembilan yangmenjadi season terakhir diputar pada tahun 82-83."Tersanjung" yang cuma sampai 6 itu ya masih kalahlah... :D Nggak tahu mulai tahun berapa diputar diTVRI, kayaknya sih mulai 70-an akhir. Dan season terakhirnya diputar di TVRI sekitar tahun 85-an.Season terakhir ini ditandai dengan keluarnyaMichael Landon dan digantinya judul serial menjadi"Little House: A New Beginning". Karena emang rumah mungil di tengah padang rumput itu tidak didiami lagi oleh keluarga Ingalls. Michael keluar, Leslie Landon anak perempuan kandungnya masuk berperan sebagai Etta Plum, ibu guru baru.Namun tampaknya penonton sudah mulai jenuh dengan serial ini, dan season ke-10 pun tidak diproduksi.Bosen juga sih nonton serial yang sama selamabertahun2. Tapi apa daya... wong saat itu nggakada pilihan lain. Ya kalau hari minggu siang nggak ada acara dan kerjaan mau nggak mau nongkrong didepan tipi nonton Laura.

Setelah Little Househabis masa tayangnya, kita masih bisa nontonaktingnya Michael Landon yang tetap dengangondrong megarnya sebagai malaikat yang turun kebumi dalam Highway to Heaven. Tapi rasanya udahbosen ngeliat tampangnya Michael Landon bertahun2gitu terus :DBerita TerakhirMichael Landon yang di tahun 60-an tampil lebih klimis dalam serial yang juga terkenal dijamannya, "Bonanza",--jadi little Joe yah, imut kayak anak kelinci... tapi seingat saya dulu malah naksir sama abangnya yang lebih macho he he he, sadis.. tua banget sih seleranya--- meninggal pada Mei 1991 karena kanker pankreas. Dia sudah sempat meninggalkan jejak di Hollywood Walk of Fame yang menandai bahwa eksistensinya cukup dihargai dalam dunia perfilman.

Melissa Gilbert juga telah mendapat penghargaan dia badikan di Hollywood Walk of Fame baru2 initahun 1998. Meskipun jarang lagi kita tonton aksinya diputar di Indonesia setelah Little Houseini. Sempat menjabat sebagai presiden dari lembaga Screen Actors Guild selama dua periode. Dan dia menikah dengan aktor Bruce Boxleitner, yang kita kenal dalam serial "Bring 'em Back Alive" dan"Babylon 5". Kebetulan di Babylon 5 Melissa jugaikut main sebagai istrinya Bruce. Cinlok dong... ;)Pemeran yang lain? auk deh... nggak sempet googling lagi, soalnya udah deadline harus segera diposting sih. Kalau nggak mau ditagih terus ama para pengunjung setia blog ini :D...--sapa sih nih yang punya blog, sok tenar amat --- hehehehehe...Tapi kayaknya sih pada nggak terlalu kedengeran lagi setelah main di serial sempat diproduksi selama 8 tahun terus menerus ini.

Yang jelas, serial ini banyak membawa nilai-nilaimoral yang tinggi untuk diserap oleh penontonnya.Tentang persahabatan, kekuatan keluarga yang harmonis, tentang rasa sosial yang tinggi terhadap sesama, pokoknya yang sesuai dengan butir2Pancasila deh :) Nggak pernah ada adegan yang menjurus ke pornoaksi atau pornografi :p tontonan seluruh keluarga deh pokoknya. Meskipun begitutokoh2 utamanya juga digambarkan sangat manusiawiyang tidak lepas dari kesalahan, walaupun padaakhirnya bakalan menyesal dan happy ending.

memang keren abis tuh film--menghela napas--ma kasih yah sudah menulis resume yang menarik =)

Saturday, March 18, 2006

Kenalan Baru

Waktu mobil kami tiba didepan rumah orangtuanya, wajah indo-nya yang khas sudah bersinar cerah di depan jendela. Kalau di Indonesia, anak perempuan secantik ini mungkin sudah ditawarkan orangtuanya untuk jadi bintang iklan. Namanya siapa ? tanya saya "Laura." jawabnya malu-malu. Usianya baru sepuluh tahun dan duduk di kelas enam. Bahasa Indonesianya, seperti umumnya anak Indo, bahasa indonesia yang baku dan patah-patah. Adik laki-laki kecilnya baru berumur sekitar satu tahun. Namanya Nurul. dengan pipi tembam dan wajah bule, lucu sekali mendengar dia bicara "ndoong"(gendong).

