Thursday, June 16, 2005

n waiting .. n waiting ...

Menunggu ternyata bukan semata permainan waktu. Jarak yang tercipta antara hari ini dan esok yang kita nanti, bukan semata persoalan menghitung hari detik demi detik. Menunggu juga adalah seni tarik ulur emosi antara harapan ideal dan kesiapan akan kemungkinan-kemungkinan. We hope for the best but we must ready for the worse, suatu ketika Aung San Su Kyi pernah bicara. Harus selalu ada kesiapan untuk menerima bahwa dalam optimisme, ada 1 persen yang harus diberikan bagi faktor X yang jadi hak milik Yang Maha Kuasa. I have my own plan, He got His. And when everything is not work as my plan, then surely His plans is the best scenario to follow.

Apapun kondisinya, bagi orang beriman semua baik adanya, begitu ajaran Rasulullah. Dalam saat-saat seperti ini, pastinya baru terasa, betapa beruntungnya kita pada hari, pada waktu Allah memperkenalkan kembali DiriNya dan hadir dalam kehidupan kita. Perkenalan itu yang membuka mata kita bahwa kehadiran kita bukanlah sebuah kebetulan namun sebuah rencana dan tanggung jawab yang menjadikan setiap kita tidak sepantasnya merasa tidak bernilai. Kita tahu darimana kita datang dan akan kemana kita berakhir. Dan sepanjang waktu, pada saat-saat kita tidak tahu dimana berpijak, maka tujuan akhir itu jadi kompas yang bisa menjalankan fungsinya dengan mantap untuk kembali meluruskan kalau kita sedikit tersesat jalan.

Betapa beruntungnya kita pada hari Dia memperkenalkan kembali DiriNya sedikit demi sedikit lewat berbagai jalan lewat banyak tangan. Karena ketika kita tersadar bahwa sesuatu itu tidak berjalan sesuai rencana (dan betapa seringnya itu terjadi), kita masih bisa berharap akan hikmah dan percaya pada kebaikan rencanaNya.

(fiuh! Got my interview, finally! Lumayan lega dan tentu bersyukur padaNya atas banyak cinta yang menemani)