Orang tua mereka, kak Lena dan Frank kenalan baru kami. mereka tinggal di pelosok Gulpen, sekitar dua puluh kilometer dari Aachen. Kak Lena orang Bangka Belitung yang sudah hampir lima belas tahun tinggal di Belanda. Pertemuannya dengan host family saya benar-benar merupakan sebuah hal yang menggembirakan buat kak Lena. waktu pertama kali bertemu, dia sampai menangis dan tak henti-hentinya berkata, doa saya akhirnya dikabulkan.

katanya dia udah lama cari-cari orang Indonesia yang muslim, yang bisa mengajaknya untuk kumpul-kumpul ikut pengajian. belasan tahun tinggal di Belanda, terpisah dari akar kehidupan dan keyakinannya, siapapun pastinya gelisah. Melihat kami yang berjilbab, kak Lena bilang bahwa dulu dikampunganya diapun memakai jilbab dan disini dia ingin sekali bisa memakai jilbab lagi. "Kalau kami tinggal dikota tidak jadi masalah, banyak muslim disana. tapi dikampung kecil seperti ini susah sekali. mereka tahu Frank dari kecil dan tidak ada yang tahu kalau Frank sudah masuk Islam. yang tahu cuma keluarga aja." Saya ingat waktu masuk ke 'kampung' ini, orang-orang tampak berbondong-bondong baru keluar dari gereja. Sesuatu yang sangat jarang saya lihat di Maastricht. Saya pikir saya bisa mengerti kekhawatiran Kak Lena. Pastinya jadi muslim dalam komunitas kecil yang taat seperti ini sama rasanya seperti menjadi orang kristen di kampung kecil di minangkabau atau di aceh sana.

Laura juga ingin pakai jilbab, kata kak Lena. "Suatu hari dia tanya, mama bagaimana kalau nanti kita mati tidak pakai kerudung?". Tapi mamanya lebih memilih untuk meminta dia bersabar dulu.Khawatir pada reaksi teman dan orang-orang disekelilingnya. Waktu bulan puasa kemarin, kata Kak lena, teman-teman Laura tidak ada yang tahu kalau selama sebulan itu dia puasa. Suatu hari pulang dari sekolah, Laura mengadu pada mamanya. Katanya ada pemutaran film disekolah tentang muslim dan teman-teman menertawakan cara shalat orang Islam yang 'nungging-nungging'. Tidak ada muslim yang Kak lena kenal? ada, tapi yah mereka sudah jadi orang Belanda, sudah beda sekali. Kalaupun ada kumpul-kumpul yang ada cuma gosip, keluhnya.

Sambil mendengar mamanya bercerita, sesekali saya memergoki Laura menatap saya. Kemudian, kalau sudah kepergok seperti itu dia akan tersenyum malu-malu dengan dua lesung pipit di pipinya. "Kapan-kapan kalau kita ngaji lagi, Laura diajak saja ya Kak." kata saya. Waktu pulang saya cium pipi gadis kecil itu sambil berkata "Assalamualaikum", dengan cerah Laura menjawab "wa alaikum salam". Entah, saya punya keyakinan dia, mereka, pastinya merindukan doa sederhana semacam itu. Saya ingat pupil mata saya tiba-tiba rasanya selalu membesar setiap kali ada yang menyapa dengan salam. entah tukang sapu di stasiun, entah orang yang sekedar papasan dan kemudian mengucapkan salam, lalu bertanya "You are moslem?" saya akan bilang "Yes, I am, alhamdulillah" lalu dia juga akan bilang "alhamdulillah" lalu ngeloyor pergi lagi.

Seusai makan malam, sekeluarga mereka mengantar kami keluar. Berdiri di halaman, ditengah malam musim dingin. Waktu mobil kami memasuki tikungan, saya masih sempat melihat Laura melambai-lambaikan tangan.

Sampai dirumah, berbaring sambil menatap kegelapan langit dari jendela kamar, saya terpikir tentang mereka. Hidup dalam lingkungan terpencil semacam itu di Belanda. Ditambah lagi tidak familiar dengan internet, fasilitas yang sebenarnya bisa mengenalkan mereka pada silaturahim di alam maya, membuat mereka terkucil dari komunitas muslim lainnya di Belanda. Saya berpikir tentang Laura dan adiknya. Lalu membanding-bandingkan dengan anak-anak muslim lainnya di Indonesia. rasanya begitu mudah untuk belajar untuk menemukan dan mengenal konsep-konsep keislaman. Di buku cerita, di CD, di madrasah, dimushalla, di sekolah, di rumah, di televisi (kalau lagi 'beres').

Mudah sekali tampaknya 'menemukan' Allah.

Dalam keterkucilan dan keawaman semacam itu? saya berharap semoga Dia menjaga dan membantu mereka menemukan-Nya.

Tuesday, March 14, 2006

Masuk Angin

"What is masuk angin ?" this might the first question likely to emerge from my non-Indonesian friends if i told them that i am not feeling well, "I think i am masuk angin..."

Literal translation of the term "masuk angin" perhaps is a draft or wind has entered your body, they who came from medical background prefers to say that you have a slight cold. As the symptoms of masuk angin are: feeling dizzy, body temperature is above normal (but you feel cold, like a fever), you feel sick inside your stomach (wanting to throw up, similar to feeling seasick if you've ever been in that situation), and cold sweats.

I believe I am part of them whose are vulnerable to changing weather, in Indonesia usually i'll get masuk angin easily during pancaroba (weather changing from dry season to rainy season), for example. Or if you hang out all night long (begadang with no use as it said by Rhoma Irama), short of sleep/rest, you can get angin into your body (night wind) and tomorrow morning you could catch masuk angin and feel unwell. Well, this one never be my reason since I am not part of 'anak gaul' and I never be the part of' ngeronda' team in my neighbourhood. In my recent case, winter season has become the most rational underlying reason why i get masuk angin. As far as I remember my masuk angin start to visit me when this country start to freezing at the end of autumn ('herfs' in Dutch language).

If i forget to wear my thick winter jacket--well, this stupidity never happen,what come to my experience is I change my bulky thick jacket to more light one or you can say 'mantel cantik' for the sake of style--, or not put my syal around my neck or neglect my breakfast - my first 'for your own good, heaven forbid' list-and late for my lunch, voila...i start to 'bebangkis' (sneezing) as the early sign of masuk angin. Unfortunately, the best remedies for this situation for me is to have massage or kerokan. usually my mother will perform 'kerokan' for me (mom, how i miss you ...) or we would call an old woman from our neighbourhood-we called her 'nenek'-who renown for her skill in massage. there, i still remember how unconvenient to spend about two and half of hours lying in 'tikar' with greasy feeling all over your body. But soon the rituals ended and you finished your bath, you felt warmth and cozy. You might have a good night sleep afterward. It is hard to find such skill in Netherlands. One of our MPH officer who's married with an Indonesian told us that her mother in law did kerokan for her. And when she visit her huis arts (GP) , her GP asked whether she had expeienced abuse from her husband for the red strips marks on her back (ha ha ha).

Another remedies is of course 'minyak kayu putih' or 'obat gosok vic'combined with 'jamu tolak angin'. I use it only when I preparing my self to sleep. During the day ? i believe it could bring some smell disaster to 'bule' nearby. You may think this is a very not-classy solutions or typical backward developing countries people to overcome their sickness. But, hey.. it works?!

Anyway this masuk angin thing, I believe is a part of our cultural poin of view how we see illness. You believe that angin could bring harm to your health. beside masuk angin we also familiar with term of 'angin duduk' and 'buang angin' as reflection how our culture perceived angin as factor influences our health. the last one is short of dillema since if you keep the angin inside your body, it causes a stomachache, but if you let it out (keluar angin), it causes other people to be sick.

Sunday, March 12, 2006

About Someone

I took this from my lil brother's friendster blog. Nothing related to my own personal current situation (rrr...well, yaah...*murmuring*). Only some sweet silly retrospection on how funny it was to be in the phase of 'anak-hare-gene' and perhaps some reminder to not underestimate your lil brother sense of 'nyeni' though sometimes you looked at him with question echoed in your mind: who on earth this 'norak' boy anyway? my brother? he he

About Someone

I run to the forest then I sing along
I run to the beach then I shout aloud
Silent... silent...
I hate to be lonely
I want to hear such noise
Like market by chattering voice
I'm bored of being so weary
Thickness, go away from me!
I'm alone with soot around...
Break the glass, let it blast!
Let it squeak to the peak!
There's an angel embroider stripe spider web on white castle's wall
Why doesn't she shake the bell to wake the hell?
Or, should I run to the forest, then turn to the beach?

sounds familiar?

Friday, March 10, 2006

curhat soal RUU anti pornografi

Ini gara-gara postingan soal pro-kontra RUU anti pornografi dan pornoaksi ...

Waktu kuliah dulu, saya masih ingat betapa terheran-herannya saya sebagai mahasiswa komunikasi massa ketika membandingkan betapa 'liberal'nya media Indonesia dan betapa 'konservatif" nya media Amerika berkaitan dengan soal peraturan perundangan materi pronografi. Contoh sederhananya akses pembelian terhadap majalah dewasa seperti Playboy dibatasi dan diatur dengan ketat. Bandingkan dengan Indonesia mana siapapun dengan mudah membeli media dengan muatan dewasa (masih ingat kan kondisi di lampu merah atau diperempatan jalan di Jakarta? come on .. berapa tahun sih udah ninggalin Indonesia?)

teman saya yang berkerja sebagai konsultan di Pusat Krisis Terpadu RSCM sampai geram dengan banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak yang harus dia hadapi. Dan pedihnya itu banyak dilakukan oleh orang terdekat (tetangga, om, teman) dengan salah satu alasan pemicu biasanya karena terangsang oleh VCD porno. Dan ini bukan isapan jempol dengan dalih "tergantung siapa yang nonton, kalau udah ngeres ya ngeres aja" kita bukan bicara soal kita, sepersekian persen masyarakat Indonesia yang terdidik tapi kita bicara soal 200 juta masyarakat Indonesia lainnya yang terdiri dari anak-anak, abg, orang yang dibesarkan dalam sistem pendidikan ga beres di Indonesia yang ga menjamin seseorang bisa mengendalikan diri untuk melakukan perbuatan yang diterima atau tidak diterima di masyarakat.
.
Tentu tidak ada yang suka dikekang, tapi siapapun yang tahu betapa kacau balaunya arus informasi yang berkaitan dengan muatan pornografi di Indonesia, pasti sadar bahwa hal ini butuh sebuah regulasi. Amerika sebagai negara yang kita jadikan acuan (herannya banyakan yang jelek2nya) sudah lama sadar akibat yang ditimbulkan dari ketiadaan peraturan dalam hal ini.

Tentu kita bisa bilang setiap orang punya kebebasan berekrpresi, tapi kemerdekaan berekspresi yang dalam pelaksanaannya melanggar hak orang lain adalah penghinaan terhadap arti kebebasan itu sendiri. Kita butuh sebuah peraturan yang memastikan setiap orang bisa mendapatkan haknya tanpa harus melanggar hak-hak orang lain.

Hak orang lain ini bisa berarti hak bagi orang tua untuk membesarkan anak dalam lingkungan yang sehat secara sosial, hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan yang baik.

Munafik ? well, setiap orang pasti pernah--maaf-- kentut, tapi apakah orang yang kentut di kamar mandi dalam rangka tidak mengganggu orang lain dalam sebuah ruangan akan kita bilang munafik ?(mengacu pada tudingan munafik yang selalu diajukan pada mereka yang menentang pornografi-- "kayak lo nggak suka aja ama seks")

saya yakin ini regulasi dalam hal pornografi di Indonesia akan jadi agenda siapapun yang peduli terhadap keberlangsungan Indonesia sebagai sebuah masyarakat. agenda orang tua, mereka yang akan jadi orang tua (saya contohnya =b) agenda dokter dan praktisi kesehatan yang prihatin dengan semakin merebaknya kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dan seperti seorang teman bilang yang jelas ini bukan agenda para kapitalis, para artis, pengusaha entertaimen, pemilik saham Playboy dan pengusaha VCD bajakan di glodok sana (semoga Allah mudahkan para penguasa mencarikan mereka jalan keluar mencari rejeki yang halal dan berkah)

yang harus kita lakukan saya pikir adalah mengawal proses penggodokan RUU itu jangan sampai jatuhnya pada pengaturan 'hal-hal nggak jelas", "hal-hal nggak penting" dan "hal-hal nggak essensial" yang selama ini jadi kebiasaan mereka yang punya otoritas dalam membuat "hal-hal beginian". sehingga tidka sampai menyentuh hal-hal yang levelnya teknis dalam keseharian. UU ini harus Lebih dari sekedar mengatur apakah pegangan tangan atau ciuman di muka umum dilarang atau tidak (itu mah hal ecek-ecek pak dewan). Kita juga harus bisa memastikan bahwa UU ini juga punya kesensitifan terhadap kultur Indonesia yang drai sananya sudah beraneka ragam, beraneka nilai.

Tapi toh darii semua keaneka ragaman itu, pastinya ada hal-hal yang bisa kita sepakati, antara lain kita ingin agar kelak kita bisa jadi bangsa yang bermartabat.

gitu deh curhatnya ...
jadi, regulasi soal pornogarfi ? yah..., karena saya ingin suatu saat anak saya bisa tumbuh dalam lingkungan yang sehat maka saya bilang: itu perlu!

Monday, March 06, 2006

Untuk sebuah penyegaran ...

08.30
Hampir kesiangan! terburu-buru saya menyambar jus dalam kulkas dan mie goreng yang sudah tersaji di meja. Hari ini agendanya saya sudah sampai di Delft setidaknya pukul dua belas. Sambil jalan, saya mempelajari lagi rencana perjalanan yang sudah saya salin di selembar kertas. Jam 09.23 naik kereta dari maastricht randwijk dan pukul 09.26 saya sudah sampai di Maastricht centraal station. lalu ganti kereta yang ke Harlem yang berangkat jam 09.29. ganti kereta lagi di Eindhoven pukul 10.33 dan jam 12.02 saya akan sampai di Delft. Dari situ naik bis ke tempat tujuan.

Eh lagi menunggu kereta gitu, lewat kereta jelek yang menuju Liege dan tebak siapa didalamnya; Ayako! dia langsung loncat-loncat melambaikan tangan dari dalam kereta, didepannya juga ada seorang gadis jepang. Saya langsung kirim sms: hey! mau ke paris ? itu adikmu yah ? senangnya ketemu kamu!!! dia langsung balas; kami mau ke brugge! dan yah itu adik saya! senang juga lihat kamu! kejutan banget!

Lucu juga. sejak saya pindah, kami cuma saling berkirim email. Saling mengeluh betapa sulitnya ketemu padahal kami tinggal di kota yang sama, cuma dipisahkan sungai tapi kayaknya jauhnya minta ampun

Dikereta
Seperti di Indonesia, disini juga ada masinis (kondektur) yang bulak-balik memeriksa tiket. Biasanya dalam perjalanan Maastricht- Delft, bisa sampai ada tiga kali pemeriksaan. Saya ingat waktu arrange perjalanan tadi di situs ns.nl ada tanda vertragging di Delft. Dan mengingat pengalaman transfer-tranfer yang nyebelin, saya nanya ke kondekturnya. "Alles in orde? ik will graag naar Delf gaan " si kondektur berunding dengan rekannya. Lalu dia menjawab dalam bahasa Belanda juga (nah,lo! iseng sih pake bahasa Belanda segala) tapi saya menangkap,'ganti kereta', 'rotterdam centraal'. Wah ? do you mean i have to transfer in Rotterdam ? ada masalah ? si kondektur berunding lagi. Lalu dia bilang, kali ini terbata-bata dalam bahasa Inggris (inilah salah satu enaknya tinggal di Belanda, orang lumayan gampang diajak pindah-pindah bahasa). Ya, di Eindhoven juga bisa, di peron sisi lain.

Saya pikir semuanya lancar sampai beberapa menit kemudian si kondektur datang lagi sambil membawa PDA ditangannya.Dia memastikan lagi saya mau kemana lalu mengutak-ngutik PDA-nya kemudian menjelaskan dalam bahasa Belanda yang cuma bisa saya tangkap, 'niet Eindhoven', 'anders station', 'vertragging', 'naar Tillburg' Saya mengeluarkan kertas yang berisi rencana perjalanan. "saya harus berhenti di stasiun lain setelah Eindhoven ? lalu ke Tillburg setelah itu ke Delft ?" si Kondektur mengangguk. Dia lalu mencatatkan nama-nama station dan nomor peronnya dikertas saya. Dia bilang, saya akan terlambat setengah jam dari jadwal yang saya tulis. Oke, ga pa pa. Janjiannya juga pas setengah satu.

Alhamdulillah, senang kalau dapat kemudahan-kemudahan seperti ini di jalan. Waktu pertama kali ke Delft, naik kereta sendiri untuk yang pertama kali, saya juga harus dioper-oper. Pihak stasiun Belanda biasanya memang banyak melakukan perbaikan di akhir pekan seperti ini. Saya tidak akan tahu kalau saya harus pindah ke bus yang menunggu penumpang yang ingin ke Eindhoven seandainya saja tidak ada mahasiswi Belanda yang berangkat bersama saya. Dari dia saya tahu bahwa kami akan dioper sebelum Eindhoven dengan naik bus yang sudah disediakan pihak stasiun. Waktu itu dia bilang, "ikutin saya aja, saya juga lewat Eidnhoven".

Akhirnya kereta berhenti di s'Hertogenbosch. Begitu keluar kereta saya bingung mencari peron yang dimaksud. Ada kondektur yang tadi berdiri mengawasi penumpang. Rupanya dia tahu kalau saya bingung, karena begitu saya mendekat dan baru bilang "Meneer,..." dia langsung mengarahkan ke peron yang saya cari.

15.30
Sesudah acara. Rencananya ingin menghabiskan waktu lebih lama. Cuma sebulan sekali kopi darat, selebihnya ym jelas tidak mencukupi untuk menumbuhkan ikatan hati. Hal-hal beginian kan bukan semata persoalan 'materi-alistik' tapi juga dimensi-dimensi lainnya. Dari ujung mata saya bisa melihat bis yang menuju stasiun Delft sudah lewat. Sudahlah, berarti harus menunggu setengah jam lagi disini. Tak apa, daripada setengah jam menunggu sendirian dalam suhu minus, rasanya pasti seperti seabad (hiperbolik mode ON).

Stasiun Delft
Menunggu bis limat menit dan akhirnya sampai ke stasiun Delft. Setelah menunggu 20 menit di stasiun, pukul 17.02 kereta Intercity yang langsung ke Eindhoven datang juga. Jam setengah tujuh mestinya saya akan sampai dan ganti kereta yang langsung ke Maastricht. Jam setengah delapan semestinya saya sudah dirumah

Di Eindhoven
Lihat jadwal kereta, loh yang langsung ke Maastricht ternyata baru datang jam 18.59. Ah, begini rentetannya kalau telat. Suhu yang dingin semakin membuat saya menggigil. Menunggu di peron terbuka jelas tidak nyaman. Saya memutuskan untuk turun ke basement stasiun. Di stasiun Eindhoven yang besar, ada banyak toko mulai dari makanan, bunga, toko buku sampai toko besar semacam Albert Heijn. Kayaknya enaknya minum yang hangat. Melewati sepasang manusia yang tampak sibuk dengan bibir pasangan masing-masing, saya menuju kios terdekat. Satu gelas cokelat hangat, alstublieft. Melewati pasangan itu kembali yang masih sibuk saling memagut. Ya, ampun belum selesai juga ? get a room! ga punya uang buat beli yang hangat-hangat apa ?!

Cultural competency mudah-mudahan tidak sama dengan kematian hati. Dulu saya suka terkaget-kaget dengan hal semacam ini. Saya pernah terdiam seharian karena melihat 'pengaman' tergeletak di meja Irene. Atau waktu suatu pagi keluar ke kamar mandi, masih terhuyung-huyung antara sadar dan tidak saya melihat seorang lelaki bercelana pendek keluar dari salah satu kamar. Terkantuk-kantuk saya bertanya dalam hati, memang ada cowok dikoridor ini ? Dan saya langsung berjengit waktu sadar dari mana laki-laki itu keluar. Itu kan kamarnya Callista. Lalu suara Karen terngiang-ngiang di telinga "Her boy friend will spend some nights in our room, so i had to move to Mei Ting's room." saya terhenyak di kloset. Jadi ?!ternyata?!ya, ampun?! astaghfrullahaladzhim! saya buru-buru memberikan 'pernapasan buatan' buat yang terpingsan-pingsan di kepala saya. oke, tenang, ini Belanda, ini Belanda ...

Terus terang, makin lama disini saya khawatir saya bisa kehilangan sensitifitas dalam hal-hal semacam ini...

Kini, yang suka terpingsan-pingsan itu mulai mafhum dengan hal-hal seperti itu. Cuma bisa beristighfar dan memalingkan muka. Mudah-mudahan selemah apapun, iman itu tetap ada.

Tiga menit sebelum kereta datang saya naik ke atas. Yah, ternyata vertraging lagi 15 menit. empat puluh lima menit berarti menunggu. Dan akhirnya keretanya datang. Hampir jam setengah sembilan malam akhirnya keretanya tiba di stasiun Maastricht. Mau terus ke Randwijk ? berarti saya harus ganti kereta dan dari situ masih jalan empat puluh lima menit ke rumah. Atau mau naik bis saja, turun di halte dekat rumah. Dari situ mungkin hanya dua puluh menit jalan kaki. Akhirnya saya putuskan naik bis. Menunggu lagi dalam dingin. Dan akhirnya bisnya datang.

08.45
Akhirnya sampai dirumah.
Jadi ingat dulu sebelum berangkat saya bertanya pada yang punya wewenang dalam 'hal-hal beginian" bagaimana seandainya ke Achen saja ? lebih dekat dibandingkan harus tiga jam melintasi separuh negeri datar ini. Dan bla,bla beliau mengingatkan kondisi yang lain yang lebih susah demi sebuah pencerahan. Saya pernah tanya yang lain yang tinggal di Jerman. Berapa lama waktunya untuk hal-hal seperti ini? si mas bilang "enam jam"
hiks. Ternyata ...
ini belum seberapa
ini ga ada artinya.

Thursday, March 02, 2006

Vasteloavend

Itu artinya 'carnival' dalam dialeg Maastricht. Jadi menurut mereka yang mengerti bahasa Belanda, orang-orang Maastricht atau bisa juga dibilang provinsi Limburg ini punya dialeg yang berbeda dengan orang Belanda secara umum. Jadi jangankan kita yang tidak mengerti atau cuma mengerti sepatah dua patah kata dalam bahasa Belanda, bahkan orang Belanda totok sendiri mengaku kesulitan menangkap arti bahasa Belanda yang diucapkan dalam dialek Maastricht ini.

Saya yang mendengar cuma bisa bilang bahwa cara bicara orang Maastricht itu terdengar lebih melodius dan lembut aja dibandingkan dengan umumnya orang Belanda yang bicara dalam intonasi 'bergemuru' (biasanya yang cowo atau bapak2). Intonasi yang melodius ini kadang diiringi ayunan kepala mengikuti intonasi kalimat. Jadi kalau orang Belanda biasa bilang "doei!" (baca: duy) kalau pisah sama orang, maka kalau orang Maastricht yang bicara akan terdengar "duuuu--uy"

Saya sudah pernah cerita bahwa walaupun secara umum Belanda penganut protestan, khusus untuk Maastricht, masyarakat disini umumnya tercatat sebagai orang katolik. Walaupun tentu seperti umumnya masyarakat Barat, agama cuma tempelan status aja.

Berkaitan dengan agama katolik, setahun sekali di Maastricht diselenggarakan karnaval (vastenavend) menjelang Paskah. Walaupun tidak seheboh carnaval serupa di Venice atau Brazil, karnaval di Maastricht ini jadi atraksi menarik juga. Banyak warga kota lain di Belanda yang sengaja datang ke Maastricht untuk melihat karnaval. Karnaval dimulai sejak hari Jumat hingga Selasa malam (berakhir tepat sebelum Rabu Abu). Saat-saat itu katanya adalah saatnya bagi warga Maastricht untuk bersenang-senang sebelum mereka puasa (waktu itu saya tanya sama Arno Van Raak, "mereka akan puasa, gitu ?" dia bilang "Yaaah, they used to" he he). Jadi kalau di Indonesia mungkin semacam acara 'boboran shiyam' di jawa barat, atau parade kecil-kecilan dalam menyambut bulan Ramadhan.

Dari jendela rumah, sejak jumat saya sudah melihat orang hilir mudik ke arah Centrum dengan kostum aneh-aneh. Umumnya didominasi warna hijau, kuning, oranye yang merupakan warna bendera provinsi Limburg. Selama karnaval, hampir semua fasilitas umum di Maastricht (mungkin juga sleuruh Limburg) di liburkan. Lalu pada hari rabu yang merupakan Rabu Abu ada tradisi harring happen, itu acara makan ikan harring ramai-ramai di Markt. Tapi di Maastricht yang ikut cuma civil servant aja. Ga ngerti juga kenapa cuma pegawai negeri yang makan harring ramai-ramai.

Aneh juga karakter orang Maastricht ini kalau dibandingkan dengan orang Belanda secara umum yang katanya kaku dan kurang menikmati hidup. Katanya sih karakter orang-orang yang hidup ditepian sungai atau pantai itu memang cenderung lebih santai dan merdeka. Yah bandingkan aja antara orang Surabaya atau Betawi yang easy going, blak-blakan dibandingkan dengan orang Yogya atau orang Sunda yang cenderung jaga image bin unggah-ungguh.

Begitu juga dengan orang Maastricht ini. Dibandingkan dengan orang Belanda umumnya, mereka dinilai lebih santai dan menikmati hidup. Tutor statistik saya pernah cerita joke tentang orang-orang Limburg (Maastricht) ini. Pertanyaannya adalah bagaimana cara meningkatkan rata-rata IQ orang Belanda dan orang Belgia secara bersamaan ? jawabannya adalah dengan memindahkan orang Limburg ke Belgia. Garing kan ? ga ngerti ? pikir sendiri yah he he

Kembali lagi ke soal karnaval, karena sejak dulu sudah diwanti-wanti untuk tidak melewatkan karnaval, maka pada hari minggu (bukan ku turut ayah ke kota) saya dan beberapa kawan berencana pergi ke Centruum untuk melihat karnaval. Sepeda di parkir di Heugemerweg, tempat Astri dan Elida. Kami sudah dianjurkan untuk berjalan kaki karena jalan akan padat sekali. Walaupun ada saran untuk memakai setidaknya pernik-pernik karnaval, kami memutuskan untuk menikmatinya sebagai turis saja. Lagi pula saya pikir akan jadi penghinaan buat diri saya sendiri maupun buat agama itu sendiri kalau kita berpartisipasi dalam sesuatu yang tidak kita yakini.

Walaupun suhu saat itu minus dua ditambah lagi kadang ada hujan salju, jalan sudah penuh sejak dari arah stasiun kereta api. Kami berpapasan mulai dari nenek sihir, marie antoinette, orang purba, orang scotland, wanita bunga, bayi ungu sampai yang ga tahu lagi itu manusia atau alien yang juga sengaja turun mau nonton karnaval. Beneran deh, serius banget orang Maastricht untuk urusan karnaval ini. Kata Arno, bahkan banyak yang menyiapkan kostum untuk karnaval ini hingga setahun sebelumnya. Jadi seriuz abeeeezz-lah.

Asyik juga kalau sekali-kali dalam hidup kita bisa jadi siapapun yang kita inginkan.
hmm... kalau saya mau milih saya akan jadi siapa yah ?
Mungkin jadi orang India, jadi dandannya seperti Aishwarya Rai ha ha ha ha

Secara keseluruhan, kesannya: sangat menarik =) (iyalah, saya sampai rela naik-naik jembatan buat ambil foto), tapi berhubung yang nge-blog sudah ngantuk, cari sendiri aja yah informasi terkait lainnya. Mardi gras, juga serupa dengan even ini.